SC - 3

Irene berdiri di samping tempat duduk suaminya. Mengamati suaminya mengerjakan beberapa pekerjaan yang belum sempat selesai di kantor tadi. Bulan purnama menggantung di langit malam.

Soya membuka pintu kamar orang tuanya, memanggil sang ibu, "Eomma, apakah aku boleh tidur bersama kalian?"

"Tidak boleh. Tidurlah di kamarmu sendiri, jangan manja Soya-ah." Tolak Irene langsung.

Taehyung melepas kaca mata yang semula tertengger di batang hidung mancungnya. Tersenyum pada putrinya, "Kemari peri kecil, Appa."

Soya menghapus kesedihan di wajahnya, mengganti dengan senyuman cerah kemudian. Kaki kecilnya berlari mendekati kursi dan naik ke pangkuan Taehyung. Duduk di sana sembari membawa boneka lumba-lumba dalam pelukan.

Irene berdecak, "Kim Taehyung, biarkan Soya tidur sendiri. Kita perlu membicarakan hal penting."

"Hal penting apa? Bukannya kau hanya ingin mendapatkan uang bulanan lebih?" Tebak Taehyung, berkata tanpa menolah. Layar laptop menampilkan video anak kecil bermain barbie, Soya terfokus melihatnya. Mengabaikan aura kebencian kedua orang tuanya.

"Kalau kau sudah tahu, maka tambah jatah uang bulananku."

"Selama ini aku diam ketika kau melakukan banyak sekali pemborosan. Kali ini, aku tidak akan mengabulkan permintaanmu. Hematlah sedikit, biayamu perbulan sudah lebih dari cukup bagi wanita di luaran sana. Mengapa kau bisa begitu boros?"

"Kau pikir saja sendiri. Cantik memerlukan biaya mahal, belum lagi kebutuhanku yang lain. Lalu kebutuhan Soya, aku tidak ingin putriku mendapatkan barang tidak berkualitas yang akan membuatnya di ejek oleh teman-temannya."

Memijat kening pening, Taehyung sudah kehabisan cara mendisiplinkan istrinya sendiri. Ketika dia mulai menggurui sang istri, maka wanita itu akan mengungkit kesalahan Taehyung  di masa lalu.

Dimana keluarga Irene meninggal dalam kecelakaan karena di tabrak oleh mobil Kim Taehyung.

Alasan ini menjadi ancaman terkuat untuk membuat seorang Kim Taehyung luluh dan akhirnya memilih diam. Membiarkan Irene melakukan hal sesuka hati mengenai semua keuangan, tapi jika terus seperti ini. Maka mereka bisa jatuh miskin kapan saja, meskipun ini terdengar mustahil bila melihat ulang semua aset keluarga Kim.

"Hanya uang, apa masalahnya? Ketika kau menghilangkan 3 nyawa keluarga saja aku tidak terlalu mempermasalahkan."

Tidak mempermasalahkan pantatmu! Jika tidak mempermasalahkan, lantas ancaman tadi maksudnya apa? Bukankah itu termasuk mempermasalahkan karena selalu saja mengungkit perkara kecelakaan tersebut?

Lee Ahjumma mengetuk pintu dari luar, "Tuan, Nyonya. Ada Nyonya Sulung datang berkunjung bersama Tuan Muda."

"Aku ingin bertemu Jeongin Oppa!" Seru Soya, turun dari pangkuan Ayahnya dan lari begitu saja keluar dari kamar. Berlari menuruni anak tangga tergesa-gesa.

Tzuyu khawatir kaki kecil itu akan terpeleset jika tidak hati-hati, "Soya-ah, hati-hati."

"Ahjumma! Aku pintar berlari jangan khawatir!" Balas Soya, berlari semakin kencang saat kakinya menapak di lantai. Ia langsung menuju Jeongin dan mengajaknya bermain di kamar.

"Nyonya sulung, silahkan duduk," ucap Lee Ahjumma seraya tersenyum.

Tzuyu mengangguk sekilas, "Oke. Ahjumma, apa kesehatanmu sudah membaik?"

"Sudah, Nyonya. Semua berkat Tuan yang rajin memanggilkan dokter untuk saya."

"Syukurlah, oh ya, dimana Chenchen?"

"Noona! Aku di sini!" Chenchen berteriak dari pintu depan, masuk dengan berlari kecil. Seragam sekolah resmi masih melekat di tubuh tingginya. Kini anak itu sudah tumbuh menjadi lelaki menawan. Bersenyum manis berlesung pipi.

