[4] Day 3

Tempat 3: Helipad Atap Sekolah

.

.

.

Mulut terbuka lebar, menguap. Jemari sedikit mengusap bulir air mata yang mengalir dari sudut mata. Pandanganku tertuju pada luar jendela, memperhatikan lapangan. Seperti kemarin, belum ada yang banyak datang ke sekolah meskipun sudah pukul 7. Yeah, tentu adalah hal yang wajar mengingat jam pelajaran dimulai pukul 8.

"[Name]cchi, kau terlihat ngantuk. Tidak tidur nyenyak semalam, -ssu?" tanya seorang lelaki dengan mahkota pirang, Kise Ryota.

Aku menengadah, menatapnya. Mengingat tinggi kami yang berbeda sekitar 20 cm apalagi dengan posisiku yang sedang duduk dan dia yang berdiri. Sejujurnya kemarin aku kesulitan tidur karena terlalu senang dilindungi Levi semalam. Benar-benar seperti budak cinta, ya. Tetapi siapa sih yang tidak senang dilindungi oleh sang pujaan hati?

"Haha, aku hanya tidak bisa tidur semalam, Kise," ucapku, kembali menguap.

Kise melepas cengiran. Dapat kulihat itu sudah menjadi ciri khasnya. "Memikirkan aku, [Name]cchi?" gurau Kise.

Aku memutar bola mataku sejenak. Aku tahu jelas bahwa lelaki yang di hadapanku ini cukup narsistik, mengingat dia adalah seorang modeling yang top di dunia entertainment. Fangirlnya juga beberapa kali serbu ke kelas hanya untuk menjerit-jerit namanya tidak jelas. Untungnya, saat kakak kelas yang bernama Rain lewat, semuanya langsung bubar jalan tanpa penghormatan.

"Lucu sekali, Kise. Kalau mau melawak di kuburan sana," kataku seraya kembali menopang daguku dengan satu tangan. Pandangan kembali beralih ke luar jendela. Tanpa mampu menahan berat mata lagi, mata perlahan memejam dan membawaku ke dalam alam mimpi. Terdengar Kise yang tak lama melangkah menjauh, tampaknya dia cukup peka dengan keberadaanku yang sangat mengantuk.

"[NAME]CCHI!"

Belum sempat tenang selama 10 menit, aku kembali mendengar Kise meneriaki namaku. Refleks membuatku tersentak dan melompat sedikit karena kaget. Aku toleh dengan tatapan kesal tetapi pudar langsung saat mendapati seseorang berada di belakang pria pirang itu. Sedikit memicingkan mataku untuk meyakinkan diri siapa yang berada di belakang Kise. Menurut dari firasat itu adalah Levi. Oh, tapi aku tidak mau berharap dulu.

"Apa?" Ekspresi netral mendominasi wajah. Terlihat Kise menggeserkan tubuh sedikit untuk memperlihatkan Levi yang ternyata berada di belakang dia. Jantung berdebar kencang saat mendapati pria itu. Oh my god, aku tidak siap dilamar---oke, bercanda.

"Levicchi mencarimu, -ssu!"

Aku menaikkan sebelah alis, memperhatikan sejenak. "Hmm, pagi," sapaku.

"Levicchi, Levicchi, aku dengar kau menggantikan Sansancchi untuk jadi tour guide murid baru?" Kise memiringkan kepalanya sedikit.

Sansan ... ah, itu gadis yang harusnya menjadi tour guide tetapi dia menunjuk Levi untuk menggantikannya. Dia benar-benar adalah kouhai yang terwah. Karena dia aku bisa PDKT dengan Levi lebih cepat. Tetapi selama dua hari di sini aku belum bertemu dengannya lagi.

"Tidak. Aku yang memintanya untuk ganti denganku," kata Levi. Itu sukses membuatku mengernyit, kenapa dia berbohong? Padahal jelas-jelas saat itu Sansan yang meminta Levi untuk menggantikannya.

"Wah, jarang-jarang sekali," ucap Kise seraya menaikan sebelah alisnya beberapa kali.

