Hanahaki II

London, 30 Januari 2014

"Rei!!" rengekku. Kupukuli punggungnya berkali-kali.

"Ada apa?" tanya Rei. Sedari tadi dia sibuk menyetel senar gitarnya tanpa memedulikan adanya kehadiranku di kamarnya. Aneh, entah ini hanya perasaanku saja atau memang akhir-akhir ini Rei agak ... um, berubah.

"Aku ... um, sepertinya aku dan James saling menyukai. Uh, aku harus bagaimana, ya?" tanyaku. Kuharap Rei mau memberikan saran bijaknya untukku.

"Hah? Kenapa kau bisa dengan mudahnya menyimpulkan seperti itu?" tanya Rei. Suaranya terdengar agak meninggi.

"Kau tahu, kan? Kalau akhir-akhir ini kami sering pergi keluar berdua? Bukankah kau yang menyarankannya?" tanyaku beruntun. Kulingkarkan kedua lenganku di pundak Rei, bermaksud meluluhkan hatinya yang sekarang sedang keras seperti batu.

Sekilas kudengar Rei tampak mengembuskan napas panjang. Dan, entah kenapa napasnya agak terdengar janggal di telingaku. Uh, entahlah tetapi, rasa-rasanya ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokan Rei.

"Apa amandelmu membesar, Rei?" tanyaku.

"Aku baik. Kau tidak perlu khawatir!" jawab Rei gelagapan. Ha! Sudah pasti terdapat sesuatu yang dia berusaha sembunyikan dariku.

"Duduklah dan dengarkan baik-baik saran cinta dariku ini, ya!" ucapnya lagi yang langsung membuatku duduk manis di sebelahnya. Lalu dengan bodohnya ... aku melupakan sesuatu yang terasa janggal tentang napas Rei.

🦉

London, 3 Februari 2014

Hari ini aku melakukan semua saran yang dikatakan oleh Rei kepadaku tempo hari. Rei bilang aku harus berani, maka aku akan benar-benar berani!

Aku menghampiri seorang pemuda jangkung yang mengenakan setelan jaket baseball navy juga celana jeans yang terdapat sobekan di area lututnya. Sadar aku menghampirinya, pemuda itu pun langsung mengembangkan senyuman termanisnya. Tangan kanannya melambai-lambai kepadaku.

"James! Aku-aku--" Ucapanku seketika disela oleh pemuda yang ada di depanku ini, James.

"Jennet, should I tell you the truth?" tanyanya misterius. "Wanna have a date with me?"

Tanpa diduga, James, pujaan hatiku mengungkapkan perasaannya lebih dulu! Ah, betapa bahagianya aku hari ini. Tanpa banyak basa-basi, aku pun langsung mengangguk mantap. Tentu saja aku ingin menjadi kekasihnya.

"Yes, James. I love you too!" balasku malu.

Aku jadian dengan James dan hal tersebut langsung kuberitahu kepada Rei via email di ponsel. Ah, aku bahagia. Dan itu semua berkat saran dari Rei.

Terima kasih, Rei! Kau sahabat terbaikku.

🦉

London, 7 Februari 2014

Ini adalah hari terburukku. Rei sakit dan sekarang dia sedang dirawat di rumah sakit. Ibunya berkata bahwa Rei mengalami masalah dengan paru-parunya. Ah, sial! Sudah kuduga ada yang tidak beres dengan napasnya.

Sore itu aku menghampiri Rei yang sedang terbaring di atas ranjang kecilnya. Dia yang tadinya sedang asik membaca komik, seketika langsung tertegun begitu menyadari keberadaanku di ruangan rawat inapnya. Entah hanya perasaanku saja atau bukan, tapi tatapan Rei begitu melihatku terlihat agak aneh.

"Uhuk! Oh, tidak kencan bersama James?" tanyanya basa-basi.

"Ih, kau menyebalkan, Rei! Kenapa tidak bilang kalau kau sakit?!" bentakku sambil mencubiti lengannya pelan.

