Hanya Tidur
Sambil dengerin mulmed-nya, ya. Biar feel-nya nyampai. 👌👌
"Makanya kamu dekat-dekat aku terus, biar aku bisa membahagiakanmu."
Choki Bagastara
Birunya langit berarak meninggalkan peraduannya berganti semburat jingga. Sang surya ikut serta Biksu Tong untuk menuju ke barat tetapi bukan untuk mengambil kitab suci. Hanya saja dia butuh beristirahat barang sejenak untuk menyinari bumi. Burung-burung beterbangan meninggalkan pantai. Seolah sayapnya melambai-lambai untuk pamit kepadaku bahwa mereka akan pulang ke sarangnya.
Suara deburan ombak yang menghantam karang semakin terdengar keras. Angin bertambah kencang tak jarang beberapa anak rambutku ikut beterbangan hingga menutupi sebagian wajahku. Ternyata aku pandai juga merangkai kata tentang senja. Mungkin efek patah hati membuatku menjadi sentimentil, batinku sambil tersenyum getir.
"Kamu ngapain sih, Ngil senyam-senyum?" Tangan Choki mulai memegang dahiku, kemudian lanjut berkata," Padahal enggak panas? Hmmm, jangan-jangan obatmu habis, ya, Ngil?"
"Apaan sih, Luk. Aku enggak kenapa-kenapa," sungutku.
"Yuk, pulang Ngil! Nanti keburu malam. Kamu pulangnya mau bareng aku atau bareng ayah dan bundamu?"
"Aku bareng ayah aja, ya Luk. Kamu enggak apa-apa?" Entah kenapa ada rasa ragu dan gelisah ketika aku bertanya seperti itu. Aku tahu Buluk pasti kecapekan dan mengantuk mengurus kejutan ulang tahun untukku. Terlihat dari wajahnya yang sayu dan beberapa kali dia kulihat menguap.
"Iya nggak apa-apa, Ngil. Tapi nanti kamu jangan kangen ya sama aku!" katanya seolah-olah sedih. Aku tahu dia pasti hanya ingin menggodaku. Dengan menunjukkan wajah sok sedihnya itu.
"Ih, kamu apaan sih, Luk. Kangen darimana rumah kita juga sebelahan. Tiap hari ketemu. Jangan sok sedih gitu, ah. Senyum. Senyum." kataku sembari menarik pipi Choki agar wajahnya melengkungkan senyum walau terpaksa.
"Makasi ya, Luk. Hari ini ulang tahun terbaikku. Aku bahagia."
"Iya sama-sama, Ngil. Makanya kamu dekat-dekat aku terus, biar aku bisa membahagiakanmu."
"Cha, ayo cepat pulang! Jangan pacaran terus dengan Choki!" teriak ayahku tiba-tiba mengagetkan kami berdua.
"Ah, Ayah tahu saja kita pacaran. Makanya jangan ganggu, Yah. Dukung Choki terus, ya?" sahut Choki membuatku sebal. Tapi yang membuatku menjadi sebal kuadrat karena tingkah ayah yang justru mengancungkan kedua jempolnya sambil ketawa haha hihi.
Siapa juga yang pacaran dengan Buluk? batinku.
Aku pun beranjak meninggalkan Choki menuju ke mobil ayahku sambil berkata, "Dasar gemblung."
Choki pun tak menjawab perkataanku, Dia justru tertawa sangat kencang. Hingga dia memegangi perutnya.
Waktunya pulang, aku pulang bersama Ayah dan Bundaku. Kak Cyntia tentu dengan Kak Chaka. Pandu, Emma dan Tiara naik mobil Tiara tapi Pandu sebagai sopirnya. Sedang Choki hanya sendirian di dalam mobilnya.
***
Entah kenapa setelah aku memutuskan pulang dengan orangtuaku perasaanku menjadi gelisah. Sebenarnya aku mengantuk, aku mencoba memejamkan mataku. Tapi aku selalu saja tertidur tanpa lelap. Selalu saja aku terbangun dan tiba-tiba merasa gelisah tak berujung.
Perjalanan pulang kami memang cukup lumayan lama kira-kira membutuhkan waktu sekitar dua jam. Mengingat jarak Jepara ke Semarang sekitar tujuh puluh tujuh kilometer. Tapi mungkin bisa lebih dari dua jam jika macet di sepanjang perjalanan.
Langit gelap sedari tadi ketika sampai Alun-Alun kota Kudus, hujan mulai turun. Dan bertambah deras saja hingga sekarang. Tak jarang terdengar petir bertalu-talu hingga memekakkan telinga.
Sudah lebih dari satu jam kami di perjalanan. Aku penasaran kita sudah sampai di mana sekarang ini. Aku melihat ke luar jendela yang sedikit nge-blur karena efek hujan. Aku mencoba melebarkan mataku guna melihat sekitar entah itu papan reklame, papan toko, atau papan nama pabrik untuk menunjukkan sekarang aku sudah sampai di mana. Aku dapat melihat sebuah papan nama sepertinya pabrik bertuliskan PT SANIHARTO ENGGAL HARJO jalan Demak-Semarang km. 12. Oh, sudah sampai Demak berarti sebentar lagi sampai rumah. Mungkin aku hanya rindu ikanku yang belum aku beri makan sehingga aku gelisah, batinku.
