Sahabat Fillah

Warning typo bertebaran dan tulisan masih berantakan harap maklum karena menulis dalam mode kesurupan :v

"Bu Najwa lanjut ke mana?" tanyaku pada ibu.

"Terserah kamu aja, mau lanjut di sini atau di mana yang kamu mau, " jawab ibu.

" Di Jawa boleh?" tanyaku takut ibu marah.

"Ibu bukan masalah tidak mau kamu cari ilmu yang lebih di Jawa. Tapi di sana jauh, kalau kamu sakit ibu nanti bingung gimana mau nengoknya. Ongkos ke Jawa itu gak sedikit, Nduk" jelas ibu.

Aku mengangguk paham akan kekhawatiran ibu.

"Ya sudah aku di sana lagi aja, Bu. Kalau lanjut sini aku sayang sama hafalan dan ngajiku di sana," ujarku.

"Ya sudah kapan pendaftarannya?" tanya ibu.

"Nanti bulan Juli awal, Bu. Sekalian sama sekolahnya," jawabku.

Aku tak tahu apakah ini pilihan yang benar karena sudah berulang kali aku meminta petunjuk kepada Sang Khalik.

Tetapi aku yakin untuk kembali masuk ke pesantren. Mungkin ini adalah suatu jawaban dari Allah.
***
Betapa terkejutnya aku ketika mengetahui Fariz si biang onar temen dari bayi itu memutuskan untuk masuk pesantren. Seperti melihat sesuatu yang langka di pesantren ini.

"Kok kamu masuk sini? " tanyaku saat dia lewat di depan kamar baruku. Aku menempati Marwa Zone tepat di depan masjid, sehingga aku jarang telat salat.

" Aku mau jadi Pak Ustaz biar bisa lamar kamu," jawabnya sambil tertawa.

"Selamat berjuang Pak Ustaz semoga betah," balasku lalu masuk ke kamar. Takut terlalu lama ngobrol dengan biang onar itu malah membuatku mendapatkan masalah.

Kabar paling baiknya Sarah dan Rahma juga lanjut di ponpes ini. Aku sekamar dengan mereka berdua lagi.

***
Hari pertama sebagai santri lanjutan, kami masuk di bulan Ramadhan sehingga kami hanya melakukan ngaji kitab belum ada madin.

Ngaji kitab ini di masjid dengan bimbingan seorang ustaz dan kali pertamanya bersama dengan anak baru.

Kami berkenalan malam sebelumnya, karena pasti mereka canggung. Jadi, kami mengusahakan untuk memberikan kenyamanan agar mereka bisa betah di sini.

"Ngaji kitab lagi, ngapsahi lagi, cuci mata lagi. "
Terdengar suara Sarah yang tidak merdu itu mengalun di kamar kami.

" Cuci mata apa?" tanyaku tak mengerti.
"Cuci mata Naj, kan Akhi Hafiz juga ngaji kitab tapi di aula. Makanya dia dandan gak kelar-kelar," ujar Rahma menjelaskan.

"Ihh, malah dikasih tahu sih Rahma, harusnya biar Najwa lihat sendiri nanti," ujar Sarah.

"Ah, ya sudah kalau selesai, ayo buruan ke Masjid sebelum ustaz datang," ajakku.
Sebelum ocehan Sarah dan Rahma tidak selesai-selesai.
***
Ngaji kitab ramadhan dilakukan sehari tiga kali, setelah nderes subuh.
Pagi setelah dhuha dan sore sambil ngabuburit.

Antrean yang paling penuh adalah saat bulan puasa terutama saat ambil makan sahur dan ambil takjil. Ngantre sampai sulit untuk ke luar dari kerumunan manusia yang mengantre itu.

"Ambil takjil yuk," ajak Sarah.
"Sudah diambilkan Rahmah, soalnya dia haid jadi boleh duluan," jelasku.
"Oh, baguslah. Terus kita ngapain dong?" tanya Sarah kebosanan.
"Mau beli di luar?" tanyaku.

Sarah langsung berdiri dengan wajah yang sumringah ketika aku menawarkan ide tersebut.

Selama bulan puasa kami diperbolehkan membeli makanan di luar gerbang asalkan sudah kembali saat pengumuman yasin fadhilah.

Ramainya seperti pasar ramadhan di desa-desa. Menjual berbagai macam lauk, cemilan, serta berbagai macam aneka es segar.

"Mau beli apa kamu?" tanyaku.
"Mau beli pentol bakar sama es buah," jawab Sarah yang segera berlari mengantri.

Mendapatkan apa yang diinginkannya kami kembali ke kamar untuk bersiap berangkat yasin fadhilah.
***
Tarawih dan tadarus di pondok pesantren menjadi hal yang wajib. Karena apabila tidak salat tarawih akan diadakan pemeriksaan di setiap kamar, kecuali bagi yang haid. Tadarus pun ada absensi agar tidak ada yang mangkir dan langsung tidur. Tadarus selesai pukul setengah sebelas dan wajib sehari menghabiskan satu jus dibagi dengan banyaknya anak kamar yang tidak haid.
***
Kesehatanku menurun beberapa kali aku jatuh sakit. Dan Alhamdulillah aku memiliki sahabat yang benar-benar tulus seperti Sarah dan Rahma juga Fariz karena dia yang membelikan obat untukku.
.
.
Mereka sangat perhatian dan merawatku ketika sakit dan tetap merawatku walau sudah sembuh. Mereka akan marah apabila aku melanggar larangannya dan akan khawatir ketika aku mulai merasakan gejala penyakit yang kuderita inj.

"Istirahat Najwa. Jangan ke mana-mana jangan makan yang aneh-aneh. Berhenti makan yang pedas dulu. Ini buat lambungmu," ujar Rahma yang cerewet sekali.

Mungkin benar cita-citanya menjadi dokter sehingga cerewetnya akan ke luar ketika ada orang yang sedang sakit.

"Minum obat jangan lupa, dan diniatkan meminta kesembuhan dari Allah," ujar Sarah mengingatkan.

"Iya cerewet-cerewetku sayang," balasku pelan.

"Fariz nanya terus pas ambil makan, katanya dia sudah belikan obat buatmu nanti aku ambil di dapur, dia titipkan ke bulek dapur," tambah Sarah.

"Bilangin syukron kalau bisa ngomong ke dia," ujarku.

Mereka pamit akan madin sedangkan aku disuruh istirahat total karena sudah drop selama tiga hari.
Jujur sakit itu membuatku kepayahan karena nantinya harus mengejar pelajaran yang sudah di pelajari.

Memilih teman yang baik adalah sesuatu yang tak bisa dianggap remeh. Karena itu, Islam mengajarkan agar kita tak salah dalam memilihnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman.

Dan Alhamdulillah mereka adalah Sahabat fillah yang dikaruniakan oleh Allah untukku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top