"Ah, hehe. Aku hanya tidak ingin kau khawatir, uhuk!" Lagi-lagi Rei terbatuk dan napas yang keluar dari mulutnya terdengar aneh bagiku. Aku sampai yakin bahwa memang ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokan pemuda itu.

Belum sempat kekhawatiranku itu habis, tiba-tiba saja sesuatu keluar dari mulut Rei ketika dia terbatuk-batuk. Astaga, betapa kagetnya aku! Seketika mataku dibuat terbelalak lebar begitu melihat benda yang sekarang menumpuk di telapak tangan Rei.

"B-b-bunga krisan kuning?" gumamku syok.

"Uhuk! K-kau tidak perlu khawatir, Jennet! Pergilah! Uhuk uhuk!" Lagi dan lagi, bunga-bunga kecil itu terus keluar dari dalam mulut Rei setiap dirinya terbatuk. Dan lama-kelamaan batuk Rei malah terlihat semakin parah.

"Akan kupanggilkan dokter!!" seruku panik. Buru-buru aku berlari keluar ruangan. Berusaha mencari siapa saja manusia yang berpenampilan seperti dokter. Ah, sial! Kuharap Rei baik-baik saja.

Kau masih akan menyanyikan lagu untukku, kan, Rei?

🦉

London, 12 Februari 2014

Kondisi kesehatan Rei dinyatakan kritis. Hatiku benar-benar sakit begitu mendengar kabar itu lewat mulut ibuku. Ibuku mendengar semuanya dari dokter yang bertugas merawat Rei sewaktu dirinya menjenguk ke rumah sakit.

Dokter itu berkata, Rei menderita penyakit pernapasan yang langka di mana bunga-bunga krisan tumbuh subur di dalam saluran pernapasannya. Dan, penyakit itu disebut Hanahaki. Penyakit langka yang biasanya ditemukan di Jepang.

Ah, bertahun-tahun bersahabat dengannya, aku sampai lupa bahwa Rei berasal dari Negeri Sakura tersebut.

Aku mengintip dari jendela kecil yang terpasang di permukaan pintu ruang rawat Rei. Berbeda dari sebelum-sebelumnya, kini berbagai peralatan medis yang belum pernah kulihat saling tersambung ke tubuh Rei.

Ya, Tuhan, kenapa hal seperti ini bisa terjadi kepada sahabatku yang paling berharga?! batinku menjerit penuh rasa pilu.

"Kapan aku boleh masuk?" tanyaku kepada seorang suster yang baru saja kembali dari dalam ruang rawat Rei.

"Entahlah, saat ini pasien sedang--" Lagi-lagi jawaban tidak berguna. Refleks, ucapan sang suster pun langsung kusela.

"Aku ingin menghibur sahabatku, Rei. Dia pasti kesepian di dalam sana," selaku dengan suara yang mulai terdengar parau.

"Yah, aku mengerti perasaanmu. Tapi kau belum diizinkan masuk ke sana," jawab sang suster.

🦉

London, 20 Februari 2014

Hari ini keadaan Rei membaik. Ibuku berkata bahwa aku sudah boleh menjenguknya. Maka, sepulang sekolah aku mengajak James untuk menemaniku menjenguk Rei.

James bukanlah tipe pemuda yang pencemburu. Jadi begitu kujelaskan bahwa Rei adalah sahabat karibku sejak kecil, dia hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. James bilang, dia jadi bersimpati dengan keadaan Rei. Huft, syukurlah!

Jarak rumah sakit yang menjadi tempat perawatan Rei tidak begitu jauh dari sekolah. Jadi kami hanya perlu menaiki bus satu kali dengan waktu tempuh selama lima belas menit.

Rei menyambut kedatangan kami dengan ramah. Dia juga dengan senang hati berkenalan dengan kekasihku, James. Aku lega melihat keadaannya yang mulai membaik. Bahkan sekarang jumlah alat-alat bantu pernapasan yang tersambung dengan dirinya sudah berkurang.

