9. Masa Depan Mengerikan
Talia berdiri di lorong lantai dua gedung Departemen Beast Tamer. Tidak ada siapa pun di sana kecuali seorang anak laki-laki berambut abu-abu, Ludwig Gothe. Ia berdiri di depan jendela besar di sisi lorong tersebut. Ludwig hanya berdiri dalam diam sambil mengamati lapangan penghubung ke gedung asrama yang ada di bawah. Pemuda itu terus melihat ke arah itu seolah menunggu sesuatu.
Talia berjalan mendekati Ludwig dan mengikuti arah pandangannya. Saat itu senja hari, tepat di jam pulang sekolah. Para siswa saling bergerombol keluar dari gedung sekolah seperti kawanan lebah yang keluar dari sarang. Kebanyakan dari mereka berjalan ke arah asrama. Namun tak sedikit pula yang langsung mendatangi ruang makan di Aula Utama gedung Akademi.
Ludwig masih diam dan mengamati tanpa bergerak selama beberapa waktu. Gerombolan siswa-siswi mulai surut. Hanya tinggal satu dua rombongan yang mengitari lapangan. Berjalan tanpa peduli akan kenyataan bahwa seseorang mengamati mereka dari atas sini. Talia masih tidak mengerti tentang masa depan yang dilihatnya itu. Sebenarnya apa yang dilakukan Ludwig?
Hingga mendadak Ludwig bergerak dan tampak tertarik pada sesuatu. Ia berjalan lebih dekat ke jendela dengan satu telapak tangannya menyentuh kaca. Ludwig bahkan menyeringai penuh semangat sambil masih mengamati lapangan. Talia mengikuti arah pandangan pemuda itu dan menemukan dirinya tengah berjalan sendirian membelah lapangan.
Dengan kening berkerut, Talia menyaksikan dirinya yang berjalan tergopoh-gopoh menuju Asrama saat senja hampir hapis. Suasana sudah mulai gelap tapi Talia bisa melihat dengan jelas bahwa itu memang dirinya sendiri. Dari reaksi Ludwig yang berubah, Talia yakin pemuda itu memang sedari tadi tengah menunggu dirinya di masa depan keluar dari Akademi dan melintasi lapangan. Tapi kenapa?
Pertanyaan tersebut segera terjawab karena tiba-tiba Ludwig kembali membuat gerakan. Kini bibirnya yang bergerak menggumamkan sesuatu. Talia mendekat untuk bisa mendengar lebih jelas.
“… sekarang. Bunuh perempuan itu … ,” gumam Ludwig dengan suara rendah.
Aura membunuh pemuda itu terasa begitu menekan hingga membuat Talia tersentak ke belakang. Talia yang terkejut gagal menguasai diri lantas jatuh tersungkur karena kakinya terpeleset di lantai lorong yang licin. Tepat saat pantatnya menyentuh lantai, terdengar teriakan melengking dari bawah sana. Talia kenal betul dengan suara teriakan tersebut. Itu suaranya! Buru-buru ia menoleh ke jendela dan mendapati dirinya di masa depan kini tengah berhadapan dengan seekor Dirlagraun hitam yang tiga kali lebih besar dari tubuhnya.
“Apa-apaan?” pekik Talia yang terkejut melihat masa depannya tengah bertarung dengan seekor monster buas.
Talia yang ada di lapangan kini tengah melancarkan beragam sihir untuk menghalau serangan sang Dirlagraun. Kedua tentakel hewan buas itu terus menyambar-nyambar tubuh Talia. Gadis itu hanya bisa menepisnya dengan sihir angin sederhana sementara sang hewan buas sudah menggerung, bersiap untuk menerkam.
“Sekarang, Binatang.” Suara geraman Ludwig terdengar sangat bengis. Detik itu juga sang Dirlagraun menerkam tubuh Talia yang ada di lapangan, tanpa bisa dicegah oleh siapa pun. Talia sontak menutup matanya dari pemandangan mengerikat yang membuat jantungnya begitu ketakutan.
Penglihatannya kembali gelap dan kini Talia sudah kembali berada di perpustakaan bersama Ludwig Gothe yang mengecup punggung tangannya. Secara otomatis Talia menarik jemarinya yang digenggam oleh Ludwig. Seluruh tubuhnya masih gemetaran dan keringat dingin mulai membasahi tengkuk dan telapak tangan Talia.
