SC - 5
Membuka pintu dari dalam, Nayeon muncul dengan busana piyama merah muda. Sepertinya belum lama bangun tidur. Ibu-ibu hamil memang kerap sekali menjadi malas, bangun siang hari, tidak ingin melakukan pekerjaan rumah, dan hanya ingin diam duduk, makan, sambil menonton televisi.
Jeongin membungkuk 90°, mengucapkan salam terlebih dahulu, "Selamat pagi, Nayeon Ahjumma."
Mendengar panggilan anak Tzuyu untuk dirinya, Nayeon membuka mata sempurna. Bersandar di pintu sambil tangan kirinya menepuk wajahnya yang masih cantik dan awet muda, "Ya! Ya! Ya! Apa wajah ini terlihat sangat tua sampai kau harus memanggil aku Ahjumma?" Wajahnya seolah tidak percaya.
Jeongin melihat ke arah Tzuyu, meminta penjelasan. Ibunya justru mengedikan bahu, mengulum senyum memperhatikan gerakan kaku putranya.
"Panggil saja aku Noona, masih sangat cocok kalau memakai panggilan itu. Mari masuk, mari masuk, suamiku pasti sudah memasak banyak makanan untuk sarapan. Kalian belum sarapan, kan?"
Mengikuti dari belakang, Tzuyu menjawab, "Aku sudah sarapan, tapi jika masakan suamimu enak. Aku masih bisa menampung banyak makanan lagi di perutku. Kau tahu aku sangat suka makan."
"Aish," Nayeon berdecak, "Benar juga, kau sangat banyak makan. Oh iya, kabar orang tua kita di Indonesia bagaimana? Sudah lama sekali aku tidak menelfon mereka."
"Mereka semua baik-baik saja di sana. Katanya tinggal di Indonesia lebih menyenangkan dan banyak pepohonan rindang yang membuat udara menjadi sangat segar. Pinky sebentar lagi akan pindah ke sini ikut bersamaku."
"Aku kemarin di telfon anak cerewet itu, katanya ingin mencari kerja di sini. Syukurlah kalau orang tua kita baik-baik saja. Semenjak Eomma marah padaku, aku sudah tidak berani lagi menelfon mereka."
Tzuyu mendudukan Jeongin di salah satu kursi kosong, kemudian mengambil tempat duduk tepat di sampingnya, "Aku malah belum tahu mengenai hal itu. Marah karena apa? Kau dan Ahjumma sering marah tapi biasanya hanya sebentar."
Seokjin datang dari dapur, kedua tangannya menyangga nampak berisi daging ayam panggang sesuai permintaan istrinya. Menjawab mewakilkan, "Ibu Mertua meminta kami untuk ikut tinggal di Indonesia, Nayeon menolak karena dia hanya ingin tinggal di Korea dan melahirkan di sini. Ibu Mertua berpikir putrinya menolak bertemu dia dan tidak ingin berbakti. Ayah Mertua mencoba membujuk, namun Ibu Mertua tetap marah."
"Betul, kurang lebih seperti itu," ujar Nayeon setelah mengigit satu cuil daging.
"Jeongin-ah, makanlah yang banyak," kata Seok Jin. Mendekatkan piring berisi lauk masakannya ke anak tersebut. "Ahjussi tidak terlalu pandai memasak, jadi harap maklumi."
"Terima kasih, Ahjussi. Tidak apa-apa."
Mengusak lembut rambut kepala Jeongin, Seok Jin menarik satu kursi utama dengan desain paling berbeda. Duduk dengan nyaman, "Putramu sangat tampan dan sopan, Tzu. Semoga anakku nanti bisa seperti Jeongin."
"Tidak bisa!" Sergah Nayeon cepat-cepat. Mengetuk lengan suaminya menggunakan garpu tajam. Untung tidak tercolok ke daging. "Aku mau anak perempuan! Siapa tahu saat dewasa nanti bisa menjadi jodoh Jeongin, dan aku akan menjadi besan dengan Tzuyu, kau setuju tidak?" Manik matanya melirik Tzuyu, memberikan kedipan.
"Aku terserah Jeongin, dia suka anak kecil berjenis kelamin perempuan. Jika anakmu nanti perempuan, pasti Jeongin akan sangat sayang padanya."
"Eomma, siapa yang akan melahirkan adik kecil perempuan?" Tanya Jeongin berbinar, telinganya bee ubah menjadi sangat aktif mendengar kalimat anak kecil perempuan.
"Perut Noona membesar karena ada adik kecil di sini, kalau kelaminnya perempuan, kau harus berjanji menjaganya, mengerti?" Telunjuk Nayeon menunjuk-nunjuk perut buncitnya.
