Si Cantik
“Hachim!”
Buru-buru kututup mulut, mencegah bersin selanjutnya. Apalah daya, bersin kedua dan ketiga tetap menyusul. Di tengah cahaya redup jalan, kulihat telapak tanganku sudah menjadi agak keputihan. Itu pasti serbuk dari masker bengkuang yang sudah mengering.
Bagus. Bersin barusan membuat maskerku makin retak. Jangan lupakan lingkar mataku yang hitam akibat calak dari Mekah, oleh-oleh dari Ibuku. Akhirnya benda itu berguna juga. Ditambah rambut panjang yang tak kusisir sejak pagi dan daster putih bekas punya Mama, aku sempurna sebagai hantu.
Jujur saja, aku hanya bisa mengernyit saat teman-teman sibuk membicarakan hantu luar negeri seperti mumi, zombi, Frankenstein, dan vampire.
Hey! Mereka tidak menyeramkan sama sekali. Mendingan aku. Cintailah produk-produk Indonesia!
Aku mempercepat langkahku dengan semangat. Ini adalah pengalaman pertamaku mengikuti sebuah Pesta Halloween. Setelah delapan belas tahun dilarang ini-itu sama Papa dan Mama, akhirnya aku bisa ke luar rumah di atas jam sembilan.
Aku tidak bohong kok, saat kubilang pada Mama kalau aku diantar teman. Mana berani aku membohongi Papa dengan bilang kalau aku akan diantar pakai mobil ke kampus hanya untuk diizinkan pergi.
Aku tidak berbohong.
Temanku akan menjemput di depan gang. Jalan setapak dan remang-remang yang kulewati ini terlalu kecil untuk mobil. Apalagi di samping kiriku ada sungai kecil. Di samping kananku, berdiri kokoh sebuah gedung SMP.
Hawa dingin yang janggal tiba-tiba membelai kuduk tepat ketika aku melirik gedung itu. Sialan. Aku lupa kalau sekolah itu angker. Refleks kakiku berayun lebih cepat karena takut. Katanya, jangan lihat malam hari. Nanti kamu diikuti.
Aku nyaris menjerit saat terasa sesuatu jatuh di dekat kakiku. Baru saja ingin melihat itu apa, ternyata benda itu sudah diambil sosok lain.
“Hai. Kamu mau ke kampus juga?”
Seorang gadis bergaun merah, gayanya klasik ala bangsawan Eropa. Tubuhnya tingga semampai, tangannya memelintir rambut kepirangan yang disanggul anggun. Wajahnya pucat, matanya dingin menatapku, tanpa senyum.
“Untung saja ketemu teman. Ayo jalan sama-sama.” Kuembuskan napas lega. Setidaknya aku tidak sendirian lagi.
Setiap aku berbicara, gadis itu hanya diam.
Namun, tak bisa dipungkiri, setiap mataku melihat matanya, bulu kudukku makin meremang. Tapi kuabaikan saja. Artinya dia sukses berdandan, bukan? Siapa tahu dia diam juga karena takut melihatku.
“Kamu tinggal di mana? Aku belum pernah lihat kamu.” Lagi-lagi tak ada jawaban.
Lama-lama aku jadi merasa janggal.
Baru kusadari, kemunculan gadis ini juga tak wajar. Dia datang dari mana?
Dia muncul setelah aku berbelok tadi, ‘kan?
Keringat dingin mulai terasa di telapak tangan. Temanku bilang, SMP ini terkenal dengan hantu Belanda, disebut Si Cantik. Dia pakai gaun mewah, kepalanya putus, dan dia suka membawa kepalanya sendiri.
Aku lega luar biasa melihat sebuah mobil sedan hitam di ujung gang. Itu temanku!
Baru saja aku ingin lari, sesuatu jatuh dan menggelinding di tanah, tepat ke depan kakiku.
Itu kepala.
Kali ini, bukan wajah datar lagi yang kulihat. Bibir pucat itu membentuk seringaian terseram dalam hidupku.
Jangan-jangan yang jatuh tadi juga….
Entah bagaimana aku bisa selamat sampai di mobil, tetapi pertanyaan mengerikan dari kepala itu, tak akan pernah kulupakan. Seumur hidup.
“Diantar siapa?”
_________________________________
Aloohaa
Pas 500 kata. Aku pasrah.
Dalam rangka ikut event Halloween #DiantarSiapa yang diadakan Ambassador Indonesia.
Sekian saja~
Tertanda, Salma yang (sebenarnya) takut hantu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top