6

Ebook bisa diakses di google playstore dan gramedia digital. Versi cetak bisa dipesan di shopee grassmedia official.

###

"Kamu sudah lama kerja di sini?" Pria itu, Bayusuta bertanya sesaat setelah ia menghentikan mobilnya di depan pagar sekolah tempat Aluna bekerja.

"Sudah dua tahun."

"Guru atau staff Tata Usaha?" Bayu memperjelas pertanyaannya.

"Saya ngajar di sini, oh ya terima kasih banyak ya, Mas," ucap Aluna sebelum membuka pintu di sampingnya.

"Eh, Lun tunggu dulu."

"Ya?" Aluna mengeryit bingung. Kenapa pria ini mencegahnya turun? Ia harus segera masuk jika tidak ingin terlambat.

"Boleh minta nomer kamu. Yah, siapa tahu di lain waktu kita bisa bertemu lagi." Aluna seketika paham. Ia pun menyebutkan nomer ponselnya dan menyuruh pria itu langsung menghubungi agar nomer Bayu tersimpan. Pria itu pun melakukan perintah Aluna. Dan setelah memastikan Aluna memasuki pintu gerbang sekolah, ia memacu kendaraannya pergi dengan senyum yang seolah enggan untuk luntur.

Yah, berbaik hati kepada orang asing ternyata berbuah manis. Ia bisa berkenalan dengan gadis yang tak hanya luar biasa cantik, tapi juga menarik. Benar-benar pagi yang menyenangkan.

"Kok kamu jalan kaki, Lun? Mana motornya?" Sebuah suara mengagetkan Aluna yang berjalan memasuki lobi sekolah.

"Tadi mogok di jalan, Bang. Terus aku bawa aja ke bengkel."

"Terus kamu ke sini naik apa?"

"Dianterin sama orang yang nolongin aku di jalan. Orangnya juga yang bantuin bawa si pinky ke bengkel. Coba aja nggak ada dia, fiuh.. Pasti aku masih terdampar di jalan." Aluna bercerita dengan mata berbinar.

"Kamu kok nggak hubungi aku aja sih, Lun? Kan aku pasti datang bantuin." Satria tampak tak nyaman dengan kalimat yang Aluna lontarkan.

"Yah, itu dia, Bang. Aku nggak kepikiran sama sekali. Udah kadung panik aja waktu si pinky tiba-tiba batuk-batuk terus ngambek nggak mau jalan. Yang ada di kepalaku cuma wajah Pak Sasongko yang bakal motong jamku lagi kalau telat." Aluna terkekeh geli mendengar kalimatnya sendiri.

"Lain kali hubungi aku ya kalau ada apa-apa. Aku pasti langsung datang kok. Kamu nggak usah khawatir."

"Ya nggak enak dong, Bang. Masak Abang harus siaga terus buat aku. Kan Abang punya kesibukan sendiri." Aluna tidak akan pernah mau merepotkan orang lain, ia akan pastikan itu.

"Nggak usah bilang gitu. Intinya kapan pun kamu butuh aku, pasti aku akan datang."

Aluna tersenyum canggung. Sepertinya tak ada gunanya ia berdebat dengan pria tampan di depannya ini. Diiyain aja lah dari pada urusannya jadi panjang. Akhirnya Aluna menganggukkan kepalanya.

"Iya deh, Bang. Makasih banyak ya," jawab Aluna kemudian mengajak Satria berjalan ke ruang guru.

***
Menjelang sore, Aluna tiba di bengkel tempat si pinky dirawat. Ia terpaksa menumpang mobil salah satu rekan kerjanya yang kebetulan rumahnya searah dengan bengkel. Sebenarnya awalnya Satria yang akan mengantarkan Aluna. Namun, tiba-tiba saja ia harus segera pulang karena ada kerabat ayahnya yang datang berkunjung ke rumahnya. Ia harus menjemput mereka di bandara segera.

Akhirnya, terpaksa Aluna merelakan kepergian Satria. Keberuntungan masih berpihak kepadanya karena salah satu rekan kerjanya menawari tumpangan. Mungkin efek wajah memelas Aluna yang terlihat benar-benar putus asa membuat siapa pun yang melihat akhirnya kasihan kepadanya.

Setelah mengucapkan terima kasih, Aluna pun berlalu memasuki bengkel yang merangkap dealer sepeda motor itu. Salah seorang karyawan menanyakan kepentingan Aluna dan Aluna menceritakan kronologi kejadian tadi pagi. Bagaimana skuter matik kesayangannya diselamatkan oleh sang pemilik bengkel yang saat ini Aluna datangi. Segera saja mbak-mbak karyawati bengkel itu mengangkat gagang telepon di mejanya. Berbicara sejenak entah dengan siapa di seberang sana dan tak lama kemudian ia mengakhiri panggilannya.

