Study Tour
Sebentar lagi. Hampir semua siswa sampai lebih awal dari jadwal pemberangkatan. Aku rasa mereka terlalu tidak rela meninggalkan kelas mereka hanya untuk beberapa hari. Hanya 5 hari. Masa nggak rela.
Aku masuk ke kelasku. Di sana juga sudah banyak yang berangkat. Shinta salah satunya. Saat masih di depan gerbang, aku SMS Shinta. Balasannya hanya 'Aku ada di kelas. Masuk aja. Udah rame.' Terlalu cuek.
"Hai, La. Sini deh aku mau kasih tau kamu sesuatu." Kalimat pertama yang keluar saat aku terlihat oleh matanya sedang berdiri di pintu. Aku mendekat. Duduk di sebelahnya. Ya, karena memang itu tempat dudukku di hari-hari biasa.
"Apa?" Tanyaku dengan nada datar.
"Nih, liat deh. Aku abis cari info tentang semua objek kita. Lumayan. Ada pusat perbelanjaannya juga. Eh, maksudnya oleh-oleh. Nggak apapa kan kalo kita belanja sebelum jadwalnya. Udah gatel nih tangan." Temenku yang satu ini, pikirannya belanja mulu.
"Terus, nanti kan nggak mungkin kalo pembina terus mengawasi. Jadi kita bisa bebas. Dan, bla bla bla..." Panasnya telingaku. Ku rasa si Shinta berusaha jalan-jalan ke tempat terlarang.
"Perhatian kepada seluruh siswa kelas 2, dimohon untuk segera berkumpul di halaman depan sekolah. Info selanjutnya bisa diminta dari walkel. Terimakasih."
"Keluar yuk." Ajakku memotong ocehan Shinta yang membosankan.
"T-tapi...." aku tarik satu tangan Shinta. Keluar dari kelas. Seperti yang sudah diumumkan, kami berkumpul di halaman depan sekolah.
Ternyata tidak hanya para siswa yang berkumpul,tapi pembina sudah pasti, dan tambahan beberapa bus yang tidak terlalu besar. Tak ada kru bus. Karena kami akan pergi ke tujuan wisata bukan naik bus. Tapi pesawat. Bus-bus yang terparkir di halaman depan sekolah itu hanya akan mengntarkan kami ke bandara.
Sampai di bandara, kami turun dari bus. Pesawatnya tidak pesan. Kami hanya mengikuti jadwal yang ada. Tapi kursinya sudah pesan. Dan diatur berdasarkan nomor absen. Tapi tetap saja. Masih banyak yang duduknya seenaknya sendiri. Ya, termasuk aku. Tidak. Tapi teman sebelahku. Seharusnya aku duduk bersama Melly. Tapi malah sebelah kiri ku jadi ada Shinta. Aku duduk di sebelah jendela. Kebiasaan dari kecil. Duduk di sebelah jendela bisa dibilang sebagai favorite.
Saat aku membereskan barang-barang, ada orang yang menepuk pundakku. Tapi aku hanya melihatnya sekilas. Lalu sibuk melanjutkan pekerjaanku. Dan dia malah melakukan hak lain. Menepuk lagi dan memanggil.
"Laila." Suaranya berbisik di dekat dengan telingaku. Reaksiku, memiringkan kepala mencoba menghindari angin yang menelisik telingaku. Saat aku menoleh, ku kenal wajah orang itu.
"Doni?!" Aku terkejut tak seharusnya Doni ada di sini. Kami beda pesawat. Tapi kenapa.
"Hai, aku mau kasih kamu apa yang udah aku janjiin." Janji? Janji apa? Kau punya terlalu banyak janji padaku. Tapi yang mana.
"Ini. Untukmu. Ku harap kau suka." Sambil memberiku sebuah buku. Aku menerimanya.
"Aku membuatnya sendiri. Jadi, maaf kalo agak ancur. Hehe~" ku coba membuka. Tapi tangan Doni bergerak cepat. Dia berusaha menghalangiku membuka bukunya.
"Jangan! Jangan buka sekarang. Aduuh, kamu blak-blakkan deh. Aku gugup tau kalo kamu buka sekarang. Bacanya ntar kalo aku udah pergi. Aku, pergi sekarang ya? A-aku, pergi dulu. D-daah." Awalnya nadanya lumayan tinggi. Tapi kemudian dia jadi tegang, gugup, dan malu. Hingga terbata-bata gitu.
Dia keluar. Ku buka buku itu. Tulisan tangan yang khas milik Doni menghiasi halaman pertama. Aku rasa itu judulnya.
Kumpulan Lirik dan Kunci Lagu yang Sering diPutar
~Buat Laila~
Terlalu kekanak-kanakkan. Aku kan bisa cari di internet. Kenapa malah dia tulisin. Coba ku buka. Halaman satu. Judul lagu.
"La. Cepet duduk. Nggak pegel apa? Bentar lagi mau berangkat." Perintah Shinta menghentikan niatan ku. Aku menurut.
