EPISODE KELIMA

Tio POV

Kak Alfa sedang membaca ceritaku yang diprint dengan wajah serius... Eh, wajahnya memang seperti itu... Dia terus membaca dan sekali-kali mengganti lembarannya. Cukup lama aku memperhatikan dia sedang membaca, dan akhirnya selesai juga. Dia akan memberikan komentarnya.

"Ada yang aneh."

"Apa yang aneh?"

"Dari segi cerita, actionnya cukup menarik, tapi ada satu hal yang aneh."

"Apa itu?"

"Bukankah kalau orang kesetrum itu harusnya disiram, ya? Kenapa malah ditendang?"

"Tentu saja ditendang! Karena kalau tidak ditendang, kesetrum-nya akan terus berlanjut sampai dia mati!!"

"Bukankah kalau ditendang itu kalau orang terbakar, ya?"

"Bukan!! Kalau ditendang, malah makin parah apinya! Yang benar disiram!!"

"Tenang, Tio, jangan teriak-teriak begitu, aku kan bercanda. Ini kan cerita komedi."

"Justru karena ini cerita komedi, aku yang harus menjadi orang yang "lurus"!!"

"Benar juga, kenapa tidak aku saja, ya?"

"Karena wajahmu tidak cocok sekali menjadi orang yang "lurus"."

***

"Baiklah, kita bantu Alima untuk mencari judul film yang akan kita perankan. Pertama-tama, kita tentukan genre-nya dulu," ucapku memulai kegiatan.

"Bagaimana kalau genre-nya horror?" saran Risma.

"Baiklah, kita mulai dari genre horror. Ada yang punya ide dengan judulnya?"

"Bagaimana kalau "bukan rumah hantu"?" saran Tio.

"Kalau "bukan rumah hantu", pasti itu genre-nya komedi," jawab Risma. "Yang benar itu adalah "rumah hantu yang dihuni oleh alien"."

"Bukankah harusnya ber-genre horror, ya? Kalau seperti itu, malah komedi juga."

"Bagaimana kalau "hantu wanita berleher panjang"?" saran Yuuki.

"Bukankah itu berasal dari Jepang, ya? Mungkin sudah biasa... Ada yang lain? Kalau bisa yang antimainstream?"

"Bagaimana kalau judulnya "suster loncat"?" jawab Alfa.

"Hah? Bukankah itu komedi juga?"

"Tapi, "pocong ngesot" itu genre-nya horror."

"Aku juga tidak tahu kenapa bisa jadi genre horror... Baiklah, kita berpindah ke genre komedi."

"Aku! Aku!" Elyna mengangkat tangan dengan semangat. "Bagaimana kalau judulnya "hantu mobil putih dengan sirine"?"

"Itu kan ke genre horror, bukan komedi! Dan lagi, itu sudah ada!"

"Bagaimana kalau "petualangan dunia game pedang"?"

"Itu malah ke action!! Itu udah ada, jangan plagiat!!"

"Kalau "dunia dalam kegelapan"?"

"Itu cerita action milikmu, kan!? Malah jadi ke action... Baiklah, kita tentukan judul genre action."

Semuanya menundukkan kepala, mungkin sedang berpikir. Padahal, tadi mereka sudah memberikan judul genre action, kenapa harus berpikir? Tunggu dulu, kenapa aku tidak memutuskan salah satu judul yang dikeluarkan tadi oleh mereka, ya? Supaya ini tidak berke...

"Bagaimana kalau "cinta segiempat"?" lontar Tio.

"Kenapa malah ke romance?!"

"Kalau "pacarku adalah seorang vampire"?" saran Elyna.

"Itu memang ada actionnya, tapi lebih ke roma... Tunggu dulu, itu sudah ada!"

"Kalau "si tanpa ekpresi..."

"Itu kan judul cerita ini! Baiklah, kalian boleh memberikan ide judul cerita ber-genre apa saja! Tapi, harus diceritakan sinopsisnya."

Mereka kembali menundukkan kepala, padahal tadi mereka sudah banyak sekali melontarkan ide. Mungkin aku harus yang me...

"Watashi! Watashi!" Yuuki mengangkat tangannya. "Bagaimana kalau "Hatiku berada di tetangga apartemenku"? Ceritanya seorang laki-laki yang hidup sendiri di apartemen, jatuh cinta kepada gadis yang tinggal di kamar sebelahnya?"

"Hmm... Boleh juga, kita pegang dulu. Ada lagi?"

""Pembunuh berwajah dingin yang ternyata baik", menceritakan tentang seorang siswa SMA kelas dua, dia berwajah dingin yang ternyata adalah seorang pembunuh, tapi dibalik sifatnya itu, ternyata dia memiliki sifat baik."

"Entah kenapa, aku merasa tersinggung..." ucap Alfa.

"Boleh juga, sepertinya menarik. Ada lagi?"

"Bagaimana kalau "mana mungkin adikku se..."

