21. Pterotos

Ludwig datang bersama rombongan teman-temannya yang biasa. Tiga orang anak laki-laki dan dua orang perempuan. Ludwig tampak memimpin gerombolan tersebut dengan berjalan paling depan. Begitu memasuki ruang makan, pemuda itu langsung menuju meja di ujung kiri, tempat anak-anak Departemen Beast Tamer.

Langkah Ludwig tegap, dengan postur tubuh yang proporsional. Andai sifatnya tidak buruk, Ludwig pasti bisa menjadi idola anak-anak perempuan. Darah keturunan keluarga Gothe memang tidak perlu diragukan. Mereka punya bibit unggul dalam hal penampilan.

Talia berjalan rapat menempel dinding ruang makan sambil bergerak pelan mendekati meja anak-anak Beast Tamer. Tidak mudah melakukannya karena ia harus mengitari ruangan agar tidak perlu menyeruak di antara kerumunan anak-anak lain. Gadis itu berusaha keras agar tidak menyenggol siapa pun dan mengakibatkan kecurigaan.

Setelah kurang lebih lima belas menit berjuang mengelilingi ruangan, ia pun akhirnya berdiri di belakang punggung Ludwig. Pemuda itu kini tengah mengobrol dengan teman-temannya sesama senior tingkat tiga.

“Beberapa hari ini kau tenang sekali, Ludwig. Adikmu sepertinya bersenang-senang dengan teman barunya. Sekarang bahkan dia sudah merekrut anak dari klub surat kabar itu, putri sulung Marquiss Muela.” Seorang anak laki-laki berambut pirang berbicara sambil bertopang dagu. Talia bisa melihat wajahnya dengan jelas karena anak itu duduk di hadapan Ludwig.

“Muela tidak bisa disentuh, Liam. Dia punya kemampuan yang menyebalkan,” desis Ludwig terdengar kesal.

“Memangnya dia bisa memanipulasi pikiran hewan buas?” tanya anak perempuan yang duduk di sebelah Ludwig. Rambutnya gelap dan bergelombang. Gadis itu menempel mesra ke lengan Ludwig, jelas sedang mencari perhatian.

“Kurasa tidak, Irene. Tapi lebih dari pada itu, aku masih tertarik pada anak perempuan Ortega itu. Kyle melindunginya seolah anak itu adalah permata yang berharga. Bukankah lebih menyenangkan menghancurkan sesuatu yang berharga milik orang lain?” Ludwig tertawa puas mendengar leluconnya yang sama sekali tidak lucu itu.

Talia yang berdiri di belakang punggung Ludwig hanya bisa mengepalkan tangannya karena marah. Bisa-bisanya ada orang sejahat ini. Sedikit banyak Talia mengerti kenapa Kyle di masa depan menjadi orang yang sangat mengerikan. Jika punya kakak seperti Ludwig, Talia mungkin juga akan berubah menjadi monster yang ingin menghancurkan segalanya. Ia harus menghentikan hal itu terjadi. Tapi bagaimana cara menghentikan Ludwig dan rencana-rencana jahatnya?

Untuk saat ini, Talia memutuskan fokus pada misi utamanya saja: melihat masa depan Ludwig. Siapa tahu ia bisa mendapat bocoran mengenai rencana jahat pemuda itu. Entah padanya, atau pada Muela. Talia tidak bisa membiarkan Ludwig terus menyakiti Kyle.

Gadis itu menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari peluang untuk menyentuh Ludwig tanpa menimbulkan kecurigaan. Tepat pada saat itu, seorang peri rumah tangga tengah berjalan melewati belakang punggung Ludwig. Talia menjulurkan kakinya agar sang peri itu tersandung dan jatuh ke arah tubuh Ludwig. Tepat pada saat itulah ia mengambil kesempatan dan menyentuh punggung pemuda itu, bersamaan dengan jatuhnya tubuh peri menimpa Ludwig.

Talia mendapati diri berada di belakang gedung asrama putri. Awalnya ia tidak terlalu mengenal tempat itu sampai akhirnya ia melihat taman bunga aster yang memang tumbuh di belakang asrama putri. Talia menyapukan pandangannya, lantas menemukan sosok berjubah berdiri di antara semak-semak taman. Ia berjalan mendekat dan bisa dipastikan bahwa sosok berjubah tersebut adalah Ludwig.