Jeongin membulatkan mulut, baru sadar bahwa perut Nayeon memang sebesar itu. Dia lalu tersenyum, memberikan jempol di sertai senyum manis, "Tentu, Jeongin akan menjaga adik kecil."
***
"Masuk," perintah Taehyung ketika mendengar ketukan di luar pintu ruang kerjanya.
Tzuyu masuk, menutup kembali pintu. Membenarkan pegangan eratnya pada gagang wadah bekal berbentuk mangkuk besar berisi makanan kesukaan Taehyung.
Dia membuat ini bukan karena inisiatif, melainkan karena Taehyung yang meminta secara paksa. Menelfon dirinya berkali-kali dan berkata ingin makan makanan favoritnya yang di masak oleh Tzuyu langsung.
"Ini makan siangmu, berhenti bekerja dulu. Makanlah selagi hangat." Namun melihat Taehyung terfokus ke layar laptopnya sebegitu serius. Tzuyu tidak memberikan perintah untuk kedua kalinya.
Kakinya berjalan mendekati meja kecil dekat sofa, menaruh wadah berisi makanan ke atas kaca. Membukanya, membiarkan aroma harum masakan menguar ke seluruh ruangan.
"Daehyung tidak akan pulang."
Mengerutkan kening bingung, Tzuyu mendongak. Menatap tanpa putus-putus ka arah tempat Taehyung berada. "Maksudmu?" Dia ingin penjelasan lebih yang detail. Kenapa Daehyung tidak akan pulang?
Melepas kaca mata kerjanya, Taehyung berdiri. Berjalan mendekati Tzuyu, memegang dua tangan mungil yang bersuhu dingin. Dia tidak suka wanitanya kedinginan seperti ini. Sehingga segera menarik Tzuyu masuk ke dalam dekapannya, "Daehyung mengalami kecelakaan."
Hati Tzuyu mendadak kaku. Kepalanya terasa sangat dingin seakan saat ember berisi balok es baru saja di siram di atas kepalanya, ia mengangkat wajah menatap Taehyung, "Kau— apa yang kau lakukan pada suamiku? Kau sudah berjanji tidak akan menganggu suamiku atau anakku jika aku menurut atas semua perintahmu. Kau melanggar janji, kau melanggar janji!" Kedua tangannya terkepal, memukul dada Taehyung berulang-kali. Mata kucingnya memerah.
Melihat raut sedih Tzuyu setelah mendengar kabar buruk Daehyung. Hatinya merasa terluka. Taehyung membenci semua perhatian dan perasaan Tzuyu untuk kakak sepupunya, meski dia tahu, Tzuyu hanya mencintai dirinya seorang dan menjaga Daehyung karena ingin sekedar membalas budi sebagai timbal balik dari kebaikan Daehyung di masa muda Tzuyu.
"Bukan aku, Kim Tzuyu. Aku memang sangat ingin menjadikanmu milikku seorang, tapi aku tidak sekejam itu sampai membuat satu nyawa melayang."
Dua kata terakhir memperjelas kondisi Daehyung seusai mengalami kecelakaan. Pria itu meninggal di saat yang bersamaan.
"Mustahil," gumam Tzuyu. "Dia berjanji akan segera kembali!"
"Daehyung meninggal di saat kecelakaan terjadi. Suster rumah sakit menghubungi aku sebagai pihak penanggung jawab Perusahaan Cabang di tangan Daehyung. Kakek, Ahjussi, dan Ahjumma belum tahu mengenai hal ini. Hanya kau dan aku yang baru mengetahuinya. Dan ya, apa kau kenal pria ini?"
Merogoh saku celana, Taehyung mengeluarkan benda pipih berwarna hitam. Membuka lock screen yang setelah terbuka langsung menunjukan foto kabur seorang pria berjaket, dia menyodorkan ponselnya kepada Tzuyu.
Mata Tzuyu yang memerah menelisik pria di foto. Terlihat sedikit kabur, tetapi masih lumayan cukup jelas untuk di lihat dan di kenali. "Aku tidak kenal dia."
"Kau yakin?"
"Sepertinya— ah-aku sempat membantu dia lima tahun yang lalu mungkin? Ini sudah sangat lama, di gang dekat toko roti Nyonya Hwang, aku menemukan dia terluka di malam hari dan aku sengaja membawanya ke rumah sakit. Kami berbincang sebentar, setelah itu tidak apa-apa lagi."
"Menjauh dari orang ini jika dia datang kepadamu suatu saat nanti."
Melupakan sejenak rasa sedih kehilangan Daehyung, Tzuyu mulai takut, "Dia bukan orang baik?"
"Yang jelas, lebih baik menghindari dia atau aku akan marah, jangan berani berdekatan dengannya di masa depan."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top