"Ditolak! Walau aku bukan otaku, tapi aku tahu itu judul dari anime yang sudah ada."

"Kalau "bunga kehidupan dalam arti bunga"?"

"Itu kan ceritamu juga... Baiklah, kita ambil saja judul dari Yuuki dan Risma. Menurut kalian, menarik yang mana? Milik Yuuki atau Risma?"

"Menurutku sih, cerita Kak Yuuki, karena aku tidak terlalu suka dengan cerita horror," jawab Elyna.

"Aku juga setuju, karena sekarang banyak yang suka cerita romance," jawab Tio.

"Aku suka dengan cerita yang menyeramkan, terutama tokohnya sepertiku," jawab Alfa.

"Kalau aku pribadi, suka dengan cerita Risma. Karena ceritanya cukup menarik."

"Jadi... maunya cerita yang mana, aku atau Yuuki?"

"Kita tanyakan saja ke Alima." Tak lama kemudian Alima datang.

"Asallammualaikum. Kak Nisya, ini ceritanya sudah selesai." Dia memperlihatkan tumpukan kertas penuh dengan tulisan tik.

Kami semua langsung merasa sedih, dan kesal. Mungkin kalau di kartun, tubuh kita akan berubah menjadi putih... Kecuali Alfa, sih... Dan mungkin, akulah yang paling merasa sakit...

***

Aku melihat sahabatku, Nisya, sedang duduk melihat ke arah Alfa yang sedang membaca buku.

"Nisya," panggilku, tapi dia tidak menghiraukannya, "Nisya," aku mengulangnya lagi, "Nisya!"

"A-Apa?!"

"Dari tadi aku memanggilmu..."

"Ma-Maaf..."

"Kamu sedang memikirkan apa? Apa sedang dapat masalah?"

"Bu-Bukan apa-apa!"

"Bohong, dari tadi aku memperhatikan kalau kamu selalu memperhatikan gerak-gerik Alfa... Jangan-jangan, kamu naksir ke Alfa, ya?" godaku.

"Ti-Ti-Tidak mungkin! Mana mungkin aku suka sama dia!"

"Hmm... Baiklah, aku akan membantumu."

"Kamu tidak dengar!"

"Aku akan menganalisis dia, seperti apakah sifat dia, dan apakah dia pantas untukmu!" Aku langsung berjalan menuju Alfa yang sedang duduk di bangkunya. "Alfa."

"Iya?" jawabnya dengan wajah dingin.

"Besok kan hari sabtu, mau enggak temani aku jalan-jalan?"

"Kenapa tiba-tiba kamu mengajakku?"

"Ya... Aku hanya ingin ngajak kamu aja, enggak boleh?"

"Tidak apa-apa, aku hanya merasa aneh. Jam berapa?"

"Sembilan."

"Oke, aku harus menunggumu di mana?" Aku langsung menjelaskan tempatnya. "Baik, aku akan ke sana besok."

"Terima kasih." Aku pergi meninggalkan dia, dan menuju Nisya. "Minggu kamu akan mendapatkan jawabannya, nanti aku sms kamu."

Nisya hanya bingung sekaligus malu, terbukti dari wajahnya yang memerah.

Aku melakukan ini untuk Nisya, sahabat terbaikku. Aku sedikit aneh, kenapa pria berwajah dingin bisa membuat Nisya suka. Aku harus menyelidikinya, dan itu dimulai besok.

Keesokan harinya. Aku sudah berdiri di depan toko bunga, kebetulan toko itu dekat dengan daerah rumahku. Aku melihat ke arah jamku, sudah jam sembilan lebih sepuluh menit. "Kenapa lama sekali? Dia serius enggak, sih?! Aku harus mencatat ini!" Aku mengeluarkan buku kecil dan pensil di saku celana levis ini. "Alfa orangnya membuat seorang wanita menunggu cukup lama, min dua untuk daya tariknya." Aku menutup buku, menyimpannya di saku tentu dengan pensilnya juga.

Setelah cukup lama melihat sekeliling, aku melihat jam lagi, sudah jam setengah sepuluh. Ternyata dia orang yang tidak disiplin. Hendak aku kembali menulis tentang pointnya, dia datang.

"Ma-Maaf, Risma. Aku terlambat," ucapnya dengan santai.

"Kamu ini payah! Bagaimana kalau kamu janji bersama pacarmu dan kamu terlambat begini?"

"Tadi aku ada urusan dulu, jadi terlambat. Sekali lagi aku minta maaf... Oh iya, sebagai permintaan maaf, aku akan belikan kamu es krim, bagaimana?"

"Bo-Boleh. Rasa coklat dengan beberapa toping yang enak!"

"Oke-oke." Kami berdua pun pergi.

Aku menulis "dua point karena bisa menggantikan rasa kesal wanita", saat Alfa berjalan di depanku dan tidak memperhatikanku.

