40. PERCINTAAN

Gue mematikan keran, setelah itu meletakkan piring terakhir yang selesai dibilas pada rak piring susun besi. Lanjut membersihkan wastafel cuci dengan kain lembab dan mengelapi sekitaran meja.


"Habis ini gue lanjut ngapain lagi?" tanya gue pada Juan yang sedari tadi memperhatikan sambil meminum jus wortel.

Dia menggelengkan kepala sambil membuka kulkas untuk menaruh gelasnya ke dalam. "Kita mandi bareng aja? Gimana?"

Seketika tangan gue kepleset, nyaris bikin muka kejedot keramik dapur gara-gara ajakan ngawurnya. ANJRIT INI BULE KAMPRET. Mentang-mentang sekarang kami tinggal bersantai tanpa perlu mikirin masalah apa pun lagi. Gampang bener dia ngomong.

"Elo mau?"

Gue mendecak, meremas lap, lalu mengembalikannya ke tempat semula. Selepas itu berkacak pinggang sambil melotot ke arah si Bangsat yang masih menunggu jawaban.

"Oke. Kita mandi bareng." Dia tersenyum puas mendengar balasan gue. "Elo mandi di kamar lo, gue mandinya di kamar bawah. Gimana?"

Senyum Juan memudar digantikan raut sebal. "Bagus banget idenya," komentarnya sinis. "Padahal gue pikir kita bisa coli sama-sama lagi, this time di kamar mandi. Waktu itu kan belum kesampean karena kita malah coli sendiri-sendiri." Langkahnya mendekat, lantas menarik tubuh gue merapat padanya. "And would be better, kalo elo dan gue bisa ngelanjutin apa yang sempat gagal kita lakuin kapan hari itu," bisiknya menggoda, kemudian menjilati daun telinga gue.

Sialan. Geli-geli enak. Banana gue yang bertubrukkan nggak langsung dengan Minnions langsung bereaksi sedikit. Bahasa kerennya sih, horny.

"Maksud elo, ngeseks?" tanya gue sok pura-pura gak ngerti.

Badan gue dipeluk gemas. "Iya, Bego!"

Yeee, kampret. Sesuatu di balik celananya segala ikutan bangun. Makin susah nolaklah gue kalo gini.

"Oke!" sahut gue seraya mendorongnya. "Tapi, biarin gue mandi dulu. Badan gue bau."

Juan mengangguk. "Iya, sana lo mandi, deh. Badan lo baunya mengganggu."

Huh. Kaki kanannya berniat gue tendang, tetapi urung mengingat proses penyembuhannya yang belum sempurna. Akhirnya, gue hanya menghela napas sebelum berjalan menuju kamar mandi di lantai bawah. "Elo tunggu aja di kamar!"

"Mandi yang bersih, ya. Sampe bagian paling dalam, Sayang!" serunya gak penting.

"Bacot!" gertak gue dengan langkah mencak-mencak.

Setibanya di kamar mandi, gue menjerit sekeras-kerasnya dengan mulut yang ditutupi kedua tangan.

ANJIR, ANJIR, ANJIR. GUE BENERAN BAKALAN MELEPAS KEPERJAKAAN HABIS INI. ARRRRRGHHH!

Gue masih ingat sensasi perihnya sewaktu Minnions si Bangsat masuk ke dalam pantat gue, meski belum semuanya dan berakhir gagal, tetap aja sakitnya mantul. Berselang dua sampai tiga hari, baru deh itu nyeri hilang total dari lubang bool gue, dong. Hhh, ngeri.

Andaikan muka gue mampu menghadap anus sendiri biar bisa ditanya-tanyai.

"Udah siap belum elo dibobol Minnions lagi?"

"Bersedia nggak nerima Minnions sepenuhnya nanti?"

"Bisa kan nahan sakitnya supaya nggak bikin gue kesiksa?"

MAKIN GAK BERES ISI OTAK GUE YANG DAYANYA KECIL INI, BAMBANG.

Kalem, Feryan. Tenanglah, lubang bool. Gak usah banyak tingkah, Banana. Tarik napas, embuskan. Begitu terus sampe Banana bisa mengkeret lagi. Cakeeep.

Gue lantas membuka seluruh baju yang merupakan setelan baru ini. Sudah saatnya bersih-bersih. Sesuai titah Juan, sampai bagian terdalam. Haaah. Mau nggak mau, deh.

Kuatkan diri lo, wahai lubang pantat Feryan yang udah setengah gak perawan.

.

"Ah, ah, ah!"

BULE MESUM INI LAGI NGAPAIN, SIH!

Telentang di ranjang sambil menonton video yang memperdengarkan suara desahan super ngeganggu, bikin gerah indra pendengaran gue yang gak berdosa. Mana Minnions dia ngejendol tinggi lagi di tengah-tengah badan di balik jubah mandi yang dikenakannya. Sengaja banget mau pamer!

"Elo lagi ngapain, sih?" tanya gue seraya membetulkan letak handuk.

Si Bangsat melirik. Kedua matanya menyipit ke arah bagian atas tubuh gue yang terbuka, setelahnya bersiul-siul. Pacar bangsul!

"Coba ke sini, deh. Elo ikut nonton video bokep bareng gue, supaya bisa nambah wawasan tentang seks," ajaknya dan menepuk-nepuk ruang kosong di samping kirinya.

Sungguh nggak bermanfaat. "Gak perlu," tolak gue seraya menutup pintu. "Soalnya gue udah sering juga nonton sendirian kalo lagi di rumah."

