40. Mencari Jawaban

Talia menyusuri rak demi rak di perpustakaan Akademi. Ia sama sekali tidak seperti murid baru yang pertama kali masuk ke dalam perpustakaan. Alih-alih, gadis itu sudah cukup hapal letak buku-buku yang sesuai dengan kebutuhannya.

Setelah berkeliling selama beberapa saat, Talia menenteng beberapa buku tebal yang menurutnya sesuai. Ia membawa buku-buku itu ke meja baca panjang yang lengang. Hanya ada beberapa anak tingkat atas yang duduk bergerombol di sisi meja yang lain.

Talia mulai membaca buku bersampul hitam tebal dengan judul Alkimia Tingkat Tinggi: Pembuatan Kristal Sihir. Kecurigaannya yang terbesar adalah batu Kristal merah yang dia dapat dari sang ayah. Benda itu menjadi satu-satunya petunjuk, mengingat ia memang menggunakan kekuatan Kristal tersebut di saat-saat terakhir hidupnya sebelumnya.

Batu Kristal Teleportasi

Pembuatan Kristal sebagai benda sihir yang membantu perpindahan tempat terbilang rumit dan memakan banyak waktu. Selain itu pembuata Kristal sihir jenis ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena material-materialnya yang langka. Jantung naga adalah salah satu bahan pembuat yang paling sulit didaptkan. Sejak lama bangsa naga dikenal tidak terikat waktu. Mereka memiliki kemampuan untuk melihat masa depan dan masa lalu di waktu yang sama. Energi bangsa naga itulah yang menjadi dasar pembuatan Kristal teleportasi.

Dengan memanfaatkan jantung naga sebagai materi utama yang dimampatkan dalam batu Kristal, sihir perpindahan tempat bisa dibuat. Meski begitu, teknik pembuatan Kristal haruslah cermat karena sedikit kesalahan saja bisa menimbulkan efek samping yang beragam, seperti kesalahan lokasi, atau ketidaksempurnaan perpindahan. Seorang penyihir bisa saja meninggalkan tangan atau kaki, bahkan kepalanya saat berpindah tempat dengan Kristal yang tidak sempurna. Karena itulah Kristal teleportasi tidak bisa diproduksi dalam jumlah besar.

Artikel tersebut menjelaskan panjang lebar mengenai Kristal yang dimiliki Talia. Di bagian bawah artikel terdapat gambar Kristal merah yang persis seperti miliknya. Selain itu, bahan dan cara pembuatannya juga terlampir. Namun, Talia tidak terlalu memperhatikan bagian tersebut.

Gadis itu lantas meraih liontin kalungnya. Kristal birunya masih ada, sementara Kristal merahnya kini sudah berubah warna menjadi hitam legam, tanda sudah digunakan. Talia menyimpulkan bahwa Kristal tersebut rupanya hanya bisa digunakan satu kali saja.

"Di sini tidak dijelaskan kalau Kristal ini bisa membawa seseorang kembali ke masa lalu. Apa jangan-jangan itu juga efek sampingnya?" gumam Talia pada dirinya sendiri.

Talia terus membolak balik buku tersebut, juga buku-buku lainnya yang dia bawa. Akan tetapi tidak ada lagi informasi yang mendekati. Talia mendesah putus asa. Ia lantas ingat kalau tadi Kyle menyentuhnya, dan ia sama sekali tidak terlempar ke masa depan lagi. Hal itu juga membuat Talia resah. Seperti ada yang hilang dari kemampuannya. Talia harus memastikannya.

Gadis itu mendesah frustrasi. Semuanya menjadi penuh misteri. Kenapa ia bisa kembali ke masa lalu? Lebih dari itu, kenapa ia harus kembali ke saat pertama kali datang ke Akademi? Semua pertanyaan memenuhi benak Talia. Ia tidak pernah menyukai misteri. Talia sudah terbiasa bisa melihat masa depan. Karena itu ia selalu bisa memprediksi kejadian selanjutnya. Kini ia merasa seperti ditinggalkan dalam lubang hitam yang tidak dia ketahui sama sekali. Rasanya kepalanya seperti mau pecah.

"Ah, melelahkan ... ," desah Talia sembari menyandarkan punggungnya di kursi.

Tiba-tiba ujung matanya menangkap sesosok pemuda yang sedang berdiri di rak buku tak jauh dari tempatnya duduk. Sosok yang sangat dikenali Talia, juga paling dia hindari di kehidupan sebelumnya: Ludwig Gothe.

