5

Pukul tujuh malam Satria sudah tiba di rumah Aluna. Pria itu selalu terlihat memukau di mata Aluna. Kesan manly begitu terlihat dari penampilan pria berkulit kecoklatan itu. Jangan lupakan dada bidang yang menurut Aluna sandarable banget. Duh benar-benar bikin gak kuat iman.

"Sudah siap, Lun?" tanya pria bertubuh tegap itu saat Aluna keluar kamar dengan membawa tasnya.

"Siap, Pak!" ucap Aluna mantap. Sekilas Satria mengamati penampilan Aluna dari atas ke bawah. Selalu cantik. Tak pernah sekalipun gadis itu tak terlihat mengagumkan. Namun ada hal yang mengganjal pikiran Satria.

"Lun, aku nggak bawa mobil. Kita naik motor." Satria tidak mau Aluna yang saat ini mengenakan dress selutut akan kesulitan saat bersamanya nanti.

Aluna mengembuskan napas lelah. Duh, percuma dia berdandan dan merapikan pakaiannya sepanjang sore ini jika akhirnya ia hanya bisa memakai celana jeans. Benar-benar di luar ekspektasi. Satria yang memahami apa yang dirasakan Aluna pun segera menenangkan gadis itu yang terlihat putus asa.

"Maaf ya, Lun. Aku nggak bilang duluan. Mobilku kebetulan dipinjam sepupu." Satria mengulas senyum teduh, mau tak mau hal itu membuat hati Aluna luluh juga.

"Nggak apa-apa, kan masih di sini. Pak Satria tunggu sebentar ya, saya mau ganti baju." Aluna akan beranjak dari hadapan Satria namun pria itu memanggilnya.

"Lun, kalau di sini jangan panggil Pak, ya. Nggak enak banget di telinga." Aluna mengangguk dengan hati berbunga. Duh benar-benar dapat doorprize. Setelah diajak hangout, sekarang malah disuruh mengubah panggilan. Yah, inilah yang disebut rezeki anak shalehah.

"Terus saya panggil apa?" tanya Aluna polos.

"Kalau abang gimana? Atau mungkin mas? Terdengar manis di telinga."

Mau tak mau Aluna terkikik geli. Namun ia tetap menganggukkan kepala.

"Oke, saya panggil abang aja, ya? Kalau mas kayaknya gak cocok. Terlalu kalem."

Satria menganggukan kepala sambil tertawa. Aluna memang semenyenangkan itu. Tak akan ada seorang pun yang tak menyukainya.

"Oke, cukup manis. Dan jangan lupa buang panggilan 'saya' juga, ya?" Aluna tersenyum lebar menganggukkan kepala kemudian meninggalkan Satria di sofa ruang tamunya.

***
Lima belas menit kemudian Aluna sudah berada di atas sepeda motor sport Satria.

"Pegang ya, Lun. Jangan sampai jatuh," perintah Satria sebelum memacu motornya membelah jalanan yang ramai di depannya.

Aluna tak henti-hentinya menyunggingkan senyum di belakang punggung Satria .Duh benar-benar kejatuhan bulan. Mimpi apa dia semalam. Sudah bisa ngedate sama Satria eh bisa peluk-peluk lagi.

Setelah menempuh perjalanan tak lebih dari dua puluh menit, mereka pun tiba di lantai teratas sebuah pusat perbelanjaan. Agenda pertama adalah nonton. Aluna semakin kegirangan. Kurang lebih dua jam ia bisa menikmati waktu hanya bersama Satria.

"Kita beli camilan dulu yuk, ajak Satria sebelum ia memasuki studio. Aluna hanya mengangguk mengekori pria bertubuh tegap itu. Dua cup minuman dingin dan pop corn akhirnya menemani mereka.

***
"Kamu pengen makan di mana, Lun?" tanya Satria saat mereka keluar studio setelah kurang lebih dua jam menonton film.

"Terserah, di mana aja aku mau." Ya, meskipun makan di emperan Aluna juga mau yang penting Satria di sisinya.

"Kita makan ke bawah aja, yuk. Kamu nggak keberatan, kan?" Tentu saja Aluna tak pernah keberatan. Ia pun mengangguk antusias menerima ajakan Aluna.

Mereka pun akhirnya makan malam di salah satu resto di lantai dua pusat perbelanjaan tersebut. Dan satu jam kemudian Aluna sudah tiba di depan pagar rumahnya yang terkunci.

"Bang Satria nggak mau masuk dulu?" Aluna dengan sopan menawari Satria untuk mampir yah meskipun ia tahu. Pria itu tak akan mau karena hari sudah semakin larut.