Setelah duduk dengan baik, ku buka lagi buku lagu itu. Tak ada daftar isi. Jadi aku hanya bolak-balik membuka. Hanya membaca judulnya saja. Tepat seperti yang ku minta dulu. Isinya semua lagu yang ku suka. Aku ingat.
'Aku mau kasih kamu kejutan.'
Apa ini yang dia maksud. Padahal aku mintanya sejak kami kelas satu. Tapi baru jadi sekarang. Mungkin Doni sibuk. Yang penting dia udah nepatin janji. Btw, ngomongin masalah musik, Doni punya janji lain. Dia berjanji akan mengajari ku cara bermain piano. Tapi bahkan sampai sekarang tak pernah terjadi.
Perjalanan sekitar 1 setengah jam. Samapi di bandara kota tujuan, kami turun. Karena berangkatnya sore, sampainya malam. Kami istirahat di salah satu hotel yang ada. Istirahat satu malam cukup. Besok kami lanjutkan berkeliling pulau dewata ini.
Fuuh~ Beberapa objek sudah kami kunjungi. Dua hari dua malam sudah kami lewati. Satu hari satu objek. Batas waktunya dari siang sampai sore. Jarak antara hotel dan objeknya juga tak jauh. Bus biasa masih bisa menjangkau.
Di tujuan utama, yaitu sebuah pantai dengan pasir putih nan cantik luas membentang. Kami menggelar tikar di sepanjang tepian. Seperti saat di sekolah. Beberapa anak, termasuk aku dan Shinta duduk berkelompok.
Saat kami sedang asik mengobrol, tiba-tiba beberapa batu pantai yang berukuran kecil melayang mengenai tubuh Shinta. Sontak Shinta menoleh ke arah sumber batu-batu itu.
"Ih, siapa sih yang iseng?" Kata Shinta sedikit marah. Pandangannya ke arah kelompok Doni. Di sana ada Doni, Gilang, Ferdy, dan juga Bayu. Mereka terlihat biasa-biasa saja. Tapi yang paling terlihat aneh Ferdy. Dia terlihat tertawa-tawa sendiri nggak jelas. Yang lain malah seperti sedang menertawai sambil memberi isyarat pada Ferdy. Shinta tau kalau yang melempar batu itu adalah Ferdy. Dia segera bereaksi.
"Eh, Ferdy. Jangan usil dong." Jengkel Shinta pada Ferdy.
"Eh, kok aku. Aku salah apa?" Tanya Ferdy berpura-pura tak tahu sambil terus tertawa.
"Udahlah nggak usah ngeles. Aku tau kalo yang nglempar batu itu kamu. Ayo cepet minta maaf." Tuntut Shinta.
"Kok minta maaf? Ya udahlah. Maaf nggak sengaja. Padahal tadi aku mau nembak Laila loh."
"Eh, apaan sih?!" Cekalku.
"Haha~ Beneran kok. Niatnya mau nembak kamu. Malah kenanya Shinta. Jangan GR ya Shin. Aku nggak sengaja. Bwahaha~" Hih, keras amat si Ferdy kalo ketawa.
"Udahlah La. Nggak usah diurusin bocah nggak waras kaya dia.
#in the different place
Doni
Si Ferdy emang keterlaluan. Seenaknya aja kalo buang batu. Ke anak cewek lagi. Dasar. Aku hanya ikut-ikutan ketawa aja. Terserah dia aja.
"Kok minta maaf? Ya udahlah. Maaf nggak sengaja. Padahal tadi aku mau nembak Laila loh."
Deg- Apa yang dia katakan. Apa, dia bilang dia mau nembak Laila. Nggak tau diri. Ngomong kaya gitu tanpa berfikir dua kali.
Tanganku mengepal erat. Raut wajahku kesal. Ingin sekali menampar wajah tawanya. Sial.
#Back to Story
Hari ini juga cukup melelahkan. Sudah hari ke lima. Besok, pagi-pagi sekali kami akan pulang. Malam ini kami di sarankan untuk istirahat sepenuhnya. Lagi-lagi. Sikap ke kanak-kanakkan mereka.
"Yah, sayang ya. Padahal aku mau lebih lama lagi di sini. Di Bali, dan hotel mewah ini. Sayang sekali. Aku bener-bener nggak rela." Keluh shinta.
Dia selalu saja begitu. Padahal di kamar ini, dia yang paling menikmati fasilitasnya. Yang lain, aku, Regina, dan Nisa, tak terlalu memperdulikan. Tapi Shinta terlalu berlebihan menanggapinya. Kata apa yang tepat? Hmm, hmm, katrok.
Malam terakhir, aku habiskan untuk istirahat. Tapi tak sepenuhnya begitu. Aku kembali bernyanyi sambil mendengarkan lagu yang sudah dicatat Doni untukku. Ku hayati lagi. Lantunan musiknya, suara merdunya. Ah, malam ini terasa sempurna. Ku ingat kembali masa-masa indah kita yang lambat laun sirna.
~~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top