Karena hujan turun makin deras mobil ayah melaju secara pelan-pelan. Padahal jalanan sedang lengang. Tapi siapa juga orang yang mau keluar rumah ketika hujan seperti ini? Aku melihat ke depan kaca mobil yang terhalang wiper guna membersihkan kaca dari tetesan air. Dengan begitu, kaca menjadi bersih dan padangan tidak terganggu. Cahaya yang terlihat oleh ayah di depan juga tidak akan terbias oleh tetesan air tersebut karena sudah dibersihkan. Tiba-tiba aku melihat sesuatu yang membuatku makin membulatkan mataku. Aku panik.
"Ayah, Ayah berhenti. Berhenti, Yah!" kataku sembari menarik bahu Ayahku dengan kasar.
"Kamu kebelet pipis, Cha? Bentar, ya nanti Ayah cari SPBU dulu." Aku hanya menggeleng kuat tanpa mampu bersuara karena dadaku terasa sesak hanya air mata dan isakkan yang keluar dariku.
"H 1456 SL, H- 1 - 4 - 5 - 6 - S - L," eja ibuku pelan tapi dapat kami dengar.
Bunda langsung berteriak," Chookkiiii!!!"
Ayah segera menghentikan mobilnya tiba-tiba. Untung saat ini keadaan jalan memang benar-benar sepi sehingga tidak akan menyebabkan sesuatu yang tak diinginkan terjadi.
Kami berhambur keluar dari mobil menuju di mana sebuah mobil Ayla putih dengan plat nomor H 1456 SL menabrak pembatas jalan. Mobilnya pun sungguh terlihat ringsek tak berbentuk lagi semua kaca mobil hancur. Mungkin akibat kerasnya benturan, tubuh Choki tertunduk di setir mobil dengan kondisi pingsan dan bersimbah darah.
Ayah menghentikan beberapa pengendera motor yang kebetulan lewat. Dalam kondisi kami semua yang basah karena air hujan. Dan dingin yang menusuk tulang. Kami tidak peduli. Kami terus mencoba menyelamatkan Choki.
Aku disuruh ayah duduk kembali di bagian belakang. Kemudian Choki dibopong ayah bersama pengendara motor yang dicegat ayah tadi masuk ke bagian belakang pula. Ditidurkan Choki dengan kepalanya di pangkuanku. Kaki Choki menekuk dikarenakan tidak cukup bila harus diluruskan. Kemudian tas sekolah milik Choki diambil ayah dari dalam mobil Choki. Dan ditaruhnya dipangkuan Bunda, yang duduk di kursi penumpang bagian depan.
Ayah mengucapkan terima kasih kepada para pengendara motor. Mereka melanjutkan lagi perjalanan. Ayah kembali bersiap menyetir walau aku tahu tangan ayah cukup gemetar memegang setir mobil dalan situasi seperti ini. Ayah segera menjalankan mobil kami menuju rumah sakit terdekat. Bunda sibuk menghubungi Kak Chaka dan kedua orang tua Choki.
"Angkat, Ka. Ayo angkat Chaka!" Bunda terus berharap supaya teleponnya diangkat. Tapi dari tadi baik Kak Chaka maupun kedua orang tua Choki susah dihubungi. Akhirnya bunda memutuskan untuk mengirim WA.
Darah terus mengalir terutama di bagian belakang kepala Choki. Merembes mengenai hampir seluruh celana pendek yang kukenakan. Aku tak kuasa menangis. Aku tak bersuara. Hanya sesegukan yang tertahan. Seluruh badanku bergetar hebat.
Tiba-tiba mata Choki membuka walau sangat sedikit, tak selebar seperti biasanya. Aku memandangnya. Menatap mata kecil sayu yang berusaha keras ingin membuka sempurna. Choki berkata tanpa suara mungkin dia terlalu lemah hanya untuk bersuara. Aku mengerti walau samar apa yang diucapkannya dari gerakan mulut yang dia lakukan.
"Jangan nangis, aku ngantuk. Hanya ingin tidur. Hanya tertidur." Kemudian Choki kembali menutup matanya.
Aku semakin menangis sesegukkan. Dan mendekap kepala Choki yang bersimbah darah. Aku tak peduli walau tanganku serta pakaianku berbau anyir darah Choki.
"Hiks, Hiks Hikkkkkksssssss bangun, Luk hikkssss. BANGUN," raungku sangat keras hingga membuat bunda dan ayah menengok ke kursi penumpang belakang.
A/n
Jangan lupa vote dan komen ya. Suwun semua.
Semoga dapat membayangkan setting ceritanya dan feel-nya dapat,ya. Emak masih dalam tahap belajar bernarasi serius tanpa embel-embel guyonan garing.
Salam semprul.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top