PEMBUKAAN S2: PERKENALAN

Akhirnya season duanya bisa dipublish! *sorak-sorak

Semoga kalian menyukai ceritanya. Dan, semoga saja kalian mau bersabar menunggu update-nya yang entah kapan dan apakah bisa dijadwalkan. Kalau ada unek-unek yang ingin diungkapkan, silahkan tuangkan di komentar. Termasuk kritik dan sarannya. Tentu saja, ingat. Mohon gunakan bahasa yang baik dan sopan, karena aku ingin kita saling menghargai.

Langsung saja. Selamat membaca. :)

##############################################

Alfa POV

Sekarang aku sudah di depan pintu ruang eskul film. Sekolah hari ini sudah selesai, itulah kenapa aku bisa ada di sini. Hari ini katanya ada diskusi soal waktu syuting kelanjutan film pertama kami, itu juga jadi alasan aku ada di sini sekarang ini.

Mungkin ada beberapa yang lupa, karena cerita ini tertunda cukup panjang. Jadi, aku akan perkenalkan diri. Namaku adalah Alfa Tomo, seorang siswa yang unik. Maksud unik di sini adalah, wajahku yang tidak bisa kuubah menjadi berekpresi. Itulah yang menjadi alasan aku mendapatkan julukkan 'Si Wajah Dingin Berbadan Baja'. Wajah dingin karena selalu memasang wajah datar, dan berbadan baja karena saat sakit aku tidak meringis kesakitan.

Segitu saja sedikit tentangku, selanjutnya akan dijelaskan seiring berjalannya cerita. Termasuk alasan lebih detail kenapa wajahku bisa seperti ini.

Langsung saja kubuka pintu ruang eskul ini. Setelah terbuka, kudapati seorang laki-laki berdiri di dekat pintu. Dia berambut hitam pendek dengan memakai pakaian santai. Kami saling bertatap diam beberapa saat, sebelum akhirnya aku bicara untuk menghilangkan keheningan ini.

"Apa kamu anggota baru?" tanyaku, dengan datar, walau sebenarnya aku ingin bertanya dengan ekpresi bingung.

"Bu-Bukan, aku hanya... ingin mampir saja," jawab laki-laki itu.

Dia sepertinya bukan siswa di sekolah ini, karena rasanya aku belum pernah melihat dia. Walau aku tidak berteman dengan seluruh murid di sekolah ini, tapi aku sedikit mengenal wajah mereka semua, termasuk semua guru-guru beserta pekerja di sekolah ini.

Kurasa jawaban yang memungkinkan adalah laki-laki di depanku adalah anak dari guru yang bekerja ini. Lalu, dia ingin berkeliling melihat-lihat seisi sekolah ini.

"Begitu..." tanggapku.

"Oh, Alfa. Kenapa kamu ti..."

Nisya, seorang siswi berkerudung, berjalan menghampiriku sambil hendak bertanya alasan aku masih diam di luar dan tidak masuk. Tapi, pertanyaannya terhenti karena menyadari ada sosok orang asing di sini.

"Oh, apakah dia anggota baru?" tanya Nisya.

"Bukan. Katanya dia hanya ingin melihat-lihat saja."

"Kalau boleh tahu, siapa namamu?" tanya Nisya ke laki-laki itu.

"Genoji Ouka," jawab laki-laki itu.

Hmm... namanya terdengar seperti orang timur, tepatnya Jepang. Apa mungkin dia calon murid pindahan dari luar negeri, seperti Kirisaki?

"Ah, maaf, aku harus segera pergi," lanjutnya terdengar buru-buru.

"Begitu. Iya, silahkan untuk mampir lagi kemari. Tempat ini terbuka untukmu," ujar Nisya ramah.

Kami pun masuk, dan Genoji pun keluar dari ruangan. Kemudian, aku iseng melihat ke luar. Suatu keanehan terjadi. Sosok Genoji langsung hilang setelah berada di luar ruangan, atau mungkin dia bisa lari secepat kilat sehingga aku tidak bisa melihatnya sudah lari.

"Kenapa kamu diam di sana, Alfa?" tanya Nisya yang sudah duduk di bangku.

"Enggak kenapa-kenapa," balasku datar. Lalu, aku berjalan menuju daun pintu dan menutupunya. Lalu, berjalan menuju bangku dekat meja.

Saat ini, di ruangan ini, hanya ada kami berdua. Dengan suasana yang hening, karena kami tidak saling bicara lagi, aku membaca buku novel yang kupinjam dari Tio.

