45. PERMUSUHAN
________
Nggak gue sangka melihat pacar dicium orang lain di depan mata kepala sendiri sukses memunculkan perasaan sedih bercampur geram maksimal.
YA TERANG AJA GUE MERADANG DONG, BAMBANG! BERANI-BERANINYA ITU BULE SETAN MENYENTUH COWOK ORANG LAIN SEMBARANGAN! Sedangkan gue selaku PACAR si Bangsat udah nyaris seminggu penuh belum sempat nyium dia lagi.
Nggak terima pokoknya gue. Saya tak suka, saya tak suka, jika Meimei yang ngomong.
Tetapi, meski nggak terima dan tak suka pun, gue toh bisa berbuat apa? Hanya mampu mendelik dengan isi dada yang bagai air mendidih saking panas.
Hingga ketika si bule keparat itu menyadari keberadaan gue, suara terkesiapnya serta-merta terdengar. "What the--who are you? A thief?" jeritnya memasang muka kaget, setelah itu dengan panik badan Juan dibangunkan. "Saga, Saga! Wake up! There's a thief inside your house! Wake up! Call security!"
Si Bangsat keliatan sangat terganggu seraya menutup kedua telinganya. "Shut the fuck up!" bentaknya, menghentikan ocehan bule gak jelas itu. Begitu dia bangun secara terpaksa dan mulai membuka mata lantas selepasnya menoleh ke arah gue, barulah dia kayak yang sadar sepenuhnya. "Ryan?" Lanjut mengerling sosok di sampingnya. "Jess, what the hell! What are you doing in my bed?" katanya tampak kesal sambil bergerak menjauhi bule itu.
Cowok yang disebut Jess itu memandang Juan dan gue bergantian. "You know him? He's not a thief?"
Juan terperangah mendengar hal-entah-apa-yang-diucapin si Jess. "No fucking way he's a thief." Dia turun dari ranjang, kemudian membawa gue ke rangkulannya. "His name is Feryan. And he is my boyfriend. The one I talk about to you last night. So, I hope you understand now."
Tiba-tiba wajah bersih dan cakep Jess itu berubah kaget, berangsur sedih sampai berakhir menjadi bengis. Tanpa mampu diduga, dia secara cepat melemparkan sesuatu ke arah gue yang untungnya refleks Juan tangkap dengan tangan kirinya. Jantung gue nyaris aja copot.
ANJRIT GILA. ITU KAN HP SI BANGSAT. Dia niat ngebikin muka gue bengep apa gimana?
"Jess, stop it! If you dare hurt him, I will--"
"You will what?" Itu bule kampret dengan lantang memotong kalimat Juan.
SESEORANG BERANI MENGINTERUPSI KATA-KATA SEORANG JUAN SAGA. SIAPA SIH DIA SEBENARNYA?
Dia mendengkus, melipat tangan di depan dada sambil menatap gue dari atas ke bawah. "How absurd! After so many years I confess my feelings for you and you never accept me or taking my love for you seriously, and this is what you did to me? You such a jerk, Saga!" Setelahnya, dia beringsut dari kasur untuk turun dan melangkah menghampiri kami. "And you both will regret this," desisnya, berlalu melewati kami sebelum keluar dari kamar.
Meninggalkan gue yang meneguk saliva, sebab asli demi apa muka dia nyeremin banget. Bule bernama Jess itu gue akui cakep dengan mata berwarna biru terang, kulit putih serta bentuk badan yang beberapa senti lebih tinggi tapi sekaligus lebih kurus dari Juan. Sayangnya, aura yang dia miliki tampak berkali lipat lebih menakutkan dari sosok Bangsat di samping gue ini.
Juan gue dengar mengembuskan napas panjang sambil mendecak. "Damn!" Dia melepaskan rangkulan, sesudah itu meneliti wajah gue dengan sorot cemas. "Elo nggak apa-apa? Sebelum gue bangun, Jess nggak ngapa-ngapain elo, kan?"
