Day 2
***
"[name]-san, hati-hati tangganya licin."
"Baiklah."
"Dia berkata begitu karena dulu dia terpeleset saat pertama kali datang ke sini."
"Berisik, Daiki, jangan mengumbar aib." Yuzutsu melempar death glare pada Daiki.
"Lalu, apa Yuzutsu-san jatuh?" [name] bersua.
Daiki mencoba mengingat, "Tidak, untung waktu itu aku menangkapnya."
[name] tersenyum geli. Terbayang dalam benaknya bagaimana rekan ulang kejadian, padahal dia tidak tahu menahu.
Kegiatan naik tangga yang dianggap membosankan jadi menyenangkan jika bersama mereka berdua. [name] jadi tidak sabar apa yang menunggunya di balik pintu atap nanti. Kata Yuzutsu, mereka akan mengunjungi sesuatu yang tidak biasa, lebih tepatnya sesuatu yang mungkin tidak akan ada di sekolah lain.
Sedikit lagi, [name] melihat pintu di ujung anak tangga yang mereka pijaki. Perlahan pintunya semakin jelas terlihat, mereka sudah semakin dekat dengan tujuan.
Yuzutsu berhenti berjarak beberapa anak tangga sebelum mencapai pintu, [name] memiringkan kepalanya, kemudian rasa penasarannya mendorong gadis itu untuk bertanya.
"Yuzutsu-san? Kenapa kita berhenti?"
Yuzutsu bersidekap, "Bukan kita, tapi aku yang tidak bisa melanjutkan."
[name] menaikkan alisnya, tambah tidak mengerti, "Kenapa? kan tinggal sedikit lagi?"
Perempuan itu menunduk, menyembunyikan pipinya yang memerah, "Pokoknya aku tidak bisa, kamu lanjutkan saja dengan Daiki. Jangan khawatir, aku menjamin dia tidak akan berani berbuat apapun padamu."
[name] awalnya ingin bertanya lagi, namun tangannya digenggam oleh Daiki yang mengajaknya melanjutkan, "Biarkan saja, ayo lanjutkan."
Daiki membukakan pintu untuk mereka berdua, mendahului melewati pintu dengan disusul [name] yang setia mengekor di belakang. Dari balik pintu yang hendak ditutup, [name] menoleh dan dia melihat-wajah Yuzutsu yang telah memerah pipinya.
Iris [name] melebar, "Aomine-san, tahu alasan Yuzutsu-san tidak mau naik ke sini?"
"Aku tahu, tapi lebih baik kau melihatnya setelah bertemu dengannya." Daiki melepas genggaman tangan mereka, berjalan memimpin [name].
Dia? Siapa?
[name] bertanya-tanya, sayangnya tidak mampu temukan jawaban yang meyakinkan.
"Aomine-san, sebenarnya ada apa di atap kok sampai-sampai disebut tempat keajaiban yang kedua?"
Daiki diam, tidak membalas, hingga akhirnya berhenti dan menyingkir dari sudut pandang [name] agar tak menutupinya.
"Itu, tempat keajaiban kedua." Tunjuknya pada sesuatu yang kini terlihat jelas di hadapan [name].
"Kandang merpati?" [name] nampak syok, meragukan pengelihatannya sendiri.
"Yap, tidak bisa kautemukan di sekolah selain SMA PAW," ucap Daiki menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Lalu? Yuzutsu-san tidak mau naik ke atas sini karena takut dengan merpati?"
"Aomine-san?"
Sepenggal kata disuarakan, [name] tersentak dari tempatnya.
Ternyata ada orang lain selain mereka berdua di sini.
"Yo."
Daiki balik menyapa, mengangkat tangannya dan melambai pada pemuda yang duduk tak jauh dari mereka. Seorang pemuda yang dikerumuni oleh merpati.
[name] melongo. Masih baik kalau seorang pemuda dikelilingi oleh perempuan karena memang sudah sewajahnya, tapi ini? Merpati.
Iya, salah satu spesies unggas, merpati.
Insan ketiga yang tak dikenali mendekati mereka tepat setelah mengusir merpati yang mengerubungi dirinya, menyisakan beberapa saja untuk tinggal.
[name] bergerak cepat, menyembunyikan dirinya di balik tubuh tegap Daiki yang keheranan akan sikap gadis itu.
"Kenapa?"
[name] menggeleng, tidak ingin mengatakan alasannya.
"[full name]-san, ya? Murid baru 'kan?"
[name] mengangguk ragu, tangannya meremas kuat seragam Daiki.
Lelaki itu menorehkan senyum tipis, tampak tidak keberatan dengan tingkah [name].
"Kau menakuti [name]," ceplos Daiki dengan santainya menatap pada insan yang jauh lebih pendek dari dirinya, "dia itu pemalu, Tazaki."
"Ah, begitu ya," ucap Tazaki mundur selangkah, "maaf jika aku belum melakukan perkenalan dengan baik, namaku Seto Tazaki."
[name] perlahan menampakkan badannya, "senang bertemu dengan anda, Seto-san."
Tazaki menangguk, kemudian mengalihkan pandangannya kepada Aomine, tampak jelas bertanya-tanya apa yang dilakukan pria itu di sini. Tentu saja tidak mungkin seorang pemalas seperti Aomine Daiki mau diminta untuk mengantar murid baru berkeliling dengan sukarela, bukan?
Jadi pilihan yang ada hanyalah karena diancam atau dijanjikan sesuatu sebagai imbalan.
"Aomine-san," panggil Tazaki secara halus, tetapi perkataannya tidak dilanjut sebab Daiki memotong lebih dahulu.
"Tentu saja aku dipaksa oleh Yuzutsu, tidak mungkin aku menawarkan diri," jawab Daiki seolah mengetahui isi pikiran Tazaki, "katanya aku boleh membolos seminggu selama aku mengantar [name] berkeliling," imbuhnya.
Tazaki menarik sudut bibirnya ke atas, "kalau begitu, apakah dia bersama dengan kalian?"
Memang itu terdengar seperti pertanyaan wajar, tetapi [name] tahu sebuah rasa senang terselip di balik ekspresi yang Tazaki samarkan.
Ada hubungan apa Yuzutsu-san dengan Tazaki-san?
Aomine menunjuk pintu di belakang mereka dengan sebelah tangan, memberi isyarat bahwa seseorang yang Tazaki cari ada di sana. Tazaki pun segera berpamitan kepada kedua orang tersebut, lalu mempercepat langkah kakinya selama menuruni tangga--ingin bertemu sosok perempuan yang menghindar darinya.
Bibir [name] yang tadinya terbuka untuk bertanya kembali dirapatkan kembali. Dia tahu betul bahwa mencampuri urusan orang lain itu tidak baik, tetapi rasa penasaran untuk bertanya tentu tetap ada.
"Tanyakan langsung pada Yuzutsu."
Begitulah tour hari kedua mereka diakhiri dengan senda gurau sambil menyantap makan siang di atap, ditemani angin sepoi yang berhembus dan burung merpati yang berkumpul.
***
tempat kedua : kandang merpati - fin.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top