Special Part: "The Most Important Person" [JUANDA POV]

There's three thing that ever made me become a happiest boy in the world. Pertama, ketika gue berhasil membuatkan mommy sandwich yang enak untuk pertama kali. Kedua, sewaktu gue menemukan Yellow di depan gerbang rumah 4 tahun yang lalu. Ketiga adalah saat tahu ternyata cowok yang gue sukai menyukai gue juga. Isn't it amazing?

Selama ini gue sudah terbiasa disukai oleh banyak orang, cowok bahkan cewek. Pun, gue akui gue juga cukup sering memperhatikan bermacam-macam tipe cowok di sekitar. Dari SMP gue menyadari bahwa orientasi gue kurang normal sebab saat mendapati beberapa tubuh telanjang kawan cowok, nafsu dalam diri ini bergejolak tanpa mampu gue mengerti. Sampai gue pasrah dan menerima mengenai diri gue yang rupanya berbeda tanpa banyak orang ketahui, kecuali Daddy. Hingga suatu hari, sebuah perasaan baru yang belum pernah gue rasakan datang tanpa permisi bahkan diduga. Nafsu yang biasanya hanya bangkit sekadar di saat gue menangkap tubuh telanjang laki-laki lain malahan muncul begitu aja lantaran sebuah ekspresi menggemaskan dari cowok bernama Feryan.

Feryan Feriandi.

He has to be mine, adalah pemikiran yang seketika melekat di dalam kepala. Segala cara dikerahkan agar gue bisa mengenalnya sedikit lebih dekat. Perlahan dan tanpa paksaan--probably? gue mengusahakan metode pendekatan yang sekiranya mampu membikin Feryan nyaman. Sialnya, berulang kali gue nyaris habis kesabaran lantaran kebodohan dan kenggak-pekaannya benar-benar berada di atas rata-rata level normal manusia, dan lantas meledak pada hari di mana gue dan Ryan akhirnya jadian beberapa jam kemudian.

"Cowok yang gue suka itu elo, Juanda Andromano."

I'm almost got a heart shock that time. Nggak kehitung kali gue pernah ditembak oleh orang-orang, akan tetapi mendengar pengungkapan perasaan yang satu itu membuat gue sangat happy. Too happy sampai gue nggak bisa menahan diri untuk mencium bibir lucunya.

And for the first time, I confess to someone else about my romantic feeling. Then asking about how we better going out to each other. Embarassing, but also kinda fun. Terlebih lagi ternyata cipokan sama cowok bego itu enaknya bikin pengin lagi dan lagi.

He's so damn good at kissing. Padahal gue yakin Ryan ini mana pernah punya pacar atau ciuman sebelumnya. Sewaktu iseng-iseng gue tanya kenapa dia bisa ahli dalam hal bermain bibir, jawabannya agak mengesalkan.

"Jiwa mesum elo menular ke gue gitu aja, Bangsat. Gue aja kaget sama gaya cipokan gue sendiri. Eits, no cium-ciuman. Jadwal kita cipokan udah cukup buat hari ini, oke?"

Namun, itulah yang menarik darinya. Cowok bego ini jujur, awkward, manis dan menggemaskannya sudah satu paket. It's amaze me how he could born from the figure of two parents who are quite damaged. Membuat gue bertekad entah bagaimanapun caranya, gue harus dapat menciptakan bahagia untuknya. Cukup dengan melihat senyum atau tawanya selama kami bersama pun gue rasa itu suatu berkah. Karena berkat kehadirannya juga hari-hari gue menjadi lebih ceria dan berwarna.

Damn. I'm really crazy about him. Apalagi setelah kami terlibat pembicaraan cukup serius dan intim beberapa hari yang lalu. Ah, now I miss him. Mendingan gue telepon dia sekarang.

'Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di--'

Shit. Kenapa malah nggak aktif? Padahal terakhir dia online sekitar 10 menit yang lalu.

"Gue mau denger suara elo, Bego. Tck. What is he doing right now?"

