24. Penglihatan Ketiga

Kyle tidak langsung bereaksi. Pemuda itu berusaha untuk tetap terlihat tenang sampai Talia selesai menceritakan seluruh penglihatannya. Talia mengakhiri ceritanya sampai saat ia melihat pterotos itu masuk melalui celah sempit jendela kamar asrama.

“Karena itu, kupikir kali ini aku harus bisa mengalahkan hewan buas itu dengan kemampuanku sendiri, Kyle,” ungkap Talia dengan suara bergetar.

Mereka tidak berjalan menuju ruang kesehatan, alih-alih ke perpustakaan. Tempat itu jauh lebih aman untuk membicarakan hal-hal rahasia dengan leluasa. Petugas ruang kesehatan akan mengusir Kyle begitu mereka sampai. Karena itulah mereka memutuskan untuk menyelinap ke perpustakaan.

Talia mengeluh pelan sembari duduk di meja panjang di antara dua rak besar perpustakaan lantai dua. Ia tidak menceritakan tentang penglihatan keduanya di mana Kyle menjatuhkan diri dari atas tebing.

“Pterotos bisa diusir dengan sihir api. Tapi kalau gegabah melakukannya, kau mungkin bisa membakar separuh asrama. Kekuatan sihir apimu masih belum stabil,” ulas Kyle memberi saran.

“Aku tidak bisa menerka kapan Ludwig akan mengirim pterotos ke kamarku. Entah apakah aku masih punya waktu untuk berlatih menstabilkan kemampuanku,” keluh Talia sedikit putus asa.

Kyle menarik napas berat. “Biar aku yang mengurus Ludwig,” geram Kyle kemudian.

“Apa yang akan kau lakukan?” sergah Talia terkejut. Ia tidak memperkirakan kemungkinan Kyle akan langsung mendatangi Ludwig begitu saja.

“Aku tidak bisa tinggal diam kalau orang itu terus berusaha mengganggumu.” Kyle mengepalkan tangannya menahan amarah. Kesabaran Kyle seperti sudah mencapai batasnya.

“Jangan memprovokasinya. Melihat bagaimana semua orang melindunginya, tindakanmu mungkin justru membuat masalah semakin besar. Bahkan aku yakin, Ludwig memang menunggumu melakukan hal buruk terhadapnya. Dia bisa saja memanfaatkan kemarahanmu itu untuk membuat kau dikeluarkan dari akademi,” nasehat Talia mencoba berpikir logis. Sekalipun pikirannya kacau, tetapi gadis itu tetap berusaha agar bisa selangkah lebih maju dari rencana Ludwig.

“Lalu bagaimana? Aku tidak bisa diam saja melihat orang terdekatku celaka,” sergah Kyle putus asa.

Talia tersenyum tipis. Kata-kata Kyle yang menganggapnya sebagai orang yang paling dekat dengannya membuat hati Talia sedikit menghangat. Namun ia kembali dihinggapi kecemasan karena dua visualisasi masa depan tentang Kyle yang sudah dilihatnya: Kyle yang membunuh hampir seluruh siswa Akademi, lalu melompat dari tebing tinggi. Bagaimana Talia menghentikannya? Ia sendiri bahkan kini harus menerima teror dari Ludwig.

“Kyle, kita harus membuat Ludwig berhenti menargetkanku. Kalau para Profesor memihaknya, maka kita yang harus bisa menghadapi semua ancamannya.”

“Bagaimana caranya?”

“Bukankah Ludwig berhenti menyerangmu karena kau selalu berhasil membunuh semua hewan buasnya? Kurasa dia mengincar anak-anak lain yang dekat denganmu karena menganggap kami lemah. Tapi aku jelastidak lemah. Aku hanya kurang berlatih,” tandas Talia percaya diri.

Kyle menatap Talia dengan ragu. “Kau terdengar meyakinkan. Tapi menghadapi binatang buas dengan level itu sama sekali bukan bahan uji coba, Talia. Aku bisa memiliki kekuatan sebesar ini karena sejak kecil sudah terbiasa menghadapi berbagai monster yang dikirim Ludwig. Kau tidak bisa tiba-tiba … .”

“Kau juga meremehkanku,” potong Talia tak sabar. “Suka atau tidak suka, aku tetap harus bertambah kuat untuk bisa melindungi diri. Sihir dilarang di luar jam pelajaran. Karena itu kita harus mencari tempat untuk berlatih,” lanjut Talia tak terbantahkan.

Kyle menghela napas sekali lagi. Talia benar-benar keras kepala. “Aku tahu satu tempat yang tidak memiliki pengaman sihir seketat tempat lain,” ujarnya menyerah.

Talia terlihat kembali riang. Rona wajahnya sudah kembali. “Bagus. Kalau begitu kita bisa berlatih mulai dari sekarang.”