"Lain kali aja ya. Sudah malam, nggak enak kalau sampai kelihatan satpam komplek." Satria terkekeh menjawab pertanyaan Aluna.

'Nggak masalah kali, Bang. Kalau ketahuan satpam komplek terus digrebek kan tambah seneng. Kita jadi manten-mantenan dong,' Aluna terkikik sendiri dengan pikirannya.

"Kok senyum-senyum, Lun?"

"Ah, eh. Nggak kok, Bang. Lucu aja kali kalau kota kena tegur satpam."

"Kena tegur kok lucu, ya malu dong, Lun." Aluna hanya meringis menunjukkan gigi putihnya. Duh si abang gak ngerti banget udah dikode berulang-ulang.

"Ya udah. Aku balik dulu ya. Kamu istirahat. Langsung tidur."

"Oke. Makasih banyak untuk hari ini. Jangan kapok ngajak Luna lagi ya Bang," Aluna sekali lagi mencoba memberikan umpan.

"Justru aku yang takut kamu nggak mau lagi aku ajak, Lun. Lain kali aku bawa mobil aja biar kamu lebih leluasa pakai baju."

Yes! Umpan Aluna termakan juga. Berarti masih ada kesempatan ke dua, ke tiga dan seterusnya untuk Aluna hangout bersama Satria.

"Naik apa aja aku sih iyes aja, Bang."

"Makasih ya, Lun. Sana masuk sudah malam."

"Abang hati-hati di jalan ya. Kalau sudah sampai rumah, kabari Luna." Satria pun mengiyakan dan kembali memacu kendaaannya meninggalkan Aluna.

Begitu motor Satria meghilang dari pandangan matanya, Aluna segera membuka pagar dan memasuki rumahnya.

Duh, kali ini tinggal selangkah lagi jalan menuju hati bang Satria. Tak akan ia biarkan jalannya yang tinggal selangkah ditikung orang. Apa lagi oleh anak didiknya sendiri.

Oh, No. Satria hanya untuk Aluna begitu juga sebaliknya. Mungkin jika hubungan mereka nantinya berjalan lancar. Pasti tidak akan kalah dengan pasangan fenomenal Meghan Markle dan Pangeran Harry. Ewww... Stop menghayal terus Aluna. Sekarang saatnya tidur meskipun besok pagi adalah hari libur.

Ingat banyak tugas rumah tangga menunggu. Cucian yang menggunung, baju-baju yang belum disetrika juga jangan lupakan kulkas dan si pinky yang sudah haus belaian karena tak pernah dibersihkan.

***
Satu hari libur benar-benar terlewati dengan begitu saja. Aluna sibuk sedari pagi hingga siang. Bahkan ia sampai tak sempat untuk memasak sarapan. Akhirnya dengan terpaksa ia cukup puas dengan kedatangan mas-mas driver ojek online yang mengantarkan sarapan yang ia pesan.

Pagi ini pun Aluna juga lagi-lagi terburu-buru berangkat ke sekolah. Terburu-buru adalah nama tengah Aluna. Ia tak akan bisa terpisah dengan kata itu.

Meskipun sudah bangun lebih pagi tapi tetap saja ia terburu-buru. Merapikan penampilan adalah hal yang menjadi penyebabnya. Aluna selalu menginginkan kesempurnaan dalam berpenampilan. Jadi ya maklum saja jika ia selalu nyaris terlambat.

Setelah memasukkan bekal untuk sarapannya di dalam tas. Aluna segera berlari menuju rak sepatu. Mengeluarkan salah satu koleksi sepatu berhak tinggi miliknya. Ia sendiri tak tahu berapa tingginya. Yang penting ia terlihat cantik, ia akan beli.

Mengenai bekal, kenapa Aluna membawa bekal untuk sarapan? Tentu saja jika ia menikmati sarapannya di rumah sudah bisa dipastikan Aluna akan terlambat datang ke sekolah. Ia akan menikmati sarapannya saat jam istirahat atau jam kosong.

Jalanan di Senin pagi tetap seperti biasa, padat merayap. Kemacetan di mana-mana. Salah satu keuntungan ia membawa motor adalah pada saat-saat seperti ini ia akan begitu mudah menyalip dan menerobos kemacetan.

Bagaimana dengan keadaan rambut Aluna? Lupakan pertanyaan tentang rambut. Senin pagi adalah jadwalnya ia mengebut. Ia biasanya hanya akan mengikat rambutnya tinggi di belakang. Jika helm yang ia pakai akan merusaknya, tidak masalah. Ia akan menyisirnya kembali begitu sampai di sekolah. Praktis, kan?

