58. Berjanji
"Yah, aku punya alasan melakukannya," gumam Ludwig sembari bertopang dagu.
Alasan macam apa yang membuat seseorang melukai orang lain. Benar-benar tidak masuk akal. Talia semakin merasa bahwa Ludwig adalah orang yang sangat bermasalah. Seharusnya dia memang tidak terlibat dengan orang itu sedari awal.
"Kau sepertinya meragukanku," komentar Ludwig sembari menatap wajah Talia. Ekspresi gadis itu nampaknya memang sangat buruk. Semua pikirannya seperti tergambar di wajah. Talia memang tidak berusaha menutupinya.
"Kau hanya bertindak seskukamu. Melukai orang-orang yang tidak bersalah hanya karena kau tidak menyukai mereka berada di dekat Kyle. Itu sangat kekanak-kanakan dan memalukan. Kau sama saja seperti mengakui kalau dirimu itu lebih lemah dibanding Kyle," geram Talia berubah kesal.
Ludwig menegakkan punggungnya sembari melipat tangan. Pemuda itu menatap Talia dengan tajam, seolah bisa menguliti lawan bicaranya hanya dengan tatapan. Talia tak bergeming. Ia balas menatap Ludwig tanpa gentar. Namun pada akhirnya gadis itu merasa kalau pembicaraan tersebut tidak akan menghasilkan apa-apa. Karena itu lebih baik Talia pergi dan tidak perlu berurusan dengan Ludwig lagi.
"Lupakan saja permintaanku tadi. Aku lebih baik berlatih sendiri daripada harus bersamamu," lanjut gadis itu sembari bangkit berdiri dari tempat duduknya.
Tiba-tiba Ludwig menahan tangan Talia. Pemuda itu menggenggam erat pergelangannya hingga Talia pun terpaksa berhenti berjalan dan menoleh dengan gusar.
"Aku akan melatihmu. Nanti malam datanglah ke hutan terlarang selepas jam makan. Aku akan menunggu di tempat biasa," kata Ludwig lantas bangkit berdiri dan melepaskan genggamannya dari pergelangan tangan Talia.
Setelah mengatakan hal tersebut, pemuda itu pun berlalu pergi meninggalkan Talia yang masih berdiri dengan kesal.
"Kenapa dia menyebalkan sekali. Seharusnya aku yang pergi lebih dulu. Tapi sekarang dia justru meninggalkanku," gumam gadis itu berang.
***
Selain pertemuan menyebalkan dengan Ludwig pagi tadi, tidak ada lagi kejadian yang bermasalah hari ini. Semua berjalan seperti biasa. Talia mengikuti pelajaran di kelas, lalu berlatih sihir di ruang rahasia sembari makan siang, hingga akhirnya pulang ke asrama.
Gadis itu sudah nyaris lupa tentang janjinya untuk menemui Ludwig selepas makan malam. Ia sudah merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur ketika mendadak jendela kamarnya diketuk-ketuk. Dengan heran gadis itu pun bangun dari tempat tidurnya. Ia menatap jendela kamarnya yang tertutup dengan sikap waspada. Kamarnya berada di lantai dua. Jelas bukan orang normal yang sedang mengetuk jendelanya.
Karena Talia tidak segera membuka jendela, makhluk yang ada di luar itu pun terdengar merayap ke atas. Talia mengikuti arah suara tersebut hingga akhirnya di kisi-kisi jendelanya, menyembul kepala ular hitam legam dengan mata kuning yang nyalang. Pterotos!
Talia mengutuk dalam hati dan segera memanggil Smoke. Dengan sigap gadis itu melemparkan api ke arah sang monster ular bersayap tersebut. Namun pterotos itu langsung lenyap setelah menjatuhkan sepucuk surat dengan segel merah yang rapi ke dalam kamar Talia.
"Apa dia benar-benar sudah pergi, Smoke?" tanya Talia sembari memperhatikan setiap sudut jendelanya, khawatir kalau pterotos tersebut akan kembali menyusup saat Talia lengah.
"Sepertinya hewan itu hanya sedang mengantar surat. Apa perlu aku mengejarnya? Dia belum cukup jauh," tanya Smoke menawarkan.
Talia menggeleng pelan sembari menengok ke arah lantai di bawah jendela. Benar saja. Ada sepucuk surat terjatuh di bawah sana.
"Tidak perlu, Smoke. Yang penting kau bisa memastikan kalau hewan itu sudah pergi," sahut Talia melarang Smoke pergi keluar kamar. Ia tidak ingin spirit apinya itu menarik perhatian siapa pun.