Gue menggelengkan kepala pelan. "Nggak, kok. Tapi, tadi ..." Ragu-ragu gue berkata jujur, "Dia nyium elo. Di bibir."
Secara refleks si Bangsat mengusap-usap bibirnya. "That bitch! Masih aja suka main cium sembarangan!"
Mendengar keluhan itu, terang aja gue tercekat. "Apa itu artinya dia udah sering nyium elo?" tebak gue makin ngerasa nggak terima.
Juan langsung berhenti mengurusi bibirnya. Mata sipitnya menatap gue dengan sorot rasa bersalah. "Sorry. Bahkan, tadi malam gue nggak ingat dia udah ngajak gue cipokan berapa kali."
Sakit hati gue, anjir. "Dan elo nggak nolak?"
Dia memutar bola mata. "Ya, jelas gue nolaklah. Tapi ... tck. Bisa nggak kita gak perlu ngebahas Jess dulu?"
"Gimana bisa gue nggak ngebahas hal ini kalo ternyata faktanya seanjing itu, Bangsat!" Gue meringis seraya mendorong dadanya menjauh. "Gue nggak ngerti sama lo. Masa elo bisa gitu aja ngebiarin cowok lain nyium elo sedangkan kemarin elo ngebacot soal kang--"
"OKAY! SHUT UP! LET ME EXPLAIN!"
Dibentak begitu bukannya bikin gue mendingan, yang ada malah tambah sedih. "Dasar cowok sialan lo!" maki gue yang selekasnya berjalan keluar.
"Ryan! Hei, Bego!" Juan mengejar hingga berhasil menghadang gue. "Sorry, okay. Sorry. I'll, maksud gue, gue akan ceritain semuanya. So, please. Jangan marah, ya," bujuknya sambil memegangi sebelah tangan gue, meremasnya lembut. "Gue beneran kangen sama lo. Dan gue nggak mau, pertemuan kita setelah sibuk beberapa hari belakangan ini berakhir nggak keruan. Maka dari itu, elo harus paham." Pipi gue diciumnya dua kali.
Pada akhirnya, gue tetap luluh lalu memeluk tubuhnya. "Gue nggak suka ngeliat elo disentuh orang lain, Juan," aku gue berbisik.
"Iya, gue tau. Sorry," balasnya yang kemudian mencium bibir gue secara liar.
Duh. Beneran kangen gue cipokan sama dia.
Sayangnya, secara terpaksa gue menyudahi ciuman ini. "Mulut lo bau, Bangsat! Mandi dulu lo sana!" Gue mengusap mulut yang udah aja basah.
Ekspresinya menjadi kikuk. "Oh, iya. Kelupaan gue baru bangun!" Juan nyengir. "Mandi bareng, skuy!"
Wajah gue terasa sangat panas sewaktu memberinya anggukan pelan nan malu-malu.
Di kamar mandi, gue dan Juan melakukan proses bercinta yang cukup panas sekaligus berisik sebagai pelepasan rindu. Mendesah berulang kali sambil saling memanggil nama, berbagi ciuman dan bertukar saliva bersama tubuh yang basah bercampur titik air serta peluh hasil dari tenaga yang keluar lantaran gerakan kami berdua. Terlalu nikmat dan menggairahkan sampe gue berpikir ingin melakukan sesi ngewe aja dengan cowok ini seharian. Kemudian memekik begitu orgasme gue sampai tanpa disentuh sedikit pun, lantas lanjut meringis saat Juan menyusul mengerang keras ketika spermanya muncrat ke dalam sana.
"Euh, sorry. Gue keluar di dalam," ucapnya yang malah mengecupi telinga gue.
Napas gue agak terengah-engah. "Nggak apa-apa, kok. Kita di kamar mandi ini, kan? Bisa sekalian dibersihin," balas gue, mengusap pipinya yang lembab.
Juan tersenyum setelah itu menjilati dada gue, sedangkan mata nakal gue melirik ke bawah di mana Minnions yang tadi sempat mengkeret kini terlihat mengacung tegak kembali.
"Minnions elo bangun lagi."
"Banana lo juga," komentarnya sambil mengelus Banana yang ketularan girang.
