20
"Oke. Jemput aku nanti malam."
Aluna mengirimkan pesan yang ia tulis sesaat setelah melepas kepergian Satria. Pria itu berpamitan pulang ke rumahnya pada Aluna setelah sebelumnya menemui pak Sasongko di ruangannya.
Satria mengatakan bahwa akan berangkat ke Surabaya sekitar dua jam ke depan. Satria akan pulang untuk berkemas terlebih dahulu dan akan kembali lagi ke sekolah dua jam lagi untuk berangkat bersama-sama para siswa yang akan bertanding menuju Surabaya menggunakan bus sekolah.
"See you tonight."
Sebuah pesan balasan masuk ke ponselnya. Aluna tersenyum lebar melihat pesan yang Bayu kirimkan, ia pun kembali meletakkan ponsel di atas meja kerjanya.
Saat ini Aluna sedang tidak mempunyai jam mengajar. Ia bisa duduk santai menikmati martabak telur milik Satria. Pria itu akhirnya tak menyentuh makanannya sama sekali. Bahkan bekal sarapannya ia berikan untuk Aluna. Aluna sudah menolak. Namun, pria itu tetap memaksa. Satria beralasan ia bisa menikmati sarapannya di rumah karena ia langsung pulang berkemas.
Aluna bukannya merasa senang saat mengetahui Satria akan berangkat mengantarkan anak didiknya mengikuti lomba ke luar kota. Namun, ia menyadari jika dirinya bukanlah remaja labil yang harus kemana-mana bersama Satria. Baru semalam menjalin hubungan dengan Satria dan saat ini sudah ditinggalkan bukanlah hal yang perlu dibuat runyam. Masih ada hari esok, lusa dan seterusnya untuk bisa kembali bertemu Satria lagi. Lagi pula Aluna bukanlah pemuja cinta, ia cukup realistis. Ia mengiyakan permintaan Satria untuk mencoba berkomitmen lebih serius juga karena ia menyukai Satria, bukan mencintainya. Hal itulah yang perlu diingat. Ia harus menjaga hatinya agar tidak terperosok lebih dalam pada Satria. Ia tak mau sakit hati saat nantinya kedua orang tuanya tetap melaksanakan rencana perjodohan Aluna dengan pria asing entah itu siapa, Aluna tak tahu. Tak mau tahu lebih tepatnya. Seperti apa wajahnya, bagaimana sifatnya, semuanya tak Aluna ketahui. Biarlah nanti saja ia akan mencari tahu. Saat ini Aluna masih terlalu sibuk menjalani sisa hari yang ada di depan matanya sebelum semester depan ia harus pergi meninggalkan kota ini. Pergi untuk kembali berkumpul dengan orang tuanya lagi dan mungkin juga setelahnya berkumpul dengan keluarga barunya. Membayangkan itu membuatnya bergidik seketika.
Membuatnya menerka-nerka. Akan seperti apakah wajah pria yang akan dijodohkan dengannya? Apakah bertampang menggiurkan seperti Satria? Atau justru sebaliknya. Namun, satu hal yang Aluna yakini. Orang tuanya membuat keputusan perjodohan itu pasti untuk memberikan hal terbaik untuk Aluna. Mereka pasti sudah memikirkan kehidupan Aluna setelah menikah nanti, juga berharap dengan perjodohan itu akan membawa kebahagiaan untuk Aluna. Ya, Aluna yakin akan hal itu. Makanya ia merasa sedikit pesimis pada hubungannya dengan Satria. Ia tak yakin semuanya akan berjalan sesuai dengan keinginan pria itu. Namun, tak ada salahnya mencoba, kan? Begitulah keinginan Satria semalam.
Aluna juga tidak berniat berbohong pada Satria. Sebelum Satria berangkat, Aluna bahkan sudah memberitahu jika nanti malam ia akan keluar makan malam dengan salah seorang teman.
Dan untungnya Satria tak merasa keberatan. Mungkin pria itu tak ingin terlalu mengikat Aluna terlalu erat. Pria itu sepertinya sadar dengan posisinya. Atau mungkin pria itu sedikit salah dalam mengartikan ucapan Aluna.
Memang Aluna hanya mengatakan ia akan keluar makan malam dengan temannya, ia tak menyebut jenis kelamin teman yang mengajaknya makan malam. Bisa jadi Satria berpikir jika Aluna akan makan malam dengan salah satu teman wanitanya. Yah, siapa tahu. Bisa saja Satria berpikir seperti itu, kan? Itulah perkiraan Aluna. Ia tak ingin menjelaskan lebih rinci lagi pada pria itu. Yang penting ia sudah mengatakan jika akan pergi makan malam.
***
Hari sudah menjelang sore saat Aluna akhirnya tiba di rumah. Ia tadi terpaksa menumpang salah satu rekan kerjanya karena tadi pagi tidak membawa si pinky, skuter matik kesayangannya. Salahkan saja Satria yang tadi pagi mengajaknya berangkat bersama sehingga Aluna meninggalkan si pinky di garasi rumahnya.
Begitu memasuki rumah, Aluna segera berganti baju dan mencuci kotak-kotak makan yang telah ia tandaskan isinya. Kotak makan yang berisi menu sarapan yang Satria berikan kepadanya. Besok Aluna akan mengembalikan kotak-kotak itu. Mungkin Aluna perlu mengisi kembali kotak-kotak makan itu. Ya, ia akan membeli menu sarapan untuk Satria. Anggap saja ia mengganti sarapan Satria hari ini.
