57. Sebuah Ide

Ide Talia sebenarnya memiliki resiko yang tinggi. Meski begitu, itu adalah satu-satunya cara agar ia bisa menjadi lebih kuat: ia harus menghadapi Ludwig secara langsung. Dengan memanfaatkan hubungan mereka sebagai senior dan junior dalam Perkumpulan, Talia pun berpikir kalau Ludwig pasti tidak akan mencelakainya dengan sengaja jika ia terang-terangan meminta waktu berlatih dengannya.

Toh Ludwig juga tidak akan bisa menolak. Para penyihir senior di Perkumpulan wajib untuk membantu para juniornya berlatih. Dan bahkan Ludwig sendiri pernah menawari Talia untuk membantu gadis itu berlatih. Namun saat itu Talia menolak dan mengabaikan tawaran tersebut. Sebelum Ludwig benar-benar berusaha membunuhnya, lebih baik Talia terus memanfaatkan keadaan. Kata orang tempat paling aman adalah yang terlihat paling berbahaya. Ludwig terlihat berbahaya karena selama ini Talia hanya melihatnya dari jauh. Dengan berusaha mendekat, siapa tahu Talia bisa menemukan lebih banyak kelemahan Ludwig.

Kini, setelah bisa melihat skema besar tersebyt, Talia merasa bahwa tidak ada salahnya jika Ludwig bersedia melatihnya. Ia merasa kemungkinannya untuk berhasil memanggil spirit akan lebih besar jika berada dalam tekanan. Ludwig bisa melatihnya dengan menggunakan hewan-hewan sihir. Dan saat keadaan berada di luar kendali, Ludwig punya kewajiban untuk melindungi Talia. Jadi pemuda itu pasti tidak akan membiarkannya terluka atau bahkan mati.

Dengan prinsip semacam itu, Talia kembali mengunjungi perpustakaan diam-diam. Ia datang saat hari masih pagi. Jam sarapan juga belum dimulai. Talia tidak yakin apakah dengan menunggu di perpustakaan Ludwig akan muncul lagi atau tidak. Namun hanya itu satu-satunya cara yang dia ketahui untuk menemui kakak tiri Kyle tersebut.

Anehnya cara itu selalu berhasil. Hanya dalam percobaan pertama, Talia menemukan Ludwig yang tengah membaca buku sembari duduk di bingkai jendela lantai dua perpustakaan. Posisi itu membuat sosoknya tampak tenang dan misterius.

“Dasar tukang pamer,” desis Talia sembari berjalan menekat.

Ludwig tampak tetap fokus pada bukunya, tanpa mempedulikan kedatangan Talia. Gadis itu pun berdiri diam di sebelahnya tanpa melakukan apa-apa. Pada akhirnya Ludwig pun kalah.

“Ada apa?” tanya pemuda itu tanpa memalingkan wajahnya dari buku tebal berjudul Hewan-Hewan Mitologi Gelap. Membaca judulnya saja membuat Talia bergidik.

“Kenapa kau selalu tahu kalau aku sedang mencarimu? Kau sengaja menungguku di sini, kan?” tanya Talia menebak-nebak.

Sontak Ludwig pun menutup bukunya. Perhatian pemuda itu terpancing setelah mendengar komentar Talia. Ia mendengkus keras lalu tertawa geli.

“Bagaimana bisa kau sepercaya diri itu? Memangnya kau siapa, sampai aku harus menungumu setiap hari?” sergah Ludwig dengan ekspresi mengejek.

Talia justru mengerutkan kening. “Kau menungguku setiap hari?” tanyanya tanpa beban.

Sekali lagi Ludwig terpaku. Ia kini menatap Talia dengan ekspresi tidak percaya. Kalimat ‘Serius-kau-mengatakan-itu?- tertulis jelas di wajahnya.

Talia mendesah malu. “Kalau tidak, ya sudahlah. Lupakan saja. Aku hanya penasaran karena kau selalu mudah ditemui di perpustakaan. Apa kau tinggal di sini atau bagaimana?” kilah gadis itu menahan rasa malunya.

Ludwig turun dari bingkai jendela lantas berjalan mendahului Talia menuju rak-rak buku tinggi yang berjajar rapi. Talia mengikutinya tanpa bertanya lagi. Ludwig lantas meletakkan kembali buku yang dibacanya itu ke salah satu rak, lalu membawa Talia berkeliling di area buku-buku tentang Beast Tamer.

“Aku tidak tahu kalau kau ternyata memiliki bakat memutar balikkan kata-kata orang lain,” ujar Ludwig tiba-tiba.

“Apa maksudmu?” tanya Talia bingung.