Gue terkekeh. "Mau sekali lagi?"
Juan menunjukkan raut kaget. "Sekarang? Beneran?" Dia lantas tertawa. "Oh, maksudnya gantian?"
Kepala gue menggeleng. "Nggak. Elo dapat jatah nyodok gue lagi. Mau?"
Dia tercenung sesaat sebelum tersenyum lebar. "Mana mungkin gue nolaklah, Sayang!"
Gara-gara itu, gue teler jadinya. Mana belum sarapan, basah-basahan terlalu lama di kamar mandi tadi, ditambah pake segala minta disodok dua kali. Seketika lemes ini badan, Bambang.
"Elo kepengin gue beliin sarapan sekarang atau mau nunggu masakan gue matang?" tanya si Bangsat yang baru selesai mengenakan kaus lengan panjang bercorak zebranya.
Gue meringis sembari mengelus perut yang terasa mulas. "Pesen sekarang aja kali, Juan. Lapar banget gue."
Dia mengangguk. "Sama. Ya udah, gue bakal cari sarapan."
"Pake apaan? Mobil?"
"Nggaklah. Motor," jawabnya seraya merapikan rambut yang masih basah.
"Eh, motor elo udah bener?"
"Elo pikir gue cuma punya motor satu?"
Lupa gue punya pacar tukang bersin duit. "Oh. Kenapa gak pesen via GoFood aja?"
Dia menaikkan bahu. "Lama. Weekend macet. Udah, elo tunggu di sini aja," katanya yang lalu melenggang keluar kamar.
Saatnya nunggu, deh. Aduh, tapi asli lapar sangat perut kerempeng gue. Andaikan ada sesuatu yang bisa dimakan.
"Yellow, elo bawain makanan gih kemari!" titah gue pada kucing oren kepunyaan si Juan yang saat ini tengah menjilati badannya. Soalnya mau ngambil sendiri bawaannya mager. Capek. "Pengin makan seblak," gumam gue berkhayal yang malah bikin tambah lapar.
Pintu kamar terdengar terbuka dan bikin gue sigap menoleh. Bersiap bertanya karena menduga Juan kelupaan sesuatu saat ternyata yang menampakkan wujud adalah si bule bernama Jess itu. Berjalan mendekati gue dengan raut wajah angkuh sambil melipat kedua tangan di depan dada.
Dia mendengkus keras. "Sudah merasa bagai tuan rumah?"
Mata gue mendelik kayak yang mau melompat keluar. HAH? DIA BISA BAHASA INDONESIA?
"Berdiri!"
Gue masih melongo dan nggak sanggup fokus menangkap perintah darinya.
"I said, get up!" Jess melangkah menghampiri gue untuk selanjutnya menarik gue paksa hingga jatuh dari atas ranjang.
KAMPRET! Nggak tau apa dia pantat gue lagi perih. Jadi makin sakitlah sekujur badan.
Mendadak sebuah tendangan mengenai tulang kering kaki gue.
Terang aja gue mengaduh. "Aw! Anjrit! Sakit, woi! Sembarangan aja elo main nendang-nendang." Bagian yang kena tendang gue usap-usap.
Mendengar protes gue justru ngebuat Jess keliatan kian kesal. "Oh. Kamu berani protes, ya? Hebat!" Lalu tiba-tiba dia menyeret gue hingga keluar kamar dengan menarik tangan kanan gue sekuat tenaga. Ya ampun, dia kira gue karung berisi beras apa? "Pergi sekarang dan jangan pernah kembali lagi ke rumah ini!"
Buseettt. Dia ngusir gue, nih?
Gue mendengkus sambil mengusap pergelangan yang perih. "Nggak mau, ya! Juan lagi beliin sarapan buat jad--hmmp!" Mulut gue kena bungkam sebelah tangan Jess.
"Kamu pergi sekarang atau aku buat kamu pergi dengan cara kurang menyenangkan."