Eh, ngomong-ngomong. Memangnya besok Satria sudah kembali? Belum tentu, kan? Bisa jadi pria itu akan lebih lama di Surabaya apalagi jika tim yang ia bawa akan memenangkan pertandingan. Pasti mereka butuh waktu lebih lama lagi karena harus mengikuti babak semi final atau bahkan mungkin babak final. Ya siapa tahu, kan? Semua orang berharap tim sekolah mereka akan pulang membawa gelar juara. Oke, masalah membawakan Satria sarapan bisa ia lakukan belakangan, saat pria itu sudah kembali ke kota ini.
Begitu menyelesaikan pekerjaannya Aluna menghabiskan sisa waktu dengan bergelung santai di atas kasur empuknya. Ia butuh menghilangkan penat yang menghinggapi tubuhnya sedari pagi tadi. Ingin ia tidur sejenak, tapi sepertinya itu bukanlah pilihan yang tepat. Ia takut bangun saat hari semakin gelap dan pasti Aluna akan terlambat untuk makan malam.
Aluna beberapa kali melihat pesan yang masuk di ponselnya. Namun, hasilnya masih sama. Tak ada satu pun pesan yang Aluna kirim untuk Satria mendapatkan balasan. Jangankan mendapatkan balasan, dibaca saja tidak. Mungkin pria itu begitu sibuk mengurus anak didiknya yang akan bertanding. Atau bisa jadi saat ini mereka sudah bertanding. Aluna lupa untuk menanyakan hal itu pada Satria saat mereka berpisah tadi pagi.
Pasti pria itu cukup kelelahan. Setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang, ia harus menyiapkan anak didiknya agar benar-benar siap untuk bertanding.
Aluna kembali menekuri ponselnya sambil merebahkan tubuhnya di kasur, tanpa terasa ia akhirnya terlelap dan bangun saat hari sudah benar-benar gelap.
Tergesa, Aluna segera menyalakan lampu kamar juga seluruh rumah kemudian meraih handuk dan berderap ke kamar mandi. Ia harus menyiapkan diri secepatnya. Jangan sampai ia terlambat.
Tak lebih dari lima belas menit ia sudah keluar kamar mandi dan menyiapkan dirinya. Masih tersisa waktu tiga puluh menit lagi sebelum Bayu menjemputnya. Ia harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.
Make up natural sepertinya adalah pilihan yang tepat. Begitu juga dengan dress yang akan ia pakai. Sederhana tapi terlihat menawan.
Dan begitu bel rumah Aluna berbunyi, Aluna pun segera berlari menyongsong tamu yang sedari tadi sudah ia tunggu kedatangannya.
"Wow! Kamu luar biasa!" Kalimat itu terucap begitu sosok Aluna berdiri di depan Bayu yang beberapa waktu yang lalu menekan bel.
Aluna menanggapi dengan senyuman menawanannya. Tak lebih dari sepuluh menit kemudian mereka sudah bergabung dengan padatnya lalu lintas menuju tujuan mereka. Dan tiga puluh menit sesudahnya mereka sudah duduk saling berhadapan di sebuah outdoor cafe menunggu pesanan mereka datang.
Perbincangan hangat pun mengalir lancar diiringi tawa yang terkadang muncul kala topik yang mereka bahas sungguh merupakan hal yang cukup lucu. Tiga kali bertemu dengan Bayu Suta. Aluna mampu membuat satu kesimpulan. Hangat. Kata itulah yang tepat untuk menggambarkan sosok Bayu.
Pria itu meskipun terlihat tegas dan berwibawa. Namun, dia adalah sosok yang hangat. Saat makanan pesanan mereka datang, mereka pun menikmati hidangan yang tersaji di depan mereka.
Saat malam semakin larut, mau tak mau mereka pun kembali pulang. Karena masih tak ingin terlalu cepat mengakhiri pertemuan mereka yang Bayu anggap terlalu singkat, pria itu akhirnya tak langsung kembali ke rumahnya begitu selesai mengantarkan Aluna. Ia masih kembali menghabiskan waktunya untuk menikmati secangkir kopi buatan Aluna juga beberapa camilan yang sempat mereka beli sebelum kembali ke rumah Aluna.
"Jadi Mas Bayu akhirnya menetap di sini, ya?" Bayu adalah pria yang berdomisili di kota ini. Namun, karena pekerjaan, ia harus berpindah-pindah tempat tinggal mengikuti tempat ia bertugas.
"Ya seperti itulah. Senang rasanya akhirnya bisa kembali ke kampung halaman," jawab pria itu lega.
"Jauh dari keluarga bagiku adalah suatu cobaan berat. Selalu berpindah tempat tugas memang menyenangkan jika kita dalam kondisi sehat. Namun, saat kita mendapatkan kesulitan atau juga sakit, kita seketika merasa kesepian. Betapa senangnya apabila kita bisa berkumpul dengan keluarga," lanjut pria itu.
Aluna merasa tercubit dengan ucapan Bayu. Ia justru sebaliknya, ia malah meninggalkan rumah, meninggalkan keluarganya demi memuaskan keinginannya, tanpa mempertimbangkan perasaan orang tuanya.
"Kalau Mas Bayu nggak mau kesepian berarti harus cari pendamping untuk menemani Mas yang kerjaannya selalu berpindah tempat dan jauh dari keluarga," balas Aluna.
"Ini aku lagi berusaha mendapatkan pendamping hidupku."
"Oh, ya? Terus gimana? Hilalnya sudah muncul belum?" Aluna terkekeh.
"Nih, ada di depanku." Bayu tersenyum. "Saat ini aku sedang berusaha mendekati kamu, Lun. Aku ingin menata masa depan bersama kamu."
###
Cerita lengkap tersedia versi cetak yang bisa dipesan di shopee grassmedia official. Ebook bisa diakses di Gramedia digital dan google playstore.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top