Luapan Hati Azkia

Holaaa. Kabar baik? Cuz baca aja wkwkw.

❤️❤️❤️

Azkia penasaran dengan kejadian di rumahnya beberapa hari lalu. Bukan keributan atau apa pun, tapi ketegangan yang ia tangkap dari dua orang terkasihnya, Bagas dan Hafiz.

Saat ia terbangun dan diberitahu ibunya bahwa suaminya sudah datang dan berada di teras, Azkia langsung menyusul tapi langkahnya terhenti melihat keanehan pada dua pria tersebut. Hafiz terlihat marah. Satu tangannya mencengkram kaus Bagas. Tangan yang lain mengepal kuat, seperti ingin meninju suaminya.

Ketegangan mereka pecah kala melihatnya. Azkia menghampiri keduanya diiringi pertanyaan yang sampai saat ini belum mendapat jawaban baik dari Hafiz maupun Bagas. Keinginan tahuan Azkia terus mengusik sampai-sampai mengganggu tidurnya.

Tidur Bagas terusik oleh gerakan Azkia. Ibu hamil itu gelisah dalam dekapannya. Aneh sekali. Ia melihat jam dinding melalui ekor matanya. Satu dini hari, itu artinya ia baru tidur dua jam setelah memeriksa laporan keuangan. "Ada apa?" gumamnya tak jelas.  Wajahnya kembali ia tenggelamkan di rambut panjang wanita itu. "Ada yang kamu mau?" Tidak biasanya Azkia terbangun di jam-jam sekian kecuali ke kamar mandi.

Azkia sedikit melonggarkan belitan tangan Bagas di tubuhnya. Namun, pria itu menariknya kembali. Ia tak bisa apa-apa jika sudah begini. "Mas."

"Hmm."

"Itu ... eum itu ... waktu di rumah Ibu, Mas, sama Hafiz ... kalian ada masalah?" Azkia tahu ini bukanlah saat yang tepat tapi kalau tidak sekarang ia belum bisa tenang.

Mata terpejam itu kini terbuka. Netranya berkedip menyesuaikan cahaya kamar yang temaram. Ia tak bergerak. Gerakan mengelus perut Azkia pun berhenti. Bagas bergeming sebelum akhirnya menyahuti pertanyaan wanita di dekapannya. "Nggak ada. Salah paham." Bagas memilih berkata jujur sebab Azkia tahu jadi percuma saja mengelak.

Ia ingin berbalik tapi ditahan oleh suaminya. Bagas mengeratkan pelukannya. "Salah paham soal apa?" Ia akan mengejar sampai Bagas menceritakan yang sebenarnya.

"Dia tahu kita akan pisah."

Detak jantung Azkia seakan-akan berhenti. Tubuhnya lemas dalam dekapan Bagas. Pening segera menyergap seolah dipukul Godam begitu kuat. Rupanya pucat seakan-akan darahnya disedot kuat saat itu detik itu juga. Bagaimana bisa adiknya itu tahu? Apakah Hafiz sudah menceritakan pada ibunya? Kepanikan melanda Azkia. Ia berusaha melepas belitan Bagas. Ia ingin duduk tapi pria itu mengeratkan sampai-sampai ia tak bisa napas. "Bagaimana dia tahu? Apa, Mas, kasih tahu dia? Gimana kalo Hafiz bilang Ibu? Kenapa, Mas ...."

"Diem dulu! Dengarkan." Rontaan Azkia berakhir. Bagas menghela napas sebelum menjawab cecaran Azkia. "Dia dapat foto dari temannya. Dia minta aku mengembalikan dirimu padanya. Hafiz tidak rela aku menyakitimu," paparnya. Ia menyurukkan wajahnya pada rambut Azkia. Posisinya di belakang wanita itu membuatnya lebih leluasa melakukan apa pun pada Azkia.

Jantung Azkia kembali berdetak. Hidupnya seakan di ujung tanduk menanti kelanjutan cerita Bagas. Akankah pria itu benar-benar mengembalikan dirinya pada Hafiz? Sedikit harapan Bagas akan mempertahankan dirinya tapi siapa Azkia hingga pria itu melakukan hal demikian. "Lalu apa ... apa jawaban, Mas?" cicitnya ingin tahu tapi ia tak memiliki keberanian mendengar sahutan Bagas.

Sukar baginya menebak jalan pikiran suaminya itu. Perhatian pria itu selama ini pun semata-mata demi anak mereka. Ya Tuhan, mengapa hati Azkia sakit sekali. Nyeri yang amat sangat seperti daun yang dihancurkan sampai lebur.

"Tidurlah."

'Kamu pikir dia akan bilang tidak? Bangun! Kamu hanya pengganti dirinya, sebelum mereka memutuskan kembali bersama.'