Kyle membawa Talia menyelinap ke gedung Departemen Alkimia. Talia sebenarnya bisa menggunakan Kristal menghilang. Akan tetapi ia belum memiliki kesempatan untuk menggunakan Kristal tersebut bersama Kyle. Hingga hari ini.

Saat hendak menyeberangi jembatan penghubung gedung Departemen Enchanter dengan Departemen Alkima, Pim Pruxen, sang faun penjaga Departemen Alkimia, muncul dari balik tikungan Sontak, Talia dan Kyle mencari tempat untuk bersembunyi. Sayangnya lorong tersebut hanya memiliki satu lajur. Tidak ada tempat untuk bersembunyi. Dalam beberapa detik saja, Pim mungkin akan melihat dua orang siswi yang berkeliaran saat jam pelajaran.

Maka, tanpa pikir panjang lagi, Talia segera menggenggam Kristal birunya yang selalu tergantung di leher, sambil meraih lengan Kyle untuk dia peluk. Dua hal terjadi dalam waktu bersamaan: tubuh kedua orang itu menghilang, sedangkan Talia sekali lagi terlempar ke masa depan Kyle.

Gadis itu berdiri di ruangan yang familiar. Itu adalah kamar asrama putra, tapi dengan interior yang lebih mewah. Ukuran kamar tersebut juga dua kali lebih luas dari kamar pada umumnya. Talia menyapukan pandangannya dan melihat Kyle berdiri memunggunginya.

Talia berjalan mendekat, lantas mendapati Ludwig yang ternyata berdiri di hadapan Kyle. Mereka berdua tampak saling menatap dengan tajam. Ekspresi Kyle terlihat marah, sementara Ludwig menyeringai keji.

“Apa yang kau inginkan?” geram Kyle dengan kedua tangan terkepal. Aura hitam melingkupi seluruh lengannya, dan berpusar membentuk bola besar di kepalan tangan.

Ludwig terkekeh. Pemuda itu bersiul pendek sambil mengankat sebelah tangannya. Tak berapa lama kemudian, dari balik ujung ruangan, sebuah kandang besar berisi seekorpterotos menjeblak terbuka. Hewan setengah ular itu pun merentangkan sayapnya, lalu terbang ke arah Ludwig. Begitu mendarat, ular bersayap itu pun melingkari lengan Ludwig dengan nyaman.

 Itu adalah hewan yang akan dikirim Ludwig kepada Talia.

“Aku belum melakukan apa-apa, Adik Kecil. Kenapa kau tiba-tiba datang ke kamarku dan membuat keributan,” sahut Ludwig dengan seringai terkembang.

Kyle semakin erat mengepalkan tangannya. Aura sihir gelap yang  melingkupinya semakin tebal dan pekat. “Aku tidak akan membiarkanmu mencelakai siapa pun lagi,” gumam Kyle dengan suara rendah.

Detik berikutnya, Kyle melemparkan bola hitam hasil pemadatan energi gelapnya ke arah Ludwig. Kakaknya menghindar dengan gesit dan terangkat tinggi dibantu oleh sayap-sayap sang pterotos. Serangan elemen Kyle hanya berhasil menghantam satu set sofa hijau di ruangan tersebut, berikut gorden berwarna senada. Semua benda yang terkena sihir gelap Kyle seketika meleleh begitu saja, bagai terkena cairan asam.

Kyle melempar serangan kedua. Ludwig membalasnya dengan siulan. Tepat saat Kyle hendak melepaskan elemen gelapnya, seekor salamander muncul dari belakang punggungnya, sembari menyemburkan lidah-lidah api yang panas membara.

Talia turut terkejut dengan kemunculan tiba-tiba itu. Kyle berhasil menepis serangan api sang salamander dengan elemen gelapnya. Alhasil ia gagal menyerang Ludwig.

“Sepertinya Adik Kecilku ini punya lebih banyak mata dan telinga sampai-sampai bisa mengetahui rencana-rencanaku. Coba kupikirkan, beberapa hari belakangan, tidak ada peristiwa aneh yang terjadi padaku. Kecuali saat sarapan tiga hari yang lalu. Peri rumah tangga tiba-tiba jatuh di atas punggungku. Apa mungkin … .” Suara Ludwig semakin sayup-sayup. Kelanjutan kalimatnya tidak berhasil didengar oleh Talia karena gadis itu kini sudah kembali berdiri di jembatan penghubung bersama lengan Kyle dalam pelukannya.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Kyle dengan suara berbisik. Rupanya mereka berdua berhasil menyembunyikan diri dengan Kristal penghilang.

“Kita harus bicara,” gumam Talia dengan suara sangat pelan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top