Santri's Schedule
Warning masih terdapat banyak typo harap maklum!
Seperti istilah yang pernah kubaca bahwa waktu tak akan pernah menunggumu, ia akan terus berjalan tanpa peduli kepada apa pun.
Dan kini aku sudah seminggu menjalani kehidupan sebagai santri baru dan mulai merasakan padatnya kegiatan serta ketat peraturan yang ada.
Dan selama seminggu juga aku sudah mendapatkan berbagai macam hukuman, dari mulai telat sholat, lupa merapikan lemari, dan lupa dengan tugas piket harian.
Nano-nano rasanya ada perasaan kesal, sedih, tetapi juga lucu kalau diingat. Berbicara tentang kegiatan, aku bahkan sudah hapal di luar kepala jadwal dari bangun tidur sampai tidur lagi.
Karena banyaknya santri putri untuk mandi pagi kami dibagi menjadi dua jadwal sebelum subuh untuk santri wustho atau setingkt SMP dan setelah subuh untuk santri ulya atau setinggkat SMA.
Kami akan dibangunkan oleh kakak PSP yang bertugas, ada berbagai macam cara mereka membangunkan kami. Ada yang dengan menggendor pintu, ada yang sampai masuk dan membangunkan satu-satu, dan ada yang dengan menyipratkan air. Setelah salat subuh kami mengaji, dan setelah mengaji bersiap-siap berangkat sekolah. Ketika sekolah kami wajib meninggalkan kamar dan lemari dalam keaaan bersih dan rapi, apabila tidak maka kami akan mendapati kamar kotor dan bajubaju berserakan sebagai hukumannya.
Sandal juga wajib di susun rapi, bila tidak kami akan endapati sebelah sandal kami tidak ada, alias di sita oleh PSP departemen kebersihan. Penyitaan sandal ini, dikenai denda tiga ribu rupiah per sandal.
Setelah pulang sekolah ada sedikit waktu bebas yang biasa digunakan untuk cucian atau tidur siang sebentar.
“Naj, cucian yuk! Mumpung panas nanti pulang Madin sisa angkat,” ajak Rina.
“Ayo deh, biar gak banyak cucian,” balasku sampil bersiap-siap.
Aku dan Rina turun ke bawah alias ke kamar mandi, tapi sebelum itu kami mengambil ember dan sabun untuk mencuci. Ember di taruh di rak besar dekat jemuran, dan disusun rapi agak dipandang mata tidak menyakitkan.
Beruntung kamar mandi tidak begitu ramai sehingga tidak perlu mengantri terlebih dahulu.
“Naj, gimana kamu betah di sini?” tanya Rina sambil mencuci pakaiannya.
“Betah kok, kamu gimana?” tanyaku balik.
“Lumayan. Tapi sepertinya Rara gak betah deh, kalau dia pindah gimana?” ujar Rina.
“Kenapa kamu bisa mikir gitu?” tanyaku balik.
“Hari Jum’at kemarin dia nelpon ibunya sambil nangis-nangis, makanya aku takut kalau dia pindah,” jawabnya.
“Caranya biar dia gak pindah, ayo coba buat dia betah di sini,” ujarku memberikan saran.
"Bagaimana buat dia betah?" tanya Rina.
"Dengan selalu menemaninya, mengajaknya, dan membantunya," jawabku tenang.
~^~
Seperti jadwal yang sudah mulai kami hafal, setelah salat Ashar kami melakukan kegiatan berupa MADIN (Madrasah Diniyyah).
Madin itu seperti sekolah tetapi yang dibahas adalah soal keagamaan seperti pelajaran tauhid, tajwid, akhlak, fiqih, risalatul mahid dan bahasa arab. Untuk kelas satu wustho atau setingkat dengan mts kami baru diajari enam pelajaran.
Ketika naik kelas nanti, kami akan bertemu nahwu dan shorof yang terkenal sulit karena dua pelajaran tersebut diibaratkan ibu dan bapaknya ilmu bahasa arab.
Sedikit info bahwa setiap pondok pesantren memiliki jadwal yang berbeda dan kegiatan yang berbeda juga tergantung oleh sistem pengajarannya.
"Hoamm ... ngantuk banget sih," ujar Rina sambil menguap.
"Iya lumayan, aku biasanya tahan ini kok gak bisa ditahan sama sekali ya," timpalku menanggapi Rina.