Jakun gue naik-turun lantaran merasa ngeri. Asli ini bule nyereminnya ngalahin akting Suzanna di semua filmnya yang pernah gue saksikan. Mata birunya yang berkilat betul-betul memperlihatkan tanda bahaya. Dia kayaknya emang bukan seseorang yang sebanding sama gue.
"Kamu dengar, tidak? Sekarang, pergi!"
Bentakannya bikin gue secepatnya berdiri, sesudah itu berlari ke arah tangga dan turun dari lantai dua ini. Duh, nyeri. Masih lemes begini udah diusir dari rumah pacar sendiri. Berasa kena usir ibu mertua tiri gue. Pedih.
Namun, setibanya di luar gue masih nggak beranjak ke mana-mana. Karena yakin Juan juga nggak akan menyukai sifat bangsul itu bule setan, alhasil gue mengotak-atik HP yang untungnya udah tersimpan di kantung celana. Niatnya sih kepengin ngehubungin Juan supaya bisa mengadu tentang perlakuan yang gue dapatkan. Sayangnya, baru juga HP dipegang, dari belakang tangan seseorang malah merebutnya.
Jess si bule biadab muncul lagi, pemirsa. Mampus gue.
"Balikin HP gue!" kata gue seraya mendekati Jess yang secara cepat melangkah mundur sambil membawa HP di pegangannya semakin jauh.
"For what? Agar kamu bisa menghubungi Saga dan meminta bantuan? No way! Lebih baik kamu pergi sekarang dari sini," balasnya dengan wajah sinis level 45. Super nyebelin.
Rasanya jadi kepengin nampol pakai gosokan. Tapi ya, gue mana ada nyali.
Gue mendecak. "Gue bilang, balikin HP--"
Sekonyong-konyong ini bule melakukan gerakan siap membanting yang bikin kalimat gue tertelan kembali serta membelalalak kaget. "Kamu pergi atau HP ini aku buang ke lantai sampai hancur berkeping-keping!"
Ancamannya kok makin nggak nguatin aja, sih. "J-jangan berani-berani, ya! Itu HP gue satu-satunya!" Lebih tepatnya, itu HP pemberian Juan. Andai nanti beneran rusak dan hancur, bisa-bisa nangis tujuh purnama gue sebab kehilangan. Mana isi di dalamnya berharga semua.
Dia menggoyang-goyangkan HP di tangan. "Well, kamu tahu harus melakukan apa supaya HP ini tetap utuh di tanganku kan, Feryan?"
Mendengar hal itu, gue pun mau nggak mau mengangguk. "O-oke. Gue pergi sekarang! Tapi, elo jangan apa-apain HP gue."
Jess tersenyum lempeng. "Okay. Now, get lost! Kalau dalam waktu 10 menit kamu belum keluar dari area rumah ini, HP ini aku jadikan jaminan sebagai denda atas sifat bodoh kamu. Hush, hush!"
Bangsul. Udah macam gembel yang nggak diterima oleh lingkungan sekitar bentukan gue saat ini. Ngenes amat nasib gue pagi-pagi. Mergokin pacar dicium orang lain, tahu bahwa pacar gue semalam cipokan sama cowok lain, eh sekarang gue diusir pula sama pelaku yang merupakan tukang cium pacar gue itu.
Keterlaluan asli si Jess ini. Dia padahal jelas tau bahwa gue ini pacar Juan, tetapi sikap nggak sukanya ke gue ditunjukkan terang-terangan seakan-akan berniat mengibarkan bendera permusuhan.
Gue sedikit membungkuk sembari mengusap-usap pinggul yang makin pegel sambil meringis.
Huh, oke! Kalo emang niat dia begitu, bakalan gue ladenin. Nggak peduli si Jess ini seseram dan seganas apa, selama dia penginnya nyari gara-gara sama gue sih, siapa takut, kan?
Awas aja! Bakalan gue kasih pembalasan ke dia nanti! Bule bangsul keparat bin songong!
Duh. Di saat-saat begini gue jadi berharap mampu menguasai satu atau dua ilmu santet. Greget maksimal gue sekarang!
"ARRRGHHH!"
______
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top