Lee Ahjumma pergi ke dapur mengambilkan minuman. Chenchen duduk di depan Tzuyu, menumpukan dagu di antara paha wanita tersebut, "Noona, hari ini sekolah sangat melelahkan, aku sangat setres." Ia menjeda, mengecilkan suara menjadi berupa bisikan rendah, "Apalagi ocehan si nenek lampir tadi pagi, benar-benar membuat kepalaku ingin terbelah menjadi dua. Aku lelah harus mendengar ocehan sangat memekakan telinga seperti itu setiap harinya."

Menepuk pelan pucuk kepala anak muda yang manja seperti balita di pangkuan, Tzuyu memberikan nasihat, "Jangan berbicara sembrono, Irene akan marah jika tahu kau mengatakan hal buruk tentang dia di belakang."

"Tidak perduli," Chenchen mendengus keras, mendongak menatap wajah cantik Tzuyu yang tidak pernah luntur dari tahun ke tahun, "Hyung saja juga sudah muak dengan si nenek lampir."

"Kau anak kecil, pergi ke kamarmu. Berhenti manja di depan Tzuyu." Kata Taehyung, kakinya menuruni anak tangga satu persatu. Piyama berbahan satin berwarna navy melekat di tubuh tinggi kekarnya. Rambut hitam legam di biarkan berantakan membuat kesan maskulin makin pekat pada wajahnya.

Chenchen menggaruk belakang kepalanya, mengangguk kemudian berlalu masuk ke kamarnya sendiri. Mandi, berganti baju, dan di lanjut belajar dengan Bibi Lee yang setia menemani setelah meletakan minuman untuk Tzuyu.

"Kenapa ke sini pada malam hari? Ingin membicarakan sesuatu denganku?" Tanya Taehyung, mendudukan tubuh tepat di samping wanita tercinta.

Irene pergi tidur karena kesal, Taehyung pun sudah mengunci pintu dari luar menggunakan sidik jari. Setiap rumahnya tidak menggunakan kunci melainkan menggunakan sidik jari, dengan begitu rumah terjamin lebih aman.

"Aku mengantar Jeongin yang ingin bermain bersama Soya." Jawabnya singkat.

"Oh. Mendekatlah pada tubuhku," pinta Taehyung. "Mendekatlah Kim Tzuyu, jangan menguji kesabaranku di malam hari. Aku memiliki tempramen lebih buruk di waktu malam."

Buruk, memang buruk. Kesal sedikit, pelampiasan pria itu di arahkan ke Tzuyu.

Enggan menghinggap, Tzuyu mendekat perlahan. Merapatkan tubuhnya ke tubuh Taehyung, Lee Ahjumma membuka pintu ingin mengambilkan roti untuk Chenchen. Melihat suasana di ruang tamu, ia mengurungkan niat.

Chenchen mendongak mendengar langkah kaki mendekat, "Lee Ahjumma, mengapa kembali?"

"Tuan dan Nyonya sulung memerlukan waktu berdua," ujarnya. Kembali duduk di atas lantai mendampingi Chenchen belajar.

Dengan mata menelisik soal di buku pekerjaan rumah, Chenchen berkata, "Hyung dan Noona saling mencintai. Seharusnya mereka bersama dan nenek lampir itu pergi dari hidup Hyung. Aku sangat muak melihat tingkah kasarnya kepadamu."

"Hush, jaga bicaramu. Orang yang kau sebut nenek lampir adalah istri Tuan dan ibu dari Soya."

"Aku tahu, aku tahu, hanya saja, aku sangat membencinya karena bersikap kasar kepada Lee Ahjumma. Padahal dia tahu, kau adalah wanita yang sudah membesarkan Hyung dari usia kecil. Bukankah dia harus menghormati dirimu seperti ibu mertua?"

"Chenchen, tidak semua hal baik yang kita inginkan bisa terwujud. Jika semua hal baik yang kita inginkan bisa terwujud, lantas kenapa ada orang berkekurangan?"

"Benar juga. Jadi, apakah Hyung dan Noona bisa terus bersama? Hubungan diam-diam mereka bukan hal yang memiliki hasil pasti dan akurat."

"Mari kita lihat, sampai kapanpun, kita harus mendukung mereka berdua."

"Tentu saja!" Pekik Chenchen semangat, menepuk dadanya bangga, "Aku bisa bertemu dengan Lee Ahjumma dan bisa hidup baik hingga kini karena mereka berdua. Sudah pasti aku selalu mendukung kapal Hyung dan Noona! Chenchen adalah pendukung nomer satu hubungan Taetzu!"

Lee Ahjumma mengulang sepenggal kalimat, "Taetzu?"

"Singkatan dari Taehyung dan Tzuyu. Bagus bukan?"

Lee Ahjumma terkekeh, mengangguk setuju, "Sangat bagus," jempolnya teracung tinggi. "Suatu saat Tuan dan Nyonya Sulung pasti mempunyai masa untuk bersama selamanya!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top