Aku benar-benar mempertanyakan hal itu. Apa dia ingin melindungi Sansan dari yang namanya 'melempar tanggung jawab kepada orang lain'? Jika iya, itu memang menunjukkan bahwa Levi mempunyai perhatian yang baik pada kouhai tersebut, huh.

Hati terasa panas, kupu-kupu seperti berterbangan di perut membuat diriku tidak nyaman. Atau ... mereka adalah sepasang kekasih? Aku menarik napas dalam, sebelum akhirnya membuka suara kembali. "Ayo, jalan," ucapku dengan siratan ketegasan. Langkah besar aku ambil dan berjalan mendahului Levi.

Mata kami bertemu sejenak, aku mengalihkan pandangan ke arah lain dan terus berjalan membiarkan Levi yang mengikutiku dari belakang. Dapat kudengar langkah kaki yang menyapa telinga. Aku rasa Kise pasti sangat bingung kenapa aku ingin begitu cepat meninggalkan pembicaraan itu. Aku takut. Firasat buruk menghantuiku, seolah-olah memberitahu jika aku terus melanjutkan pembicaraan itu, aku akan terluka.

"Jaa na!" Suara Kise menyapa telinga, tetapi aku tetap mengambil langkah tanpa menoleh sedikit pun. Diam-diam aku menarik napas dalam dan embuskan untuk menghilangkan pikiran buruk. Aku benar-benar tidak ingin percintaan di sekolah baru begitu tragis, dude. Apalagi aku masuk ke sekolah ini untuk mengejar Levi.

* * * * *

Langkah kaki berhenti saat menaiki tangga menuju atap. Atap itu terlihat begitu luas dan ada lingkaran besar di tengahnya. Helipad?

"Ya, Helipad," respon Levi. Aku kemudian menoleh, menatapnya tidak percaya. Seolah-olah bertanya bagaimana dia bisa membaca pikiranku.

Aku kembali menoleh ke depan, menatap helipad dan melongo kembali. Harusnya aku berpikir wajar bahwa sekolah elit seperti PAW pasti punya helipad. T-tapi, apa yang ke sekolah dengan helikopter banyak?

"Guru datang dengan helikopter agar tidak telat, karena kepala sekolah tidak akan menerima alasan macet, mogok, ataupun hal lain jika sudah menggunakan helikopter. Jika kau berpikir bahwa murid ada yang memakainya juga tidak ada salah sedikitpun," jelas Levi. Sepertinya dia selalu mendapatkan pertanyaan yang sama jika memandu orang mengelilingi sekolah, huh.

"Oh ...," gumamku. Menatap lingkaran helikopter, kaki kembali melangkah. Embusan angin berembus membuat helaianku terbang. Aku menyisir rambut ke belakang, menikmati embusan angin yang kencang dan menyegarkan tersebut.

Keheningan menyelimuti kami. Aku melirik ke Levi yang menyandar ke pagar. Aku melihat pandangannya tertuju ke bawah, seolah-olah sedang mengamati sesuatu. Benar-benar membuatku penasaran apa yang dia amati. Ada hewan lucu, kah?

Tanpa sadar aku menatapnya begitu lama, mata kami bertemu saat dia mengalihkan pandangan padaku. Mata bertemu dengan netra biru yang mendekati abu-abu itu.

"Jika kau ingin memamerkan pakaian dalammu padaku, aku hanya bilang bahwa aku tidak tertarik sama sekali dengan celana dalam wanita berpolkadot," ucapnya, kembali mengalihkan pandangan tertuju pada tempat yang dia amati tadi.

Aku masih terdiam. Memamerkan ... celana dalam? Aku menundukkan kepala, mendapati rokku yang terbang karena terpaan angin hingga memperlihatkan celana dalam. Wajah perlahan terasa panas, tangan segera menurunkan rok yang naik akibat embusan angin.

"AAAA!" Teriakan sukses lolos dari bibirku. Aku segera beranjak dari tempat dengan langkah cepat. Rasa malu benar-benar mendominasi sekarang. Aku baru saja tebar aib pada pujaan hati!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top