39. Kembali
Talia mendapati dirinya menabrak tubuh seseorang. Gadis itu memekik terkejut dan nyaris jatuh ke tanah. Beruntung ia berhasil menyeimbangkan diri.
“Kau lagi. Bukankah sudah kubilang untuk tidak menampakkan wajahmu di depanku lagi?” sebuah suara yang familiar terdengar menegur Talia.
Gadis itu mendongak dan betapa terkejutnya dia, mendapati Kyle berdiri di hadapannya dengan ekspresi dingin.
“Hey, Kyle! Jangan mengganggu perempuan! Maafkan temanku ini, Nona Cantik,” seorang pemuda berambut cokelat tiba-tiba menyeruak di antara mereka: Leo. “Perkenalkan, namaku Dean Leopold, dia Kyle Gothe. Kami siswa baru di Akademi. Siapa nama Nona Cantik ini?”
Apa? Kenapa tiba-tiba ia menabrak Kyle dan Leo mendadak memperkenalkan dirinya sendiri. Talia yakin bahwa ia barusan berada di dalam gua naga, sekarat dan terluka. Gadis itu lantas buru-buru melihat tubuhnya sendiri. Ia kini sehat dan bugar. Tidak ada luka sedikitpun di tubuhnya. Setelah itu Talia mencoba menyapukan pandangannya ke sekitar. Ia ada di halaman akademi, bersama ratusan murid lainnya. Mereka tengah berbaris seolah sedang menunggu upacara penyambutan siswa baru.
Apa yang terjadi? Kenapa ia merasa pernah mengalami hal ini?
“Halo. Nona? Apa kau baik-baik saja?” Leopold melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Talia.
“Ah, iya. Aku … .” Kalimat Talia terpotong. Ia tidak tahu apakah ia baik-baik saja atau tidak. Situasi ini masih membuatnya bingung.
“Em, apakah kau keberatan berkenalan dengan kami?” Leopold bertanya lagi. Semakin membuat Talia kebingungan.
“Talia. Talia Ortega,” jawab Talia ragu-ragu.
Leopold tampak riang. Ia terus tersenyum kepada Talia sambil merangkulkan lengannya di bahu Kyle.
“Senang berkenalan dengan Anda,Lady Ortega. Semoga kita berada di kelas yang sama, ya,” ujar Leopold ringan.
Talia benar-benar tidak mengerti. Apa dia mengulang waktu? Jelas-jelas dia tadi menggunakan Kristal merah untuk kembali ke tempat ayahnya. Akan tetapi kenapa dia sekarang ada di sini.
“Maaf, apakah kita akan mengadakan upacara penyambutan?” tanya Talia mencoba memastikan.
Leo tampak mengernyitkan kedua alisnya dengan heran. “Tentu saja. Untuk apa lagi kita berada di sini kalau bukan karena upacara penyambutan?” ujarnya sembari mengangkat bahu.
Talia hanya bisa mendengkus tak percaya. Jadi ia benar-benar kembali ke masa lalu. Ia mengerling Kyle sekali lagi, memastikan bahwa pemuda itu memang betul tidak mengenalinya. Namun Kyle justru menatap Talia dengan ekspresi yang sulit ditebak. Beberapa detik kemudian, air mata Kyle tiba-tiba menetes tanpa peringatan. Baik Talia, Kyle maupun Leo sama-sama terkejut dengan fenomena langka itu.
“Hei, Kyle? Kau kenapa? Kau … menangis?” tanya Leo shock.
Kyle buru-buru mengusap wajahnya dengan kebingungan juga. Begitu banyak kebingungan di pagi itu. “Ah … aku … tidak. Sepertinya ada debu masuk ke mataku. Sudahlah, lepaskan aku,” ujar Kyle ketus sembari melepaskan diri dari rangkulan Leo.
Pemuda itu lantas melengos pergi begitu saja, meninggalkan Talia yang masih dipenuhi tanda tanya.