Iya. Harusnya Azkia sadar bahwasanya posisi dia sekarang ini hanya sementara sebelum Ranti memintanya lagi. Itu mungkin saja bukan? Bagaimanapun Bagas dan Ranti masih saling cinta dan menjalin hubungan sampai saat ini. Jadi apa yang ia harapkan?

Ya Allah, kenapa sakit begini? Tubuhnya pun bergetar bersama dengan air mata yang meluruh. Bagaimana bisa ia terlena akan perhatian Bagas padanya? Pria itu hanya bersikap gentleman kepada wanita hamil yang butuh pertolongan. Dada Azkia seketika terasa sesak layaknya dihimpit berton-ton batu bata sampai-sampai membuatnya mati.

Azkia kembali hancur. Asa yang terus ia gaungkan disetiap sujudnya tak mungkin terwujud. Mungkin benar, dari awal mereka tidak berjodoh. Namun, karena ia memaksa maka alam memberinya kesempatan sebelum kembali ke garis awal. Isaknya mungkin nyaring hingga tubuhnya ditarik sampai telentang. Netranya bertemu dengan netra Bagas. Ia tak bisa lagi menutupi tangisan sakit hatinya.

"Kenapa? Apa ada yang sakit? Apa aku meluknya terlalu erat?" Bagas khawatir. Ia sudah terpejam tapi telinganya menangkap isakan wanita ini. "Terus kenapa?" tanya lagi ketika Azkia menggeleng dengan air mata yang semakin deras.

Bagas menyingkir dari atas Azkia. Ia membantu wanita hamil itu duduk. Ia juga meraih air minum yang Bagas sediakan setiap hari agar Azkia tak perlu bolak-balik dapur dan mengganggu tidur ibu hamil itu. "Katakan ada apa? Apa yang membuatmu menangis? Apa ini tentang Hafiz? Apa ...."

"Ini semua gara-gara, Mas!" potongnya dengan suara keras.

Untuk pertama kalinya Bagas terkejut melihat Azkia membentaknya. Tidak, ia tidak takut hanya terkejut. Wanita ini kalem dan mungkin kali ini ada sikapnya yang keterlaluan.

"Kenapa, Mas, nggak loloskan aja perceraian kita?" Azkia benar-benar terluka. Ia ingin segera bebas dari nelangsa ini. "Apa, Mas, nggak pernah mikirin perasaan aku? Apa, Mas, mau membalas dendam sudah memisahkan kalian?" Azkia mundur memberi ruang untuk mereka. Ia saat ini tak ingin dekat dengan Bagas.

"Aku tahu, aku salah tetap memaksa pernikahan ini, sampai buat kamu harus pisah sama Mbak Ranti, tapi aku sudah coba menebusnya dengan meminta perpisahan. Tapi apa? Mas, malah membatalkan gugatan itu." Raganya terguncang oleh tangisannya. Ia tak sanggup lagi bila harus bertahan lebih lama lagi. Ia harus benar-benar mengakhirinya agar tidak terluka lebih dalam.

"Kenapa dibatalkan kalo, Mas, nggak benar-benar bisa menerimaku? Kenapa? Apa gara-gara bayi ini? Mas, nggak perlu bingung soal dia. Aku bisa sendiri. Kamu nggak perlu merasa bertanggungjawab pada dia." Ia menyeka air mata yang terus turun. Ia tak bisa membendungnya walaupun berusaha menghentikannya.

"Aku nggak tahu apa maksudmu batalkan gugatan itu, tapi yang jelas caramu itu berhasil membuatku sakit. Ya, sakit terus berharap kamu bisa mencintaiku walaupun sedikit. Tapi ... nggak akan pernah terjadi. Aku nggak bisa kayak gini terus. Apa enaknya hanya memiliki ragamu nggak dengan hatimu? Nggak ada. Yang ada cuma sakit hati. Terlebih aku nggak bisa menuntutnya karena dari awal aku yang inginkan pernikahan ini." Azkia mengambil napas menjeda omongannya.

"Mungkin saat bayi ini lahir, kita bisa berpisah. Tanggung jawabmu sudah selesai. Nggak ada tuntutan apa pun yang akan kamu terima."

Azkia turun dari ranjang. Ia keluar kamar dengan tangisan yang masih terdengar. Ia kemudian masuk ke kamar kosong samping kamarnya. Mungkin untuk ke depannya ia akan pindah ke kamar ini agar tak terus bergantung pada Bagas. Ia akan membiasakan diri tanpa pria itu. Ya, mungkin itu yang terbaik.

Tbc.

Halah opo maneh Iki. Baru juga suka Bagas ngaku kok berantem lagi. Makanya Gas kalo cinta itu ngomong biar nggak salah paham gini 😑

Mbulet? Ya begitulah 🤣🤣
Di KK udah tamat ya bestiii.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top