Buru-buru Talia merapikan seluruh buku yang berserakan di meja, berusaha untuk menghindar seperti biasa. Namun beberapa detik setelahnya, Talia menyadari bahwa saat ini, Ludwig mungkin tidak memiliki pikiran untuk mencelakai Talia. Dia toh belum terlalu dekat dengan Kyle.

"Orang itu sepertinya belum tahu tentang aku," gumam Talia sembari menegakkan tubuhnya dan melirik ke arah punggung Ludwig yang tengah membuka-buka halaman buku tua.

"Ngomong-ngomong kenapa dia suka sekali ke perpustakaan. Sebelumnya kupikir dia sengaja mengikutiku. Tapi rupanya orang itu memang suka membaca buku," gumam Talia lagi, lebih kepada dirinya sendiri.

Ludwig menoleh, merasa diperhatikan oleh seseorang. Talia segera melempar pandangannya ke arah lain dan dengan panik membuka-buka halaman buku yang terdekat. Jantungnya masih berdegup kencang saat Ludwig menyadari tatapannya. Sambil mengumpat dalam hati, Talia terus berusaha terlihat tidak mencurigakan.

"Kau punya kebiasaan unik saat membaca, Lady. Apa dengan membalik buku itu ada makna lain yang kau temukan?" Sebuah suara membuat buluk kuduk Talia meremang. Ia mendongak dengan perlahan dan mendapati Ludwig sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum.

"Hah, a, apa?" tanya Talia tergagap.

Ludwig mendengkus kecil lalu mengangguk ke arah buku yang tengah terbuka di hadapan Talia. "Bukumu terbalik, Lady," ucap pemuda itu tersenyum geli,

Talia melihat ke bukunya lagi, dan benar saja, tulisannya terbalik. Dengan gugup gadis itu segera membaliknya dan berusaha tetap setenang mungkin. Tentu saja usahanya gagal.

"Aku hanya sedang mencoba beberapa teknik membaca buku," kilah Talia dengan alasan paling tidak masuk akal.

Ludwig tertawa lagi lantas duduk di hadapan Talia. "Jadi benar memang ada pesan rahasia di buku Alkimia Dasar? Aku bukan seorang alkemis, tapi sepertinya cukup menarik mendengar kisahmu," ujar pemuda tersebut ramah. Sifat yang sama sekali tidak cocok dengan Ludwig.

Talia lantas menutup bukunya dan kembali berkemas. Ia harus kabur sebelum masalah menjadi semakin runyam.

"Tidak ada yang menarik. Aku hanya membaca sekilas saja. Buku ini membosankan," tukas Talia tanpa berani menatap ke arah Ludwig.

"Begitukah? Jadi karena itu kau justru memperhatikanku alih-alih isi buku itu."

Jantung Talia mencelos. Rupanya Ludwig sadar kalau Talia tengah memperhatikan pemuda itu. "Aku tidak memperhatikanmu. Aku hanya sedang melamun. Iya, aku melamun," sahut Talia berbohong. Tanpa sengaja gadis itu menatap lurus ke arah Ludwig. Pemuda itu memang punya paras rupawan seperti adiknya. Bedanya, Ludwig terlihat lebih licik dan berbahaya dari Kyle.

Seulas senyum terbit di wajah Ludwig. Senyuman yang entah bagaimana terasa seperti seringai di mata Talia.

"Apa kau dari Departemen Alkimia? Siapa namamu?" tanya Ludwig kemudian.

Talia sekali lagi mengumpat dalam hati. Dari semua orang, kenapa lagi-lagi ia harus berurusan dengan Ludwig. Kini ia juga terancam menjadi target orang itu.

"Maaf, aku harus pergi. Sebentar lagi waktu makan malam." Buru-buru Talia bangkit berdiri sembari memeluk seluruh buku-bukunya. Namun karena ia terlalu tergesa-gesa, buku-buku itu justru kembali jatuh bertebaran di meja dan lantai.

Talia mendesah kesal. Semua urusannya hari itu terasa begitu kacau. Ia terpaksa berlutut dan menata kembali buku-bukunya. Sialnya, Ludwig sekarang turut berjongkok di hadapannya dan membantu Talia merapikan buku.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya, Lady? Sepertinya kau cukup mengenalku," tanya Ludwig sembari menyerahkan tumpukan buku.

Jantung Talia kembali berdebar tak beraturan. Bukan karena terpesona tentu saja. Lebih ke arah rasa takut. Sebuah pertanyaan besar muncul di benaknya: Apakah Ludwig juga mengalami perputaran waktu sepertinya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top