Upacara penyambutan siswa baru berjalan sama persis seperti yang pernah dialami Talia. Ia mengikuti seluruh rangkaian acara dengan masih merasa heran terhadap kejadian tersebut. Apakah Kristal buatan ayahnya gagal berfungsi? Lebih dari itu, Talia akhirnya selamat dari serangan naga. Ia kini masih hidup, sehat dan bisa melanjutkan hidupnya dengan tenang, seolah segala pengalamannya selama berbulan-bulan ini hanyalah mimpi, atau sekedar penglihatan seperti biasa.
Setelah upacara penyambutan selesai, Talia memasuki kelasnya. Kejadian sama persis seperti yang dulu pernah dia alami. Kyle duduk di sebelah Talia seperti sebelumnya. Sikap pemuda itu begitu dingin dan tak acuh. Berbeda dari Kyle yang biasanya lembut dan penuh perhatian pada Talia. Kyle bersikap seolah mereka baru bertemu hari itu.
Hal tersebut tentu saja mengonfirmasi dugaan Talia bahwa ia telah kembali ke masa lalu. Setelah ini, Talia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencari tahu tentang Kristal merah dari ayahnya. Apakah memang ada sihir yang mengembalikan orang dari kematian, dan melemparnya ke masa lalu.
Sayangnya, rencana Talia untuk pergi ke perpustakaan hari itu juga harus terhalang. Saat kelas selesai, Kyle mendadak menghadang jalannya dan berdiri di hadapan Talia dengan penuh aura intimidasi.
“Ada apa?” tanya Talia bingung.
“Ikut aku,” sahut Kyle ketus.
Talia menurut. Ia mengikuti Kyle menuju area sepi di belakang gedung Akademi. Gadis itu bertanya-tanya sepanjang jalan. Mungkinkah Kyle juga mengalami pengulangan waktu? Lantas kenapa pemuda itu bersikap ketus pada Talia? Apakah ia hanya berpura-pura? Beragam pertanyaan mewarnai benak Talia. Akan tetapi ia tidak berani melontarkannya sekarang, karena belum sepenuhnya memahami keadaan.
Setelah sampai di tempat yang sepi, Kyle akhrnya menghentikan langkahnya. Pemdua itu berbalik dan menatap Talia dengan serius.
“Siapa kau sebenarnya? Apa kau orang yang dikirim oleh Rubena?” cecar Kyle dingin,
Talia mengetahui bahwa Rubena Bellea adalah nama ibu tiri Kyle. Duchess yang kini berubah nama menjadi Rubena Gothe itu adalah orang yang sangat dibenci oleh Kyle. Beberapa kali ibu tiri Kyle telah berusaha membunuhnya, sama seperti Ludwig. Akan tetapi kenapa sekarang Kyle tiba-tiba menuduhnya sebagai orang kiriman ibu tirinya?
“Apa maksudmu? Tentu saja bukan. Aku sama sekali tidak mengenal Duchess Gothe,” jawab Talia tak sabar.
“Lantas kenapa aku seperti ini? Sihir apa yang kau lakukan padaku? Katakan,” gertak Kyle dengan marah.
“Sihir? Dengar, aku sama sekali tidak mengerti apa yang kau katakan. Aku sama sekali tidak melakukan apa pun terhadapmu,” sergah Talia tak kalah kesal. Dia sendiri masih punya masalah yang belum terpecahkan dan sekarang tiba-tiba Kyle justru ikut-ikutan bersikap aneh.
“Jangan mengelak, Ortega. Jelas-jelas kau sedang memantraiku. Atau ini racun? Kenapa hatiku begitu sakit setiap melihatmu? Kenapa air mataku rasanya ingin terus mengalir karena kepedihan setiap berada di dekatmu? Apa yang kau lakukan padaku?” Kyle terus mendesak Talia. Kini ekspresinya tidak lagi marah, melainkan putus asa.
