55. Ancaman
Talia terjebak pada kondisi yang sulit. Jika ia tidak melakukan apa-apa dan tetap bersembunyi, Dirlagraun itu bisa saja menyerangnya tanpa kesulitan. Sementara kalau dia nekat melemparkan serangan kea rang sang monster, maka keberadaannya akan menimbulkan kecurigaan bagi Leo. Padahal sebisa mungkin Talia ingin identitasnya tetap tersembunyi.
Dirlagraun itu sudah tinggal beberapa langkah lagi dari tempat Talia berdiri. Gadis itu harus berpikir cepat. Di detik-detik terakhir sebelum sang monster mencapai tubuhnya, Talia pun memanggil spirit apinya dengan suara bisikan.
Smoke muncul tepat di sisinya dan dengan sigap segera melesat ke arah sang Dirlagraun tersebut sebelum berhasil menyerang majikannya. Sang burung api terbang berputar di sekeliling dirlagraun yang terkejut itu. Sang monster berusaha berkelit dari serangan burung api Talia, tetapi sia-sia. Api merah menyambar bulu Dirlagraun itu dan seketika membakarnya hingga hangus. Api menjalar dengan cepat membuat sang dirlagraun itu mulai menggeliat-geliat kesakitan sembari mengeluarkan suara memilukan.
Talia mencoba tidak bersimpati. Ia terus mengingat bagaimana Dirlagraun itu telah mebuat Leo terluka parah di kehidupannya sebelum ini. Akhirnya, sembari memanfaatkan keadaan kacau ini, Talia pun memanfaatkan kesempatan untuk melarikan diri tanpa menarik perhatian Leo.
Sekali lagi gadis itu mengendap-endap menuju pintu ke arah Departemen Enchanter. Ia melewati tubuh Dirlagraun yang menggeliat-geliat kesakitan itu lantas menyeberangi koridor mengarah ke tujuannya. Dirlagraun itu terbakar hingga menjadi debu. Namun Talia tidak mau menaruh perhatian. Ia harus fokus meninggalkan tempat itu tanpa ketahuan.
“Tunggu!” Tiba-tiba Leo berseru. Jantung Talia nyaris berhenti saking kagetnya. “Aku tidak tahu siapa kau. Tapi terima kasih telah membantuku. Insiden akan selalu kuingat. Kau adalah penyelamatku,” seru Leo keras-keras.
Talia hanya tersenyum kecil, lantas lanjut berjalan mewati pintu koridor. Misi pertmanya selesai dengan cemerlang. Ia berhasil mengalahkan dirlagraun itu dengan mudah dan menyelamatkan Leo sekaligus memberi peringatan bagi Ludwig. Ia bukan lagi Talia yang penakut seperti sebelumnya.
Masalah muncul ketika akhirnya Kyle dan Susan membicarakan masalah itu di meja makan. Leo bercerita dengan berapi-api saat ia bertemu dengan seorang penyihir pemalu yang telah menyelamatkannya.
“Aku yakin anak itu sebenarnya mau mengakui perasaannya kepadaku. Surat itu, kalau memang bukan dari kau, berarti anak perempuan itu yang menyamarkannya. Betapa sukanya dia padaku sampai-sampai harus berbohong seperti itu. Sayang sekali dirlagraun sialan itu justru mengganggu momen-momen kami,” keluh Leo mulai membual.
Talia merasa malu sendiri mendengar cerita Leo yang dilebih-lebihkan itu. kisah itu jelas hanya khayalan Leo saja. Memang benar Talia menunggunya di koridor, tetapi bukan dengan maksud untuk menyatakan perasaan, apa lagi sampai memalsukan surat. Talia benar-benar tidak melakukan itu. ‘
Sayangnya tidak ada cara untuk meredakan kesalahpahaman itu. Dan Leo terus berpikr sesuka hatinya. Di samping itu, Susan merupakan salah satu jurnalis andalan Akademi, akan mencatat semua percakapan hari itu sebagai bahan dalam artikel beritanya.
“Bagaimana kau bisa tahu kalau anak itu sedang menunggumu karena menyukaimu, Leo. Bisa saja dia memang menunggu di tempat itu karena kau akan diincar oleh Dirlagraun,” timpal Kyle tampak tak senang.
Talia semakin mengerut di tempat duduknya. Kyle sepertinya sedang menyidir dirinya. Talia keluar kelas tepat saat insiden terjadi, dan gadis itu pun bertaruh kalau Kyle pasti sudah tahu bahwa dirinya sudah berhasil memanggil spirit api. Berita besar itu pasti sudah tersebar di kalangan anak-anak Perkumpulan Taleodore.