"Memang pak Amin, itu minta diamini kalau ngajar hehehe. Waulahu a'lam bi showab kalau sudah dengar itu tiba-tiba rasa kantuk sirna seketika."
Sepulang dari Madin, kami bersiap untuk ke masjid untuk melakukan yasin fadhillah. Kegiatan membaca yasin yang di beberapa ayatnya terdapat doa-doa.
"Semoga kakaknya cepet bacanya, aku mau beli pentol depan gerbang," ujar Zahra yang duduk di sampingku.
"Eh, bukannya nanti ditutup ya gerbangnya," ucapku mengingatkan.
"Ada cara baru dong, Naj. Lewat pagar sebelah sana, nanti pak lek pentolnya yang hampiri kita, " balasnya.
"Aneh-aneh aja kalian ini," timpalku.
Setelah yasin fadhillah memang ada jeda waktu sebelum qiro'ah salat magrib. Jadi, beberapa santri banyak yang melanjutkan kegiatannya yang tadi tertunda. Selain itu, juga kesempatan bagi yang menjalankan puasa sunnah baik senin dan kamis atau puasa sunah lainnya.
-*-
Langit sore semakin gelap, salat maghrib telah dilaksanakan. Suara dzikir yang memenuhi masjid ini membuatku terkadang melamun karena merindukan keluargaku.
"Ya Allah sertailah kesehatan dan mudahkan rezeki ibu dan bapakku" doaku setiap selesai dzikir.
Salat di masjid bersama dengan santri lain, membuatku bersemangat karena salat menjadi terasa menyenangkan.
Walaupun salat subuh masih jadi momok bagiku untuk bersemangat.
Setelah bersalam-salaman, santri kelas satu wustho sudah mengambil tempat duduk untuk mengantri ngaji Al-Qur'an.
Ada dibagi menjadi beberapa kelompok mengaji, ada yang di masjid dan ada yang langsung di rumah pak kyai.
"Sebelum pulang, ustazah mau mengingatkan agar kalian terus semangat belajar di pondok ini. Tahukan seseorang yang menuntut ilmu itu sama seperti jihad di jalan Allah. Jadi, jangan sedih sesungguhnya kalian yang masuk ke pesantren itu adalah orang-orang terpilih yang berjalan menuju kebaikan."
Nasihat ustazah Riza selalu tepat sasaran, banyak santri lain yang menunduk setelah mendengar perkataan beliau.
-*-
Sinar rembulan menemani malam kami, selepas salat Isya kami sudah berkumpul di Aula bagi yang masih kelas satu wustho sedangkan tingkatan lainnya sudah menuju kamar masing-masing.
Ya, kami masih dalam masa belajar menulis pegon atau huruf arab yang biasa digunakan untuk memaknai kitab.
Dulu di TPA aku pernah diajari menulis pegon jadi, sekarang aku tidak terlalu kesulitan. Hanya bagian imlak atau menyambungkan huruf hijaiyahnya yang masih belum lancar. Kegiatan belajar pegon diadakan sekitar 15 menit setelah itu kami bisa beristirahat di kamar masing-masing.
Kalau malam minggu televisi biasanya boleh dinyalakan, tapi sampai jam 10 malam saja. Setelahnya akan dimatikan dari rumah pak kyai, kalau kakak PSP tidak mengingatkan santri lainnya.
Aku yang sangat hobi menonton pun tak pernah absen untuk ikut duduk menonton bersama santri lainnya.
Jikalau hari biasa, kami mengerjakan tugas sekolah atau membaca buku dan tentunya bercerita.
Terkadang kami bermain permainan sederhana seperti ular tangga atau teka-teki silang. Tetapi kalau sudah mendekati tanggal setoran hafalan semua kegiatan ini musnah diganti dengan pemandangan santri hafalan di mana-mana. Di depan kamar, di depan masjid, aula, jalan, di mana saja ada yang hafalan.
Kalau sampai tidak setoran konsekuensi yang didapat sangat berat, dan beban pastinya akan bertambah.
"Besok ada ulangan kah, Zahra?" tanyaku.
"Iya Naj, ada biologi besok ulangan harian, " jawabnya.
" Okedeh, " balasku sambil mencari buku biologi.
-*-
Maafkan daku yang belum bisa edit semoga kalian suka :)
Kalkulus Cinta
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top