“Saat tadi kubilang ‘setiap hari’, itu artinya aku memang berada di perpustakaan setiap hari. Bukan karena aku menunggumu. Tapi bisa-bisanya kau justu mengartikan bahwa aku menunggumu setiap hari. Wah, aku benar-benar tidak percaya pada imajinasimu yang liar itu,” ulas Ludwig sembari menggeleng-gelengkan kepala.

Talia lebih tidak percaya lagi pada sikap Ludwig yang sekarang. Bisa-bisanya dia masih memikirkan perkara sepele seperti itu. Padahal masalah tersebut sudah diselesaikan tadi. Karena bingung harus berkomentar seperti apa, Talia pun memutuskan untuk tetap diam.

Ludwig akhirnya berhenti berjalan, lantas tiba-tiba berbalik menghadap Talia. “Jadi apa maumu sekarang?” tanyanya tajam.

Sedari tadi, Talia hanya menunggu-nunggu pertanyaan ini. Rasanya aneh jika ia langsung meminta bantuan Ludwig begitu saja sebelum pemuda itu menanyainya.

“Aku ingin berlatih. Kau bertugas untuk melatihku.” Ucapkan selamat tinggal pada permintaan baik-baik. Setiap bertemu Ludwig hanya kata-kata kasar yang selalu Talia lontarkan.

Ludwig mendengkus pelan. “Saat aku menawarimu kemarin, kau begitu penuh harga diri dan menolaknya. Sekarang kau butuh bantuanku, tapi cara bicaramu benar-benar menyebalkan,” sahut Ludwig sembari melipat tangan.

“Itu … karena memang cara bicaraku seperti ini,” kilah Talia beralasan.

Ludwig menyeringai tipis. “Tapi kau bisa bicara dengan lembut pada adikku. Kalian terlihat sangaaa~t akrab,” tukas Ludwig dengan nada yang dilebih-lebihkan.

Talia menelan ludah kelu. Bisa gawat kalau Ludwih sudah kembali menargetkannya. Bisa-bisa Ludwig benar-benar melakukan seperti ancamannya kemarin. Ia bisa saja menggunakan orang lain untuk mengganggu Talia. Dan setelah diingat-ingat, Ludwig juga mulai mengganggunya semenjak serangan Dirlagraun pada Leo. Akan tetapi saat itu Leo sudah keluar dari Akademi. Apa kejadiannya akan sama kalau Leo tetap bersekolah seperti sekarang?

Talia benar-benar tidak boleh membuang waktu. Lebih baik ia menghadapi Ludwig secara langsung daripada harus disergap diam-diam seperti dulu.

“Ka, kami rekan sebangku. Jadi wajar saja kami menjadi akrab. Lagipula kenapa kau tidak suka kalau aku dekat dengan Kyle?” protes Talia. Sejujurnya ia sudah tahu alasan Ludwig yang menjauhkan semua anak bangsawan dari sisi Kyle. Ludwig hanya tidak ingin Kyle membuat faksi sendiri untuk melengserkannya sebagai suksesor keluarga Gothe.

“Dia orang yang berbahaya,” ucap Ludwig tiba-tiba.

Talia tertegun sejenak. “Kau … jauh lebih berbahaya, Ludwig Gothe,” gumam Talia otomatis. Mulutnya mengucapkan komentar tersebut begitu saja, sembari jari telunjuknya menunjuk ke arah Ludwig

Pemuda itu mengamati jari telunjuk Talia lantas menggenggamnya, lalu dia bengkokkan ke atas. Talia memekik kesakitan gara-gara jari telunjuknya dipelintir oleh Ludwig.

“Ini menyakitkan, dasar jahat!” serunya sembari mengurut sendi-sendi jarinya yang berdenyut nyeri.

Ludwig mendengkus pelan lantas kembali berjalan menuju meja baca panjang. Talia mengekor sambil bersungut-sungut.

“Kenapa kau menganggapku berbahaya? Aku tidak pernah mengganggumu selama ini. Jangan bilang gara-gara seleksi perkumpulan waktu itu. Sudah kubilang itu hanya tes. Aku harus melakukannya pada junior pilihanku. Dan aku juga sudah bilang berkali-kali kalau Dire Wolf itu tidak berniat membunuh,” kata Ludwig panjang lebar. Ia kini duduk di sudut meja baca panjang yang ada di antara rak-rak buku besar.

“Ya, itu salah satunya. Selain itu serangan terhadap Leo. Pasti kau juga pelakunya. Kenapa kau lakukan itu?” sergah Talia ikut duduk di hadapan Ludwig. Ia terpaksa harus melewatkan serangan-serangan Ludwig terhadap dirinya di kehidupan masa lalunya. Terlebih soal naga itu. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top