Talia tertegun. Kyle memang tidak mengingat waktu-waktu kedekatan mereka. Namun entah kenapa hati pemuda itu rupanya merasakan sesuatu di antara mereka. Apakah Talia benar-benar kembali ke masa lalu sendirian? Atau ada bagian dari Kyle yang ikut terlempar ke masa lalu?
“Aku … sama sekali tidak mengerti apa yang kau katakan, Lord Gothe. Ki, kita baru pertama kali bertemu hari ini. Ucapanmu sama sekali tidak masuk akal,” sahut Talia tergagap. Hatinya ikut pedih mengingat bagaimana dulu ia dan Kyle telah menjadi sahabat. Nasib mereka berdua yang tragis karena ulah Ludwig. Semua kenangan itu tiba-tiba muncul dan membuat air mata Talia juga nyaris menetes.
Buru-buru gadis itu berbalik hendak pergi meninggalkan Kyle. Namun lengannya mendadak dicengkeram dengan kuat oleh pemuda itu. Talia terlonjak kaget dan otomatis berusaha melepaskan diri sebelum ia melihat masa depan lagi. Anehnya, Talia sama sekali tidak melihat apa pun. Ia masih berada di tempatnya berdiri bersama Kyle.
“Kau pikir aku akan percaya? Aku sudah mencurigaimu sejak kita bertemu di hutan. Kau sama sekali tidak bisa menyembunyikan maksud burukmu, Ortega,” geram Kyle mengintimidasi.
Talia menghela napas lelah. Ingatannya saat bertemu Kyle di hutan muncul kembali. Rasanya sudah lama sekali sejak peristiwa itu terjadi.
“Terserah kau mau berpikir seperti apa. Aku sama sekali tidak ada hubungannya dengan orang-orang yang kau maksud,” kilah Talia memutuskan untuk mengikuti permainan Kyle. Lebih baik ia tetap berpura-pura tidak mengenal Kyle.
“Jangan mengelak. Baiklah kalau kau tidak mau mengaku sekarang. Tapi aku akan terus mengawasimu, Ortega. Jangan harap kau bisa menjatuhkanku,” ucap Kyle serius.
Pemuda itu lantas melepaskan cengkeramannya sembari sedikit mendorong tubuh Talia. Talia terdorong ke samping dengan kuat, tetapi berhasil menyeimbangkan diri. Ia mengawasi punggung Kyle yang kini berjalan meninggalkannya seorang diri.
“Wah, bagaimana aku dulu bisa mendekati orang sekasar itu,” gumam Talia sembari memijit lengannya yang berdenyut nyeri karena cengkeraman Kyle. Rasa sakit itu seolah memberi tahu Talia bahwa pengalamannya sekarang ini memang adalah kenyataan, bukan sekedar mimpi.
“Tapi sebelum itu. Aku harus memastikan keadaan sekarang. Kalau Kyle memang tidak mengenaliku, sebaiknya aku tidak perlu berusaha mendekatinya seperti sebelumnya. Gara-gara aku, Kyle … ,” Talia mendesah muram. Ia kembali ingat bagaimana Kyle termakan oleh kegelapannya sendiri saat melindunginya. Jika ternyata pemicu yang membuat Kyle berubah menjadi penjahat adalah dirinya, maka di kesempatan ini Talia memilih untuk tidak mengenal Kyle lagi. Sebaiknya mereka berdua menjadi orang asing saja.
“Ya. Itu lebih baik,” ucap Talia muram.
Gadis itu pun akhirnya memutuskan untuk melanjutkan rencananya pergi ke perpustakaan. Ia harus menemukan alasan masuk akal kenapa dirinya bisa kembali ke masa lalu. Selain itu, Talia juga ingin menyortir pikirannya agar bisa lebih tenang. Banyak hal sudah terjadi di kehidupan sebelumnya. Dan karena semesta telah memberikannya kesempatan kedua, Talia harus bisa memanfaatkan peluang tersebut sebaik mungkin.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top