Seluruh perhatian Talia segera tercurah pada pemuda berjubah itu. Detik berikutnya, Ludwig mengangkat satu tangannya ke depan. Seekor ular muncul dari balik jubah, lantas mendesis dan menatap Ludwig seolah pemuda itu adalah tuannya. Ludwig mengeluarkan suara desis aneh, yang menurut dugaan Talia adalah bahasa ular.

Talia tidak bisa memahaminya, tapi sejenak setelah ular itu diberi perintah, hewan itu lantas mendesis penuh ancaman dan memunculkan sepasang sayap di punggungnya! Talia terbelalak melihat kejadiat tersebut. Ia sontak menutup mulutnya dengan kedua tangan karena terkejut.

 “Pterotos … ,” desah Talia menggumamkan nama makhluk buas tersebut.

Pterotos adalah ular bersayap ganda yang sangat berbahaya. Ular tersebut aktif saat malam dan merupakan predator berbahaya yang berburu dengan kemampuan kamuflasenya. Tubuhnya berwarna hitam legam dengan sayap reptil yang tidak berbulu. Gigitan Pterotos sangat mematikan dan air seninya menimbulkan borok bila mengenai kulit.

Hewan itu melesat terbang dari lengan Ludwig menuju ke arah gedung asarama perempuan. Talia mengikuti arah terbang Pterotos yang kemudian menempel pada salah satu jendela kamar di lantai tiga. Ular itu menutup sayapnya lagi, lantas masuk ke dalam gedung melalui celah kisi-kisi jendela. Talia tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Tanpa perlu diberitahu, seringai jahat Ludwig sudah mengonfirmasi bahwa pemuda itu mengiri Pterotos langsung ke kamar Talia untuk membunuhnya!

Pandangan Talia mulai menggelap. Ia akan kembali ke kenyataan. Proyeksi masa depan yang dia lihat pun mulai membuyar lantas hilang sama sekali. Dalam satu kedipan, Talia kini berada di belakang Ludwig dengan satu tangan memegang punggung pemuda itu. Sang peri rumah tangga yang malang tersungkur di bawah kursi Ludwig dan dihujani dengan tatapan sinis dari seluruh anak yang ada di sana.

Talia buru-buru menarik telapak tangannya sebelum Ludwig sadar bahwa pungungnya bukan disentuh oleh sang peri rumah tangga. Gadis itu berjalan mundur dan kembali menempel ke dinding ruang makan. Secara perlahan Talia berjalan menjauh dari meja tersebut sembari menyaksikan Ludwig yang murka sambil memaki-maki sang peri rumah tangga yang tersimpuh penuh penyesalan. Dalam hati Talia mengucapkan maaf berkali-kali pada peri tersebut. ia benar-benar tidak punya pilihan lain.

Talia sangat merasa bersalah karena membuat sang peri terkena masalah. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk mengingiat peri tersebut dan membantunya lain kali. Meski begitu, wajah para peri rumah tangga sangat sulit dibedakan. Talia harus banyak berbuat baik pada semua peri rumah tangga mulai sekarang.

Setelah berhasil menjauh dari gerombolan Ludwig, kini saatnya Talia menampakkan diri. Ia tidak bisa serta merta melepas sihir menghilang itu di tengah kerumunan. Maka gadis itu pun menyelinap pergi dan mencari tempat yang sepi untuk melepaskan genggamannya dari Kristal biru yang menggantung di lehernya. Setelah itu, ia pun berjalan masuk ke ruang makan seolah tidak terjadi apa-apa.

Talia melirik arah meja Ludwig dan melihat kalau peri itu masih dirundung oleh gerombolannya. Ia menghela napas berat sambil memaksa diri untuk memalingkan wajah. Kini ia harus mencari dua temannya, Kyle serta Susan yang pasti sudah sangat khawatir. Sayangnya, ia tidak bisa menemukan keduanya di mana pun.

“Talia! Kau di sini rupanya. Apa kau tahu Kyle dan Lady Muela mencarimu ke mana-mana?” Sebuah suara menyapa Talia ketika gadis itu sudah berada di dekat meja makan kaum enchanter. Misa dan Clara tampak duduk di sisi meja sambil melihat ke arahnya.

“Di mana mereka sekarang?” tanya Talia kemudian.

“Terakhir kulihat Kyle ada di koridor lantai dua gedung Departemen kita. Sementara Lady Muela baru keluar dari perpustakaan,” jawab Clara menimpali.

“Terima kasih Infonya, Misa, Clara.” Talia harus bergegas untuk mencari kedua orang itu sebelum mereka berdua menimbulkan keributan yang tidak perlu. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top