08/02/22: Day 8

Tema: Buat cerita yang mengandung kata; Gantungan kunci, Mimpi Buruk, Pulau.

~~~~~~~~~~

Langit POV

Suara deburan ombak terdengar begitu berisik. Menganggu tidurku.

Mataku terasa gatal begitu angin menyentuh bulu mata, memaksaku untuk bangun.

Kucoba membuka mata, langit biru yang sedikit tertutupi daun-daun pepohonan terlihat.  Daun-daun itu melambai cepat, angin di sini sepertinya kencang.

Aku mencoba bangkit, dan kurasakan rerumputan yang sedikit tajam mengenai telapak tangan. Mengapa aku tidak menyadari rumput-rumput ini tadi?

Aku berada di bukit kecil.

Itu yang kusadari. Tanah yang agak menanjak di tempatku berbaring kini dikelilingi dengan pepohonan dan ternyata belakangku...

Adalah Jurang.

Begitu telah sepenuhnya duduk, aku merasakan sesuatu melingkari jari telunjukku.

"Gantungan kunci?" gumamku begitu melihat gantungan kunci kucing menggantung di jari telunjukku.

Ah, aku ingat. Ini milik Bintang, gantungan kunci yang selalu digantung di tempat pensilnya.

Aku bangkit berdiri sembari menggenggam gantungan kunci itu. Kini ku sadar. Aku berada di alam mimpi.

Atau lebit tepat, Lucid Dream.

Aku berjalan ke tepi jurang menatap apa yang ada di bawah sana. Laut, lautan yang luas hingga aku tidak melihat pulau lain di lautan seluas itu.

Jika ini mimpi, seharusnya tidak apa jika aku melompat ke bawah sana

Pikirku, sembari menatap tepi lautan yang penuh karang di bawah sana.

Hutan di belakangku terlihat lebih menyeramkan dari ujung pantai sembari menunggu aku terbangun.

Tapi aku tidak bisa begitu saja ke pantai, hanya ada dua jalan sekarang; terlusuri hutannya atau melompat ke bawah sana.

"Seharusnya tidak apa." Tukasku. Lantas mengambil napas dalam-dalam dan melompat.

Apa ini?

Kenapa waktu seakan berjalan lambat? Aku bisa melihat dengan jelas wajahku yang kian mendekat ke air laut dengan lambat.

Sepersekian detik setelahnya, waktu seakan kembali normal dan tubuhku masuk ke dalam air.

Suara angin yang besar itu tak lagi terdengar, hening dan damai itu yang kudengar di bawah sini, namun—

"Ukh!" Tiba-tiba perutku tertarik sesuatu, lalu terbawa ke arah yang lain. Air lautnya! Kenapa jadi sekuat ini!?

Sisa napasku kian menipis, aku harus ke atas!

Kukerahkan kaki dan tanganku untuk berenang ke atas, susah payah menjaga tubuhku untuk tetap.

"Puah!" Aku menarik napas, sesaat merasa lega.

Aku membuka mata, namun yang terlihat, adalah ombak tinggi, sangat tinggi seakan mau melahap raksasa. Dan sialnya ombak itu siap melahapku.

Kututup mataku pasrah, mungkin sebentar lagi aku akan terbangun.

........

Kali ini terasa hangat, apa aku sudah terbangun?

Sayup-sayup, aku mendengar suara saudara-saudaraku. Tawa kegirangannya Bintang, suara lembut Kak Luna dan cerianya Kak Surya.

Aku tersenyum, aku telah pulang. Aku membuka mataku, namun terasa basah. Kuseka dengan lengan...

Kenapa lengan bajuku basah?

Tunggu, kasurnya, badanku....

Semuanya basah. Apa aku belum terbangun?

Aku membuka mataku cepat, memeriksa di mana aku berada kini. Kamarku, aku berada di kamarku, lalu kenapa aku basah kuyup?

Apa mereka menyiramku saat aku tertidur?

Tidak, tidak. Kalaupun begitu, mereka tidak akan menyiram sampai badanku.

Sekilas, konsentrasiku buyar dan suara mereka terdengar lagi. Baiklah, kucoba untuk menghampiri mereka.

Aku bangun dari kasurku, menutup pintu kamarku pelan lantas menuruni tangga, mendekati mereka bertiga yang berada di sofa.

... Apa yang terjadi?

Sofa di rumah ini, kenapa sempit begini? Seharusnya ada satu tempat tersisa untukku duduk di sana. Tapi kenapa...

Tidak ada?

"Bintang." Mencoba tegar, aku panggil namanya.

... Dia tidak merespon.

"Kak Luna, dengar Langit?" Aku yakin suaraku kini bergetar memanggil namanya. Tapi Kak Luna pun tidak merespon.

Aku mencoba mengguncang mereka tapi,

Akulah yang tidak ada.

Tanganku menembus tubuh mereka. Kenapa? Apa karena aku kasat mata bagi mereka? Apa aku saudara yang tak ada bagi mereka?

Tidak, tidak. Ini hanya mimpi, tak lebih. Aku tetap bagian dari keluarga mereka, aku tetap saudara mereka.

... kan?

"Tidak, kau bukan saudara kami Langit." Kak Luna bersuara.

Tidak, Kak Luna yang nyata tidak akan mengatakan itu!

Seketika, ruang tengah rumah kami berubah. Menjadi ruangan atau...

Entahlah, terlalu hitam dan gelap untuk memastikan apa aku di dalam ruangan atau bukan.

"Bukankah kau kasat mata, di keluarga kami?"

Tidak, Tidak. Itu tidak benar aku masih saudara kalian!

"Kak Langit. Kak Langit kan selalu terpinggirkan?"

KUBILANG—

........

Seakan tubuhku tersentak, terjatuh, dibawa kembali. Aku membuka mataku cepat.

Aku terbangun, kembali ke kamarku.

Kusadari Seluruh tubuhku tegang dan berkeringat. Aku bangun, mencoba duduk sembari menyentuh dadaku.

Jantungku berdegup kencang. Tadi itu Mimpi Buruk yang mengerikan.

Aku menghela napas panjang, meremas rambutku.

"Hanya mimpi. Tenanglah."

.

.

08/02/2022
Author's Note

Wii aku suka tema hari inii~

Berkat tema ini aku bisa menyampaikan kekhawatirannya Langit dengan keren~~

Kemarin Luna udah dikasih sneak peak sihh tentang kekhawatirannya.

But yeahh, aku masih suka chapter inii, fufufu~

Udah giru curhatnya haha.

Sampai babay di episode selanjutnyaaww :3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top