Beberapa menit kemudian seorang pria yang Aluna pastikan adalah seorang mekanik mendatangi Aluna dan mengatakan skuter matiknya sudah dalam kondisi terbaik. Siap untuk diajak pulang.

Setelah menunggu tak sampai lima menit, Aluna akhirnya bisa melihat si pinky lagi. Saat akan melakukan pembayaran, Aluna dibuat terkejut karena gadis yang bekerja di belakang meja kasir mengatakan bahwa biaya servis skuter matik Aluna sudah di bayar seseorang. Saat Aluna menanyakan siapa yang melakukannya, gadis itu menyarankan Aluna untuk menemui pemilik bengkel saja.

Dan akhirnya di sinilah Aluna sekarang. Di lantai dua bengkel tempat si pinky dirawat. Ada beberapa ruangan di sana, ia hanya perlu melakukan instruksi kasir di bawah tadi demi menemukan ruangan si pemilik bengkel.

Saat ia yakin dengan ruangan yang ia tuju, Aluna segera mengetuk pintu itu. Begitu sahutan terdengar dari dalam, Aluna pun mendorong pintu perlahan. "Maaf, boleh saya masuk?" Sesaat setelah pintu terbuka Aluna meminta ijin terlebih dahulu.

"Silakan masuk, Mbak. Mari," jawab pria itu ramah. Pria yang sama yang tadi pagi membawa si pinky ke bengkel miliknya.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya pria itu sesaat setelah ia menyilakan Aluna duduk di kursi di depannya. Setelah mengucap terima kasih, Aluna pun menjawab, "Maaf sebelumnya. Mas masih ingat saya kan? Mas yang tadi pagi membantu mengurus motor saya yang macet." Aluna sengaja tidak menggunakan panggilan pak karena pria di depannya ini masih terbilang cukup muda. Yah mungkin awal tiga puluhan, lah.

"Iya tentu saja saya masih ingat," jawab pria itu mantap.

"Barusan saat saya akan mengambil motor saya dan melakukan pembayaran, kasir di bawah mengatakan jika biaya servis sepeda motor saya sudah dibayar oleh seseorang. Jika saya ingin tahu siapakah orang yang telah melakukannya saya bisa bertanya langsung kepada pemilik bengkel ini, yaitu Mas," jawab Aluna lugas.

Pria di depan Aluna mengulas senyum. "Bayu yang sudah melakukannya, Mbak ...,"

"Aluna," jawab Aluna.

"Iya. Bayu yang sudah membayar biaya servis motor Mbak Aluna. Silahkan kalau mau berterima kasih kepadanya," lanjut pria itu tak melepaskan senyuman dari bibirnya.

Aluna seketika mengerutkan kening. Aluna jelas ingat siapakah Bayu. Pria baik hati yang pagi tadi membantunya begitu si pinky terbatuk-batuk dan akhirnya ngambek tidak mau bergerak. Pria itu pula yang menghubungi pemilik bengkel yang saat ini ada di depan Aluna. Dan yang terakhir, pria itulah yang mengantarkan Aluna yang nyaris terlambat ke SMP Putra Bangsa dengan selamat. Eh masih ada lagi bahkan pria itu sudah membayar biaya servis si pinky.

Terbuat dari apa hati pria itu? Jangan-jangan dia adalah malaikat yang sedang menyamar menjadi manusia demi bisa menolong Aluna. Oh, betapa beruntungnya dia bisa bertemu pria super keren juga baik hati seperti Bayu. Duh, dengar namanya aja udah adem. Aluna tersenyum sendiri.

"Kenapa Mas Bayu bayarin biaya servisnya ya, Mas?" Aluna harus tahu apa yang menjadi penyebabnya. Ia tak ingin mati penasaran.

"Saya tidak tahu, Mbak Luna bisa langsung hubungi dia saja untuk menanyakannya." Aluna mengangguk-anggukkan kepala. Betul juga yang pria ini maksud.

Lagi pula Aluna kan sudah punya nomer telepon pria penolongnya itu. Ia bisa menghubunginya kapan pun Aluna mau.

"Ehm. Iya deh kalau gitu. Nanti saya akan hubungi Mas Bayu. Oh ya, Mas ini temannya Mas Bayu kan?" Aluna sudah tahu itu, tadi pagi Bayu sudah mengatakannya. Namun, Aluna ingin tahu nama pria di depannya ini.

"Iya, saya temannya. Panggil saja Bobby." Pria itu mengulurkan tangannya yang kemudian disambut Aluna.

"Terima kasih banyak bantuannya, Mas Bobby. Oh ya. Saya pamit dulu. Selamat siang." Aluna pun berlalu meninggalkan ruangan Bobby.

Satu hal yang harus ia lakukan setelah ini. Ia harus menghubungi pria penolongnya dan mengucapkan terima kasih. Mungkin dengan mentraktir makan siang atau makan malam sepertinya terdengar menyenangkan.

###

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top