Sepanjang sisa makan malam, Talia tidak mengatakan apa-apa lagi. Sampai akhirnya ia pun kembali ke kamar asramanya. Sepucuk surat misterius kembali muncul di atas meja Talia. Gadis itu berdecak kesal saat melihatnya. Tanpa membuka isinya, Talia sudah bisa tahu surat itu dikirim oleh siapa. Ludwig pasti menyuruh Talia menemuinya di hutan terlarang lagi. Tentunya pemuda itu sudah tahu sekarang kalau Talia telah sukses menggagalkan niat buruknya menyerang Leo.
Meski begitu Talia tetap membuka surat tersebut, dan ternyata isinya sedikit berbeda.
Jangan ikut campur atau kau akan menjadi target selanjutnya.
Satu kalimat itu yang tertulis dalam perkamen kecil di dalam ampop. Talia tertegun sejenak. Ini surat ancaman. Ludwig mengancamnya. Bukankah ia sudah bersumpah untuk melindungi Talia. Lantas kenapa sekarang ia berani mengancam gadis itu? Ini tidak bisa dibiarkan. Talia harus bertemu langsung dengan seniornya di perkumpulan itu.
Esok paginya Talia bangun dengan puluhan rencana untuk menemui Ludwig. Sayangnya tidak ada satupun dari rencananya yang masuk akal. Selama ini Ludwig selalu menghubungi Talia lebih dulu. Menemui Ludwig dengan sengaja tidak bisa sembarangan dilakukan oleh Talia. Akan sangat mencurigakan kalau tiba-tiba Talia menghampirinya di ruang makan. Ludwig selalu datang bergerombol dengan teman-temannya.
Sementara itu, ia juga tidak bisa meminta bantuan Kyle untuk bisa menghubungi Ludwig. Hubungan mereka berdua sudah terlalu buruk. Dan Kyle juga pasti tidak akan setuju. Satu-satunya tempat di mana Talia bisa berpapasan dengan Ludwig adalah di perpustakaan. Meskipun probabilitasnya kecil, tetapi itu layak dicoba. Beberapa kali ia berhasil bertemu dengan Ludwig secara tidak sengaja.
Akhirnya, setelah bersiap-siap dan berangkat lebih pagi, Talia pun segera melesat ke perpustakaan. Ia berharap bisa bertemu dengan Ludwig sebelum jam sarapan dimulai. Keputusan yang gegabah mengingat ia tidak tahu jadwal Ludwig sehari-hari. Meski begitu, keberuntungan rupanya berada di pihak Talia. Ludwig muncul saat gadis itu sedang menyusuri rak demi rak untuk mencari sosoknya.
“Sepertinya kau mencariku,” ucap Ludwig mengejutkan Talia.
“Kau benar-benar ada di perpusatakaan ternyata. Apa kau memasang semacam pengintai padaku?” tanya Talia sedikit tidak percaya. Kebetulan itu terlalu sempurna rasanya.
“Ada apa? Kau mau membahas masalah dirlagraun itu?” sahut Ludwig tanpa menjawab pertanyaan Talia.
“Benar. Dan yang utama adalah surat ancaman yang kau kirim padaku. Kau mau menargetkanku?”
“Kenapa aku tidak boleh menjadikanmu target?”
“Kau sudah bersumpah untuk melindungiku,” protes Talia kesal.
Ludwig mendengkus pelan. “Padahal kau sendiri tidak pernah mematuhiku. Tapi sekarang kau memintaku untuk melindungimu?” tanyanya sarkastik.
“Itu … karena aku tidak membaca suratmu. Kejadian itu tidak bisa dihitung sebagai pelanggaran sumpah. Tapi kalau kau dengan sengaja mencelakaiku, artinya kau melanggar sumpah perkumpulan. Kau bilang kalau melanggar sumpah itu, kau akan kehilangan kekuatan selama di Akademi,” sergah Talia tak mau mengalah.
“Ada dua hal yang harus kau tahu, Ortega. Pertama, aku tidak peduli kalau kekuatanku harus menghilang. Siapa pun yang menghalangi jalanku harus menerima akibatnya. Kedua, aku tidak perlu turun tangan sendiri hanya untuk menghancurkanmu,” geram Ludwig dengan seringai liciknya.
Talia mendelik marah tanpa bisa membalas kata-kata Ludwig. Sementara pemuda itu pun hanya berjalan mendekat lantas menepuk pundak Talia sembari berbisik di telinga gadis itu.
“Karena itu menyingkirlah, Ortega. Aku bisa melakukan apa pun keinginanku.”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top