Nisya. Dia adalah seorang siswi teman sekelasku. Awalnya dia itu enggan untuk bicara denganku, terlebih setelah kejadian aneh di kelas, yang tanpa sengaja kulakukan. Namun, setelah kejadian aku menolong anak kecil mengambilkan balon yang tersangkut di atas pohon. Dia pun beranikan diri untuk dekat denganku dan mengajakku bergabung dengan eskul ini.

Berkat itu, kehidupan sekolahku tidak menjadi datar, seperti wajahku. Kehidupan sekolahku penuh sekali kejadian-kejadian menarik, menyenangkan, menyebalkan, dan lainnya. Lalu, bertemu dan berteman dengan banyak sekali murid-murid di sini, terutama anggota eskul ini.

Aku benar-benar ingin berterima kasih kepadanya. Tapi, aku ragu bisa membalasnnya. Terlebih, dengan apa yang sudah kulakukan kepadanya di masa lalu. Aku tidak yakin bisa berterima kasih kepadanya dengan benar.

"Hei, Alfa."

Berkat panggilan tiba-tiba dari Nisya tadi. Aku spontan terkejut dan tersadar dari lamunanku, tapi kurasa Nisya tidak akan sadar karena aku tidak memasang wajah terkejut. Lalu, kualihkan pandanganku kepadanya.

"Apa?" sahutku.

"Hmm... aku tidak tahu apakah ini benar atau tidak... Ah, bukan hal yang penting, sih... Tapi, aku hanya ingin tanya saja..."

"Tanya apa?"

"Hmm... Apakah kita pernah bertemu?"

Kalau saja ini di film atau sinetron, pasti aku langsung terkejut dan kamera langsung mengzoom wajahku agar kesan kalau aku terkejut berkat pertanyaan itu semakin terasa. Aku memang terkejut dengan pertanyaan dia. Apa dia mengingat kejadian itu?

"Kenapa kamu berpikiran begitu?"

Maaf, Nisya. Aku tidak bisa jujur dan langsung menjawab iya. Karena, mungkin saja kamu masih samar-samar dengan ingatan kejadian itu. Buktinya kamu menanyakan hal itu dengan ragu. Kalau memang benar begitu, maka aku akan berusaha agar dia tidak ingat hal itu. Setidaknya untuk sekarang.

"Hmm... gimana, ya... Aku sempat kepikir kalau wajahmu itu tidak asing. Jadi, aku pikir kita pernah ketemu."

"Maaf saja kalau wajahku ini pasaran."

"Eh, bukan begitu! Wajahmu tidak pasaran. Wajahmu itu... hmm... Ah, sudah, lupakan saja!"

Setelah itu, Nisya yang wajahnya memerah karena malu langsung mengambil buku tulisnya, mengangkatnya, dan mengalihkan pandangannya ke buku itu agar terlihat seperti dia sedang membacanya. Namun, aku tahu tadi itu dia panik karena hendak kecepolosan ngomong hal yang memalukan baginya. Bukti yang paling jelas aku bisa kepikiran begitu adalah, bukunya terbalik dan dia tidak membenarkannya. Jadi, pasti dia tidak membaca buku itu.

Tapi, aku tidak memberitahu hal itu. Jadi, aku biarkan saja dan melanjutkan membaca novel. Sehingga, lagi-lagi suasana hening menyerang ruangan ini.

Namun, ternyata keheningan ini tidak bertahan lama. Karena tiba-tiba daun pintu terbuka cukup keras, sehingga kami berdua spontan melihat ke pintu. Pelakunya adalah seorang siswa yang tidak asing bagiku.

"Hallo, semuanya! Tio, si laki-laki tampan sejagad raya, telah tiba!"

Dia adalah Tio. Adik kelas yang sangat berisik dan hyperaktif alias budak nu teu daek cicing. Dia bergabung dengan eskul ini bukan karena kegiatan eskul ini sesuai hobinya atau kesukaan. Melainkan, karena seluruh anggota eskul ini perempuan, kecuali aku, lalu akan menjadikan mereka sebagai harem-nya.

"Eh, ke mana yang lain?" tanya Tio, setelah beberapa saat kalimatnya tadi tidak direspon oleh kami.

"Kurasa mereka sedang ada kesibukan dulu," balas Nisya.

"Begitu... Ah, jadi dari tadi hanya ada kalian berdua, ya? Oh. Apakah aku mengganggu waktu berduaan kalian? Apa aku harus pergi?"