Kami berjalan menuju mall yang letaknya harus ditempuh oleh bis, yang jaraknya cukup jauh. Saat bis datang, semua orang yang menunggu langsung naik dan ada juga yang turun dari bis. Di sini cukup sempit, untungnya kami dapat duduk. Bis pun berjalan setelah diam beberapa saat.

Sejuk rasanya, karena ada AC di dalam bis ini. Aku merasa kasihan kepada orang-orang di luar yang menghadapai serangan sinar matahari yang ganas. Tiba-tiba Alfa berdiri. Aku hendak bertanya, tapi seorang wanita tua yang sedang menggendong seorang anak kecil mendekati Alfa, lalu duduk di tempat Alfa, di sebelahku. "Terima kasih, dek," ucapnya.

"Sama-sama."

Aku langsung menulis kejadian itu, "dua point, karena kebaikannya". Alfa berdiri dan memegang pegang yang tergantung.

Tak lama kemudian, kami sudah sampai di terminal selanjutnya. Kami bersama beberapa penumpang lainnya turun. Aku merasa kesal, karena harus menghadapi serangan sinar matahari. Tapi untungnya aku tidak berlama-lama menghadapi serangan-nya, karena mall yang kami tuju dekat di terminal.

Serangan udara sejuk menyambut saat aku masuk melewati pintu kaca otomatis. "Sejuk sekali!"

"Ayo, kita cari kios penjual es krim."

"Oh, ayo!"

Hatiku bertambah senang karena Alfa rela membelikan es krim, makanan kesukaanku. Padahal dia tidak perlu menyuapiku dengan es krim.

Kami sudah sampai di kios es krim. "Risma, silahkan kamu pilih." Dia menyodorkan sebuah kertas menu kios ini.

Aku melihat-lihat dengan seksama, ternyata harganya cukup mahal. Aku merasa tidak enak dengan Alfa. "Kamu yakin?" Entah kenapa aku malah bertanya begitu.

"Tentu saja, janji adalah janji."

Karena masih merasa tidak enak, aku mencoba mencari harga yang murah diantara harga yang mahal ini. Aku menemukan es krim coklat dengan toping coklat roll, seres, dan biscuit coklat, dengan harga tiga puluh lima ribu. "Aku pesan ini," ucapku kepada pelayannya.

"Baik, ada lagi?"

"Sudah, itu saja," jawab Alfa.

"Baik, harganya tiga puluh lima ribu." Alfa langsung mengeluarkan dompetnya, dan mengeluarkan uangnya. "Terima kasih."

"Alfa, kamu tidak pesan?"

"Tidak, aku tidak terlalu suka dengan es krim."

Kami pun duduk di kursi kios. Aku merasa tidak enak sekali, aku makan es krim tapi yang membelinya tidak.

"Kamu tunggu di sini, aku mau beli waffle di sebelah." Dia pun pergi.

Entah hanya perasaanku saja atau memang benar, kalau Alfa tadi membaca pikiranku. Dia sengaja membeli sesuatu, supaya perasaan tidak enakku hilang. Aku langsung menulis lagi "tiga point, karena berusaha menjaga perasaan wanita". Entah kenapa juga aku menulis point itu, padahal belum tentu itu benar.

Tak lama kemudian, pelayan mengucapkan pesananku, dan aku mengambil es krim itu. Aku kembali duduk lagi, menunggu Alfa. Tidak terlalu lama, datang Alfa dengan waffle yang dibungkus di tangannya. Aku hendak berdiri, tapi Alfa menyuruhku duduk kembali.

"Kita habiskan dulu makanan kita, kamu pasti capek setelah terkena panas?"

Ternyata memang benar, point itu memang harus didapatkan oleh Alfa. Setelah kami menghabiskan makanan kami, kami melanjutkan jalan-jalan ini. Saat kami keluar dari kios itu, kami disapa oleh seorang wanita tua bersama dengan seorang pria muda.

"Terima kasih, dek, kalau enggak ada kamu, mungkin nenek sudah hilang."

"Iya, sama-sama." Mereka pun mulai berbincang dengan Alfa, dan aku tidak terlalu memperhatikannya. Tak lama kemudian mereka pun pergi. Aku menatap Alfa dengan penuh pertanyaan. "Nenek itu, dia mau pulang, tapi lupa jalannya. Kebetulan aku bertemu dengan nenek itu saat di depan rumahku. Aku membantu nenek itu dengan menanyakan orang-orang sekitar, mungkin ada yang mengenalnya."

"Jadi, kamu telat karena..."

"Begitulah."

Aku merasa senang, memiliki seorang teman sebaik dia. Walau ada hal yang mengganjal di hatiku, dia terlalu baik mungkin bisa saja seseorang menghasutnya. Maka dari itu, aku berpikir untuk menjadi orang yang mencegah hal itu.

Keesokan harinya,sesuai janjiku, aku mengirimkan pesan kepada Nisya. Isinya, "Dia pria yangcukup baik, jadi mungkin kamu akan punya banyak saingan."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top