Perjalanan menuju sekolah tempat Aluna mengajar masih tinggal setengahnya saat tiba-tiba sesuatu yang aneh terjadi pada motornya. Skuter matik cantiknya itu tiba-tiba batuk---layaknya kakek-kakek berusia senja---dan berhenti seketika. Untung Aluna sudah keluar dari jalan utama dan berbelok ke jalan yang lebih bersahabat menuju sekolah.

Aluna seketika membawa sepeda motornya ke bahu jalan. Mencari tempat yang nyaman untuk memeriksa keadaan si pinky.

"Kamu kenapa sih, Pink? Tega banget sama majikan yang udah ngerawat kamu mulai bayi. Ni kalau aku telat kamu nggak bakalan aku kasih minum ya. Biar tahu rasa." Aluna memaki-maki skuter matiknya yang enggan menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

Ia sudah mencoba menyalakannya berulang-ulang tapi hasilnya nihil. Ia tak mungkin mengotak-atik mesinnya karena dia sendiri nol besar dalam hal itu.

"Duh, ini kamu kok jahat banget sih. Nggak mau jalan. Aku tinggal nih. Aku rongsokin kamu, dasar nggak tahu diri!" Aluna mengumpat frustasi hingga sebuah SUV gagah berhenti tak jauh dari Aluna. Pemiliknya keluar tak lama kemudian. Aluna sempat ternganga mendapati pemandangan indah di depannya.

"Ya ampun. Orang sama tunggangannya kok sama gagahnya. Adek juga mau dibawa pulang, Bang." Aluna berguman pelan tanpa sadar. Saat menyadari jika pria bertubuh tegap itu menghampirinya ia pun menutup mulutnya yang masih terbuka.

"Motornya kenapa?" Aluna mengerjabkan mata berkali-kali masih tak percaya jika pria itu menanyainya.

"Em, eh. Nggak tau, Mas. Tiba-tiba aja berhenti."

"Saya coba cek ya?" Pria itu pun mengamati skuter matik Aluna kemudian mencoba menghidupkannya. Namun, tetap. Motor itu sepertinya benar-benar mati. Pria ituvpun kemudian memeriksa mesin si Pinky. Dan tak lama sepertinya ia menyerah.

"Sepertinya motor kamu perlu dibawa ke bengkel. Di sana ada bengkel, kamu mau kalau motor ini di bawa ke sana?" Pria itu berkata sambil menunjuk arah di depan mereka. Lokasi bengkel yang pria itu maksud.

Aluna hanya mengangguk pasrah pada pria asing itu. Dilihat dari wajahnya tak mungkin kan jika pria itu adalah penjahat. Lagi pula apa yang bisa dicuri jika motor Aluna saja tak mau bergerak.

"Saya hubungi pemilik bengkelnya dulu ya, jam segini masih tutup kalau langsung ke sana." Aluna sekali lagi mengangguk. Tak ada pilihan lain yang bisa ia lakukan.

Pria tampan itu terlihat melakukan panggilan pada ponselnya. Percakapan singkat terjadi dan setelah itu ia memasukkan kembali ponsel dalam sakunya.

"Sebentar lagi pemilik bengkelnya datang. Dia tinggal di lantai dua bengkelnya itu kok."

"Makasih banyak ya, Mas. Kalau nggak ada Mas, entah bagaimana saya sekarang." Pria itu mengulas senyum.

"Sudah nggak usah dipikirin. Santai aja. Setelah ini nanti kamu bareng saya aja. Motor kamu biar dibawa ke bengkel. Oh ya nama kamu siapa?" Pria itu mengulurkan tangan yang segera disambut Aluna.

"Aluna, Mas. Panggil aja Luna."

"Nama yang cantik secantik orangnya."

Duh, mamaaa.... Kenapa sih ada makhluk kayak gini. Udah tampangnya luar biasa, kelihatan tajir, baik hati, eh mulutnya manis pula. Aluna nggak kuat.

"Saya Bayusuta. Kamu bisa panggil Bayu. Eh itu yang punya bengkel datang." Bayu melepas genggaman tangannya saat seseorang yang baru saja dihubunginya datang mendekati mereka.

Akhirnya pagi itu, skuter matik Aluna dibawa ke bengkel dan Ia pun ke sekolah diantar pria antah berantah yang tampan bin baik hati.

Sekali lagi Aluna beruntung. 'Sengsara membawa nikmat'  lagi-lagi sesuai dengan nasibnya pagi ini.

###

Cerita ini juga bisa diakses lengkap di google play store. Versi cetak bisa dipesan di shopee official grassmedia.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top