"Ka-Kami tidak seperti itu! Dan jangan pergi!" balas Nisya dengan panik.

Kalau aku, tidak merespon apapun. Walau sebenarnya aku juga ingin memberikan kalimat protes kepadanya, tapi karena sudah didahului Nisya, jadi aku pilih diam.

"Maaf-maaf, Kak Nisya," ujar Tio meminta maaf. "Aku tidak akan pergi, kok. Sekarang kan kita akan mengadakan rapat penentuan waktu pelaksanaan syuting kelanjutan film kita. Mana mungkin aku melewatkannya."

Tio pun berjalan menuju bangku yang ada di sebelahku, lalu duduk di bangku itu. Kemudian, dia mendekatkan kepalanya kepadaku dan membisikan sesuatu.

"Apa tadi aku membatalkan momen pendekatan kalian dan mengganggu fanservis-nya?" bisik Tio.

"Sayangnya, pemikiranmu itu seratus persen salah," balasku datar.

Tio ini sangat terobsesi dengan anime. Bahkan, dia sangat menginginkan semua kejadian fanservis yang menimpa hero di anime harem terjadi padanya. Seperti, tidak sengaja melihat heroine itu sedang ganti baju, terjatuh dan berakhir dengan posisi hero di atas sang heroine atau sebaliknya, dan lainnya.

Kemudian, datanglah beberapa orang, tepatnya beberapa siswi. Mereka semua adalah anggota eskul ini. Ada yang sesama kelas dan adik kelas. Kalau kakak kelas, yaitu tingkat tiga, tidak ada. Sebenarnya, dari yang kudengar dari Nisya, sempat ada kakak kelas yang bergabung. Tapi karena sebentar lagi mereka harus mengikuti UN dan ujian lainnya, jadi mereka pun tidak jadi bergabung.

"Oh, ternyata sudah ada Tio, Alfa, dan Nisya," ujar Risma.

Dia teman dekat Nisya. Terus, dia adalah orang penilaiku. Sejujurnya aku belum tahu penilaian untuk apa. Setiap kali aku bersama dengannya dan aku melakukan sesuatu. Sewaktu-waktu dia bilang 'minus dua', 'plus dua', atau 'itu tidak baik, jadi minus delapan'. Entah nilai berapa yang aku miliki di catatannya.

"Maaf kami terlambat, Alfa, Tio, dan Kak Nisya," ujar Alima.

Dia bisa dibilang teman masa kecilku. Kami dulu pernah bertetangga dan sering main bersama. Alima yang dulu adalah gadis yang tomboy, bahkan ketomboyannya itu bisa membuat orang-orang berpikir kalau dia sebenarnya adalah seorang laki-laki dan bukan perempuan. Tapi, itu dulu. Sekarang dia gadis yang bersifat perempuan.

"Gomen, Alfa-kun, Tio-kun, dan Nisya-chan," ujar Kirisaki.

Nama lengkapnya Yuuki Kirisaki. Marga-nya Yuuki dan nama depannya Kirisaki. Dia adalah gadis yang berasal dari Jepang dan pindah sekolah ke sekolah ini. Pertama kali bertemu dengannya, dia adalah gadis yang pemalu dan selalu gugup setiap kali bicara, terlebih karena bicara bahasa Indonesia-nya belum lancar. Tapi sekarang, semua itu berubah seratus delapan puluh derajat.

"Tidak, kalian tidak terlambat. Kami juga baru sampai, iya, kan, Alfa?" tanya Niysa.

"Begitulah."

Mereka pun memasuki ruangan dan duduk di bangku masing-masing. Kemudian, kami pun saling berbincang. Kami belum bisa memulai diskusinya sebelum guru pembimbing kami datang.

"Oh iya, Alfa. Bisa bantu aku latihan berguling? Nanti kami akan dites saat pelajaran olahraga minggu depan," tanya Siska.

Dia adalah seorang siswi unik, karena memiliki tinggi badan yang di atas rata-rata perempuan di negeri ini. Bahkan, berkat keunikannya itu, dia selalu dihina sebagai 'orang sawah-sawahan' dan tidak punya teman. Namun, hal itu tidak berlaku di antara kami, dan beberapa orang yang dekat dengannya.

"Tolong, ya. Kami kesulitan dalam hal itu, terutama backroll," tambah Anisa.

Dia sebelumnya adalah siswi teman sekelas Siska yang selalu menjahilinya. Lalu, berkat Siska pernah menolong dia, mereka pun menjadi semakin akran dan malah menjadi sahabat yang selalu bersama. Sebagai buktinya, mereka punya kelebihan dan kekurangan yang hampir sama.