"Kau pasti sembuh, kan, Rei?" tanyaku.

"Tentu saja," jawabnya. "Nanti aku pasti akan bernyanyi lagi untukmu!"

"Janji?" tanyaku penuh harap.

Rei terdiam sesaat, pandangannya turun menatap permukaan selimutnya yang bermotif gelembung. Namun, beberapa saat kemudian dirinya mendongak. Bibir pucatnya tersenyum manis kepadaku, "Iya, aku janji, Jennet."

Ya, Rei. Aku mau itu. Aku ingin kau bernyanyi lagi untukku. Jadi, cepatlah sembuh, wahai sahabat batinku.

🦉

London, 22 Februari 2014

Pagi itu langit kelabu mewarnai seluruh kota. Rintik-rintik hujan mulai turun dengan derasnya. Hari ini, aku benar-benar putus asa. Untuk pertama kalinya kurasakan rasa sakit yang begitu nyata di rongga dada.

Rei, kau pembohong. Kau bilang kau akan sembuh, kan?

Namun, kenapa sekarang matamu terus tertutup, Rei? Dan, apa-apaan dengan senyum tipis itu?

Hei, ayo buka kelopak mata itu! Ini sudah siang, kita tidak boleh terlambat ke seko--

GREP. Ibuku memeluk tubuhku dengan erat. Aku yang masih dibalut dengan seragam sekolahku, kini hanya bisa membelalakan mataku lebar-lebar. Kupandangi wajah pucat Rei dengan tatapan kosong. Sesuatu di tenggorokanku, perlahan naik ke permukaan dan hal itu membuat napasku tersenggal-senggal.

Sakit. Astaga, ini sakit sekali. Lalu dari mulutku, keluar bunga kecil berwarna putih dengan garis-garis cokelat yang ramping. Astaga, ini bunga asphodel.

Rei, aku tidak tahu kalau selama ini rasanya sesakit ini. Kenapa kau merahasiakannya dariku?

Bukankah kau ... sahabat terbaikku?

🦉

London, 23 Februari 2014

Aku tidak tahu harus menuliskan apalagi. Sedari tadi air mataku terus berjatuhan tanpa henti. Seluruh tubuhku gemetaran. Barisan paragraf tentang penyakit yang diderita Rei muncul di layar monitorku bagaikan sebuah tangan yang menampar wajah dengan keras.

Hanahaki Byou (花吐き病) atau yang biasa disebut Hanahaki Disease, merupakan sebuah penyakit yang menyerang saluran pernapasan manusia. Penyakit ini mengakibatkan tumbuhnya kebun bunga di paru-paru manusia. Bunga-bunga itu akan terus mekar dan bertumbuh hingga menyumbat sistem pernapasan, termasuk batang tenggorokan. Bila sudah parah, penderitanya dapat meninggal karena kekurangan oksigen.

Penyakit ini diakibatkan oleh rasa sakit hati yang berasal dari perasaan cinta penderita yang tidak berjalan mulus.

"Maaf, Rei."

🦉

"Maafkan aku, Jennet. Perasaanku kepadamu terus tumbuh tak tertahankan. Ini bukanlah perasaan sayang yang biasa kau dengar terlontar dari mulutku di waktu-waktu yang lalu.

Perasaan ini adalah perasaan dari seorang laki-laki terhadap perempuan. Namun, sebagai sahabat aku tidak mungkin mengungkapkannya kepadamu. Kau adalah sahabat terbaikku. Aku menyayangimu."

-- Rei Tomoya

---x---

Diriku yang muak dengan keberadaan cinta itu sendiri, langsung mengguratkan takdir baru untuk mereka. Bunga krisan kuning untuk cinta yang diabaikan dan bunga asphodel untuk sebuah penyesalan abadi.

Ah, sampaikan maafku untuk Jennet dan Rei. Aku harus pergi ke buku baru.

• T-Rex

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top