1. Insta*ram

Garis bibir yang melengkung ke atas, tetapi tidak diikuti 'senyum di mata': Senyum palsu. Tepat ketika Arina membaca sebuah status yang lewat, dari seorang temannya yang tidak terlalu akrab dengannya.

"Gak usah lebay deh, ya. Emangnya begitu lucu? Coba deh diri lo tuh ditunjukkan dengan karya-karya."

Arina mengerti sekali. Sindir menyindir memang menjadi ciri khasnya. Dan Arina mengerti bahwa sindiran itu kali ini ditujukan padanya. Hanya karena ia mengunggah foto tentang jadwal mata kuliahnya yang dijadikan lockscreen. Ia melakukan itu karena sebuah 'insiden' salah jadwal, yang seharusnya ia masuk kuliah jam 9 pagi dia datang jam 10.

Smartphone di genggaman tangan kanannya ia remas kuat. Kendati dalam hatinya ia ingin melempar kuat-kuat ponselnya, ia urungkan untuk dilakukan. Tentu saja dia tidak mau, selain karena ponselnya masih tergolong 'baru' , juga karena ponsel termasuk benda berharga baginya. Terutama hanya karena perasaannya memanas oleh sindiran tidak bermutu.

Kali ini, berbekal secangkir teh hangat dan malam sunyi, karena seluruh penghuni rumah telah tertidur ia merenung. Ia pikir, itu bukan sepenuhnya salahnya. Selama ini, entah ada berapa postingan di instagramnya yang memuat karya-karyanya, seperti kutipan dari novel ataupun hasil grafik yang ia buat. Namun, mengapa begitu mudahnya orang itu menyindirnya sedemikian rupa?

Arina tidak pernah menyindir-nyindirnya, meskipun tidak satu dua-seringkali, orang itu memenuhi recent update BBM nya dengan status galau dan sebagainya. Dan MESKIPUN Arina benar-benar merasa jengkel dan jijik melihat status-statusnya.

Entah sesapan teh yang keberapa, perenungan Arina semakin dalam. Bahwa manusia tidak ada yang sempurna. Orang yang tidak pernah macam-macam, selalu menjaga dirinya dari hal yang berlebihan pun pernah salah. Namun, mengapa, dari sekian kebaikan yang ia lakukan, hanya satu keburukan itu yang di ingat?

Kalau soal berkarya, Arina memang bukan penulis terkenal. Tepatnya, ia sedang dalam masa merintis karir. Namun, tentu karyanya tidak hanya satu, dia punya banyak. Dan diantara teman-temannya tidak ada yang membacanya. Lalu, saat ini dia disindir 'tunjukkan dengan karya' ?
Ingin rasanya Arina mencetak semua novel, cerpen, puisi, semua draf tulisannya sekaligus hasil grafik dan buku kumpulan cerpen yang salah satunya ada cerpennya untuk disumpalkan ke mulut berengsek yang menyindirnya seperti itu.

Memang, kadang ada manusia yang seperti ular. Bila didekati, menggigit. Bila berganti kulit, bersikap seakan dia orang lemah dan tak berdaya, hanya sebagai korban. Istilah masa kininya, playing victim. Dan bahasa gaulnya "Bila dibaikin ngelunjak". Sungguh Arina benar-benar kehilangan rasa hormatnya pada orang itu
.
The End

Sisi yang tak pernah kau mengerti, berisi curhatan dari kejadian sehari-hari yang dikemas agak puitis dan ala-ala sastra😂intinya ya curcol😂

Apakah anda pernah merasakan seperti Arina? Silakan komentar wkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top