"Iya. Bagaimana kalau besok setelah pulang sekolah?"

"Sip, makasih, Alfa."

Lalu, mereka berdua pun berpindah ke tempat Nisya dan lainnya untuk berbicara dengan mereka.

"Kak Alfa... boleh aku minta tolong?" tanya Elyna yang sedari tadi ada di dekatku.

Dia adalah adik kelas kami dan teman sekelas Tio. Adik kelasku ini memiliki kesukaan melukis, jadi kadang kala dia sering meminta tolong kepadaku untuk membantunya dalam masalah kesukaannya itu. Seperti menemani membeli cat warna, menjadi model, mencarikan pemandangan yang bagus untuk dilukis, dan sebagainya.

"Minta tolong apa?"

"Temani aku beli beberapa cat minyak dan kertas gambar. Bisa?"

"Tentu. Minggu ini, seperti biasa aku akan menunggu di tempat biasa dengan jam seperti biasa."

"Makasih, Kak Alfa~"

Lalu, Elyna pun ikut bergabung dengan lain. Lalu, jadilah perkumpulan para gadis. Mereka mengabaikan kami, aku dan Tio.

"Kak Alfa, kamu benar-benar kelinci, ya."

"Jangan salahkan aku."

"Aku tidak menyalahkanmu, tapi kesal kepadamu."

"Kurasa itu hampir sama."

"Hah... kenapa mereka bisa sampai menyukaimu, ya? Padahal Kakak itu biasa saja. Malah, seharusnya mereka sedikit takut denganmu, karena kamu selalu memasang wajah datar yang cukup menyeramkan."

"Mana aku tahu. Tanya saja langsung kepada mereka."

"Enggak mau. Kalau aku melakukan itu, yang ada malah ini menjadi tidak menarik."

"Aku bingung, sebenarnya kamu itu kesal atau menikmati hal ini, sih?"

"Dua-duannya."

Kemudian, tiba-tiba pintu terbuka. Aku dan Tio sponta melihat ke arah pintu. Sedangkan para perempuan, mereka mengabaikannya dan akhirnya melihat ke arah pintu setelah orang yang membuka pintu berbicara.

"Good afternoon. Selamat sore, semuanya."

Orang yang memberikan salam itu adalah Jill, lengkapnya Jill Valentin. Dia sama seperti Kirisaki, murid dari luar negeri. Dia bukan anggota eskul film, tapi dia adalah ketua OSIS. Biasanya kalau sedang tidak ada tugas OSIS, dia akan kemari untuk main.

"Selamat sore, semuanya."

Orang yang menyapa, yang berdiri di samping Jill adalah Mawar. Dia adalah pasangan Jill, tepatnya wakil ketua OSIS. Mawar satu tingkat dengan Tio, Alima, dan Elyna. Jadi, dia adalah adik kelasku juga. Dia juga sering main dengan kami kalau sedang senggang.

Kami langsung membalas sapaan mereka. Lalu, mereka pun memasuki ruangan.

"Apakah kami boleh main di sini?" tanya Jill.

"Sebenarnya nanti kami ada diskusi untuk menentukan jadwal syuting lanjutan film kami. Tapi kalian boleh bergabung, itu pun kalau kalian mau," balas Nisya.

"Tentu saja kami mau. Karena kami sendiri yang memutuskan untuk main kemari."

"Apa kalian sedang menunggu Bu Riska?" tanya Mawar.

"Iya. Kami tidak akan mulai sebelum beliau datang," balas Risma.

Riska, itulah nama guru pembimbing eskul ini. Beliau adalah guru muda yang cukup terkenal di kalangan siswa di sekolah ini. Walau begitu, beliau masih belum melepaskan status single-nya.

Dan beginilah keseharianku. Bangun tidur, sarapan, siap-siap, pergi sekolah, lakukan kegiatan eskul, dan sebagainya. Walau putaran keseharianku intinya sama saja, tapi hal itu tidak membosankan bagiku. Aku sangat menikmati kehidupanku yang saat ini.

*BRAK

Sontak kami terkejut karena suara daun pintu yang terbuka dengan keras, sehingga kami tertarik untuk melihat siapa pelakunya. Tapi, kurasa kami sudah tahu siapa pelakunya sebelum melihatnya.

"Sore, semuanya! Guru pembimbing kalian yang cantik dan manis sudah tiba~"

"Siapa?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top