Hasilnya, gue jadi berakhir membuka galeri HP. Melihat satu per satu foto Ryan yang gue ambil sewaktu dia tidur nyaris dua jam kapan waktu itu di mobil gue. Menikmati wajah lelah nan lelapnya, berulang kali mencium pipi dan mengusap kepala dia, tapi itu cowok seolah-olah kayak yang nggak merasakan apa-apa. Anggap aja itu keuntungannya, deh.

Sayangnya, sampai hari ini gue belum dapat persetujuan setiap kali meminta dia untuk selfie atau mengajak foto bersama. That damn stupid less confidence boy.

Suara pintu kamar gue dengar diketuk dari luar. "Saga, it's daddy."

Gue terlonjak dari duduk dan menaruh HP ke sofa. Buru-buru berdiri lantas berlari menuju pintu untuk gue buka. "Welcome home, Dad." Sambut gue setelah itu berpelukan dengannya.

Ah, sudah lama sekali rasanya sejak terakhir kali Daddy pulang disebabkan oleh kesibukan dari profesi yang dimilikinya.

Daddy adalah seorang aktor ternama di Indonesia yang mana menjadi salah satu sumber popularitas gue. Memiliki nickname Julius Saga Fransiskus yang semula hanya Julius Fransiskus. Daddy mengaku sengaja menambahkan Saga selaku nama kecil gue di tengah namanya itu karena ingin selalu diingatkan bahwa Saga merupakan nama ciptaan sosok wanita yang paling dicintainya, my dearest mommy.

Gue meletakkan segelas susu hangat beserta tiga buah cupcake di atas nampan ke meja. Segera Daddy cicipi dan berhasil menumbuhkan senyum di wajah letihnya.

"Your cooking are getting better and better, Saga. Please made a few more of this for daddy, so I could bring it to my next filming location."

Mendengar komentar itu sudah tentu bikin gue senang. Karena tujuan gue memasaknya memang supaya orang-orang yang gue sayangi menyukai dan menikmatinya. "Actually, I already made it quite a lot. Because of someone," kata gue seraya memainkan satu cupcake di nampan.

Mendadak nervous ketika hendak mengakui sesuatu memang hal wajar, but dunno why gue sangat sulit membiasakannya. Mungkin karena orang yang tengah gue ajak bicara adalah orang tua sendiri.

"Hm?" Kedua alis tebal Daddy naik.

Gue menghela napas lebih dulu. "Dad, I had boyfriend now." That's it. I say it.

Daddy dan gue sebenarnya berkomunikasi nyaris setiap hari melalui HP selama kami sedang nggak bisa bertemu. Namun, gue pikir membagikan kabar semacam ini memang lebih baik dikatakan secara langsung. Bukannya begitu?

Daddy tampak agak terkejut. Kedua matanya membulat menatap gue, bahkan kunyahan di mulutnya terhenti seperkian detik sebelum bertanya, "Huh? Are you serious?"

"Yes, I am." Shit. Gue nggak bisa menahan senyuman. Merasa lega sekaligus senang karena telah berhasil memberitahukan ini padanya.

Daddy menepuk pundak gue secara laun beberapa kali. "Wow. That's really a good news, Saga." Satu cupcake telah habis dimakannya. "How is this boyfriend of yours?" tanyanya lagi setelah menyesap minuman.

Gue berpikir sebentar, mencari kata yang tepat untuk mendeskripsikan Ryan. "He's cute, funny, but very stupid."

Well, that's really match with his personality anyway.

Daddy tertawa mendengar jawaban gue. "Really? I would like to meet him."

Gue juga ingin sekali mempertemukan Daddy dan Ryan segera. "Well, I'll tell him later. Last time when I invite him to our house, Daddy is not at home. So, it can't be helped," ujar gue seraya menggosok-gosok leher.

Daddy mengangguk-angguk, lalu menyandarkan badannya ke ujung sofa. "How long has it been since you guys start dating?"

"Almost two weeks."