"Baiklah," jawab Smoke ringan. "Ngomongo-ngomong itu bukan surat biasa. Kalau dari energi sihirnya, sepertinya surat itu adalah gulungan sihir untuk berpindah tempat. Apa ada yang mau menjebakmu? Perlu kubakar suratnya?" lanjut Smoke tampak antusias setiap kali ada skesempatan untuk membakar dan menghancurkan sesuatu.
"Tunggu, Smoke. Jangan dibakar dulu," ucap Talia melarang. Gadis itu latas berpikir. Dilihat dari pterotos yang datang membawa surat tersbut, bisa dipastikan kalau Ludwig adalah orang yang mengiriminya gulungan sihir. Tapi kenapa?
Gadis itu mencoba mengingat-ingat, hingga akhirnya ia pun menyadari kalau dirinya seharusnya bertemu dengan Ludwig mala mini. Talia benar-benar lupa.
"Haruskah aku ke sana? Tapi aku belum menyetujui untuk latihan bersamanya mala mini. Tunggu. Apa permintaan Ludwig tadi pagi itu semacam perintah dari senior? Apa aku akan kelihangan kekuatan kalau aku tidak menurutinya?" Talia terus bergumam pada dirinya sendiri sembari terus menatap surat di lantai itu.
"Kita bakar saja suratnya." Smoke menimpali.
"Jangan, Smoke! Aku bisa terkena masalah kalau kau membakarnya. Sebaiknya kau kembali ke dimensimu. Kepalaku sakit melihatmu terbang berputar-putar di atas surat seperti itu" tukas Talia kemudian mengembalikan Smoke kembali ke dimensi spirit.
Kini Talia sudah sendirian di kamar asramanya, menghadapi keraguan gara-gara surat kecil itu. Sampai beberapa menit kemudian, gadis itu akhirnya membuat keputusan.
"Oke, aku akan kesana. Aku tidak mau terkena resiko kehilangan kemampuan sihir," gumam Talia pada dirinya sendiri.
Gadis itu lantas bersiap-siap dengan cepat dan segera mendekati surat bersi scroll berpindah tempat itu. Sambil menarik napas panjang, gadis itu pun membungkuk dan mengambil surat tersebut. Talia membuka segelnya dan seketika tubuhnya terasa seperti disedot masuk ke dalam amplop surat. Hanya perlu beberapa detik sampai akhrnya seluruh tubuh Talia lenyap dari dalam kamar asramanya.
Sensasi seperti tersedot dirasakan Talia selama menggunakan sihir berpindah. Ini adalah pengalaman keduanya menggunakan sihir tersebut. Rasanya sedikit tidak nyaman dan mual. Akan tetapi Talia menahannya dengan baik.
Sebenarnya seberapa banyak uang Ludwig sampai-sampai bisa memberikannya dua scroll sihir mahal pada Talia. Satu scrollnya saja bisa seharga sebuah tambang mineral. Dan Ludwig justru menghambur-hamburkannya hanya untuk memanggil gadis itu datang. Talia benar-benar tidak pernah bisa memprediksi isi pikiran orang itu.
Akhirnya, setelah perjalanan selama dua menit lamanya, kedua kaki Talia pun berhasil menapak di tanah basah. Gadis itu sudah membawa emblem singa emasnya sehingga bisa masuk ke dalam Hutan Terlarang tanpa masalah.
"Padahal kau yang memintaku untuk melatihmu. Tapi kau datang terlambat sekali. Apa aku harus menjemputmu setiap kali kita memiliki janji bertemu?"sapa Kyle sarkastik. Pemuda itu sudah duduk di atas batu besar di hadapan Talia. Ludwig tentunya sudah menunggu cukup lama, karena jam makan malam telah berakhir sejak dua jam yang lalu.
"Aku ada urusan tadi," kilah Talia asal-asalan. "Lagipula aku belum bilang setuju untuk pertemuan ini," lanjutnya bersikeras.
"Hei, Ortega. Kau memintaku lebih dulu. Dan akulah yang menyetujuinya," tandas Ludwig serius.
Talia tidak bisa menampik hal itu. Kata-kata Ludwig memang tidak sepenuhnya salah. Dan Talia juga sedikit bersyukur karena Ludwig masih menunggunya meski sudah dua jam berlalu. Kalau tidak, Talia mungkin akan kehilangan kekuatannya selama tiga tahun ke depan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top