Ludwig tak kalah terkejut karena Talia mendadak menarik telapak tangannya dari genggaman pemuda itu. Ia menatap Talia dengan ekspresi yang sulit dipahami. Bagaimana bisa mata abu-abu yang sama seperti milik Kyle itu sama memiliki kesan yang sangat bertolak belakang? Mata Kyle terasa dingin dan kesepian. Sementara kedua mata Ludwig saat ini begitu sarat dengan kekejaman dan intimidasi.
“Ah, maafkan aku. Aku … hanya terkejut karena kau tiba-tiba mengecup tanganku. Aku belum terbiasa dengan sopan santun di kekaisaran,” kilah Talia sembari menghindari tatapan Ludwig. Kilasan penglihatan masa depan yang baru saja ia saksikan masih menyisakan rasa ngeri yang membuat gadis itu gemetar ketakutan. Ludwig jelas-jelas mengincarnya dengan Dirlagraun. Orang ini ingin membunuh Talia! Tapi kenapa?
“Tampaknya kau bukan bangsawan kekaisaran. Apa kau putri Count Ortega dari wilayah pelabuhan kecil di selatan?” tanya Ludwig dengan suara seramah mungkin. Keramahan yang berbisa.
“I, itu benar. Aku hanya bangsawan pinggiran. Maafkan ketidaksopananku,” sahut Talia tergagap.
Ludwig tampak tersenyum penuh pemahaman. “Seharunya aku yang meminta maaf, Lady. Aku telah membuatmu merasa tidak nyaman,” sahut pemuda itu dengan senyum merekah. Senyuman yang menurut Talia lebih menyerupai seringai berbahaya.
“A, apa ada yang ingin kau katakana padaku?” tanya Talia langsung menanyakan maksud Ludwig mendatanginya.
“Tidak ada yang khusus. Aku hanya ingin mengenal teman-teman adikku. Seperti yang kau tahu, Kyle bukan anak yang mudah didekati. Meski begitu aku senang melihatnya memiliki teman di Akademi. Terutama setelah apa yang terjadi pada anak alkemis itu. Kuharap kau bisa tetap berteman dengan Kyle serta memperlakukan adikku dengan baik,” ungkap Ludwig.
Padahal kau sendiri yang membuat Leo menjauh dari sisi Kyle, tapi omong kosong apa yang kau katakana sekarang? Pikir Talia mencoba menahan diri.
“Tentu saja. Kyle bukan anak yang jahat. Dia hanya canggung berhadapan dengan orang lain. Itu bukan hal yang buruk,” jawab Talia yang mulai bisa menguasai rasa takutnya. Gadis itu tidak lagi gentar menghadapi Ludwig setelah ingat apa yang sudah pemuda itu lakukan terhadap Leo. Amarah membuat Talia melupakan rasa gentarnya.
“Syukurlah kalau begitu. Aku bisa tenang dan membiarkan Kyle belajar dengan nyaman di Akademi,” ujar Ludwig sembari mengangguk sopan.
Talia membalas anggukan tersebut dengan kaku. “Kau tidak perlu cemas,” jawabnya pendek.
Ludwig tersenyum lagi mendengar jawaban itu. Talia sudah muak melihat senyuman pemuda itu yang sama sekali tidak tulus di matanya. Meski begitu ia tidak mengatakan apa-apa lagi. Talia hanya bisa berdoa dalam hati agar Ludwig segera meninggalkannya sendirian. Beruntung doanya kali ini langsung terkabul.
“Sepertinya aku harus pergi sekarang. Hari sudah mulai gelap. Sebaiknya kau juga segera kembali ke asrama. Akhir-akhir ini banyak hal berbahaya yang berkeliaran di Akademi. Sebaiknya kau juga berhati-hati, Lady,” lanjut Ludwig dengan senyum samar.
Talia tak menjawab dan hanya mengangguk pelan melepas kepergian Ludwig. Pemuda itu pun berbalik pergi dan meninggalkan Talia yang langsung tersungkur ke lantai dengan kaki gemetaran. Talia kembali mengingat adegan saat dirinya diterkam oleh Dirlagraun tanpa bisa melawan. Hewan buas itu memang tengah dikendalikan oleh Ludwig. Kenapa dia mengincar dirinya sekarang? Apa alasan Ludwig menyerang Leo, lalu sekarang Talia? Hanya ada satu benang penyambung dari kejadian ini. Mereka berdua adalah teman Kyle. Sebelum semuanya terlambat, Talia harus segera menemui Kyle sekarang juga.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top