Kedua mata Daddy mendelik kaget. "That's pretty amazing. There's someone who could date my son more than a weeks," gumamnya takjub. Sepertinya fakta bahwa ada yang kuat pacaran lebih dari satu minggu dengan gue jauh lebih mengejutkan bagi Daddy ketimbang berita mengenai pacar cowok baru itu sendiri. "How did you guys even meet?"

Ah, jika ditanya soal itu. "It's not something interesting, Dad. I made his ice drink dirtied his pants, then he madly yell at me like I almost kill him. But that's when I fall in love with him." Mengingat ekspresi geram di wajah imutnya adalah awal mula dari segalanya.

"At first sight?" Kali ini Daddy kian takjub lagi.

"Yes!" balas gue cepat.

"I wonder how amazing this boy could made you fallen instantly," komentarnya terlihat benar-benar penasaran.

Gue terkekeh. "He's not that amazing. He just ... brave, honest and weird. Still, he's so cute. Trust me," terang gue dengan excited.

Astaga Tuhan. Level bucin gue ke Ryan sudah sangat parah. Damn. Malu sendiri gue jadinya.

Daddy tersenyum menangkap reaksi gue tadi. "And looks like you really love him."

"Indeed. This is the first time I feel like I want to hold someone so badly." Dan berharap agar dia juga bisa menjadi sosok terakhir untuk gue. Forever.

Daddy kembali mengangkat gelasnya. "Just hope he wouldn't makes your heart broken someday," selorohnya menggoda.

Gue mendecak pelan. "Shut it. He would never."

Karena gue sangat percaya bahwa Ryan nggak mungkin begitu. Si bego kesayangan gue ini berbeda. Dia menyukai gue melalui sudut pandang, cara serta alasan yang lain daripada yang lain. Gue ingat pernah membahas ini satu waktu ketika tengah chatting dengannya.

[Orang-orang suka ke gue karena tau gue ini anak seleb yang tajir, keren dan ganteng. Padahal kan di sekolah yang modelnya begitu gak cuma gue doang. Ditambah aslinya gue juga ngeselin seksinya.]

[Ya, emang. Cuma kalo gue sih suka ke elo karena alasan lain.]

[What is it?]

Ryan mengetik balasan agak lama hanya untuk mengirimkan pesan yang ternyata isinya cukup singkat.

[Gue suka sama elo karena lo pernah nolong gue waktu itu. Bagi gue, elo cowok baik.]

Gue baru hendak tersenyum senang saat dia mengirim chat susulan.

[Meski bejad elo porsinya JELAS lebih banyak, ya. Anggap aja itu tantangannya.]

Ryan selalu tahu cara membalikkan keadaan sewaktu berinteraksi dengan gue. Nggak seperti kebanyakan mantan gue yang cuma bisa mengalah, protes, kemudian melayangkan kata putus tanpa berusaha memperbaiki situasi terlebih dulu, cowok ini setiap kali gue bikin kesal atau muak selalu sedapatnya menahan dan mengimbangi apa yang gue lakukan. Dari situ gue meyakini bahwa gue telah betul-betul memilih sosok yang tepat untuk dijadikan pacar.

Potret mommy gue usap seraya tersenyum senang memandanginya. "Thanks, Mom." Sebab kalau bukan atas kerja keras mommy, gue nggak akan ada di dunia ini hingga berhasil menemukan cowok yang gue cintai.

HP gue dengar berbunyi. Tanda ada chat masuk.

From my stupid Feryan.

[Gue keasikan main game sampe batre abis, Bangsat. 😸😸😸 ]

Gue tersenyum lantas mengetik balasan.

[I love you]

Jawaban dari Ryan datang dengan cepat.

[Elo pasti lagi kesurupan setan bucin, ya?]

Kemudian balasan lainnya menyusul masuk.

[Tapi I love you too, deh. 👊]

Gue tertawa sambil mulai mengetik chat lagi untuknya.

[Ryan, VC skuy]

Nggak lama, panggilan video dari Ryan datang ke HP gue.

I swear, he's the most important person in my life.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top