Juan ketawa. Dia berhenti menonton video, menaruh HP ke bantal, selepas itu bangun untuk duduk di tepi ranjang. "Come here!"

Jantung goblok. Disuruh ngedeket aja pake segala dag-dig-dug gak keruan udah kayak nunggu pengumuman kelulusan.

Gue melangkah perlahan. Karena nggak berani menatap mata si Bangsat yang menampakkan nafsu kentara, alhasil pandangan gue bergerak ke mana-mana. Hingga jatuh ke tengah badannya, di mana Minnions masih berdiri tegak.

Juan menarik gue secara nggak sabar dan langsung aja mempertemukan kedua belah mulut kami, ngebuat gue kewalahan mengimbangi ciumannya yang penuh gairah. Sementara jemarinya meraba-raba dada sampai tahu-tahu bagian tubuh bawah gue terasa kosong. ANJIR. Handuk gue dilepas.

Puas dengan bibir, dia lalu beralih menciumi leher gue. Seperti yang lalu-lalu; memberi jilatan dan hisapan kecil, sedangkan jari-jari usilnya memainkan puting dada gue. Dicubit, dipilin bahkan ditarik agak kuat. Pun, bokong gue diremasi sebelah tangannya. Sialnya, bukannya ngerasa kesakitan atau risih, gue justru menikmati setiap sentuhan yang dia lakukan. Terang aja gue nggak mampu meredam desahan.

"Sounds like you like it," ucapnya, kemudian untuk kedua kalinya mencium bibir gue.

Nggak mau diam aja, gue memberanikan diri mengajak Juan bertindihan di atas kasur. Masih saling berciuman sampai gue mengerang laun sebab keenakan sewaktu Juan mengulum lidah gue cukup lama.

KAMPRET. SI BANANA JADINYA TEGANG KAN!

Tiba-tiba posisi kami jadi berbalik--gue di bawah dan dia di atas, dan tiba-tiba juga, tangan si Bangsat udah aja menggerayangi kontol ngaceng gue yang diberi nama olehnya. Memberikan usapan lembut ke pangkal kepala, lalu mengocoknya naik-turun perlahan.

Mulut gue yang masih dibungkam bibir Juan mendesah-desah tertahan dicampuri bunyi peraduan lidah kami juga kocokan tangannya di bawah sana. Merasakan liur gue menetes, sekujur badan menggeliat dan dada agak membusung ketika orgasme gue sampai. Kaki gue gemetar dan mengejang, napas nggak beraturan begitu ciuman di antara kami usai.

GILA. YANG TADI ENAK BANGET, BANGSAT!

Gue meneguk saliva sewaktu si Bangsat menyeka liur di sisi mulut. "Feeling good?" tanyanya memasang ekspresi puas.

Dengkusan gue keluar, berusaha menutupi malu yang seolah-olah menguasai seluruh muka saat dia mengelapkan tangan ke jubah mandinya gitu aja.

Juan lantas melepaskan jubah mandi dengan gaya yang super seksi. "Elo mau coba gue bikin lebih keenakan lagi nggak?" ujarnya sembari beringsut ke bagian tengah depan badan gue, memegangi kedua kaki dan mengangkangkannya. "Gue selalu penasaran mau ngelakuin ini ke elo sejak lama," terusnya dan mendorong kangkangan gue ke depan.

Woi. Ini cowok mau ngelakuin apaan lagi coba? Kenapa pose berbaring gue jadi kayak bintang-bintang porno yang siap ditusbol sama partner di ranjang mereka? Apa Juan emang mau nusbol gue langsung? TANPA PERSIAPAN?

SELAMAT TINGGAL, LUBANG BOOL.

Namun, pemikiran itu seketika sirna saat gue mulai merasakan sapuan hangat dan basah pada anus dari sesuatu yang kenyal yang kayaknya gue tau apa---sayangnya, gue nggak berani membayangkannya.

Ngapain lagi sih dia?

"Heh! A-ah! Elo ... anjrit!" Otomatis mengumpat begitu lubang pantat gue ditusuk-tusuk bahkan disusupi sedikit demi sedikit oleh lidah si Bangsat yang bergerak liar.

Duhlah. Kenapa rasanya harus senikmat ini coba? Kan gue mau nyuruh dia berhenti juga jadinya nggak rela! Bule sialan. Selalu tau aja cara ngebuat gue keenakan. Alhasil, si Banana kembali terpanggil hawa nafsunya.

Sensasi geli-geli basah dari lidah serta terpaan hangat napas di bawah sana sukses bikin tubuh gue menggelinjang. Ada untungnya ternyata membersihkannya saat mandi tadi. Meski tetep aja gue nggak paham. Apa keuntungan yang Juan dapatkan dari ngejilatin lubang pantat? Kalo gue sih jelas keenakan, ya. Lah, dianya?

Si Bangsat menarik mundur lidahnya dari anus. Tanpa ragu menjilati bibirnya sendiri kayak habis makan hidangan terenak di dunia. Hiii, otak mesum orang macam dia emang gak akan bisa deh gue mengerti. Mengagumkan sekali memang, Tuan Juanda Andromax ini.

Laci nakas Juan buka, sehabis itu dia mengambil pelumas yang kapan hari itu kami gunakan untuk melumuri dua jarinya. Kembali ke posisi tadi, selanjutnya pelan tapi pasti memasukkan jari tengah beserta jari manisnya yang licin sekaligus ke lubang yang telah dilembabkan lebih dulu oleh lidahnya. Anehnya, gue nggak ngerasain perih dan kaget kayak pas kami ngelakuin pertama kali hari itu. Apa ini efek jilatan lidah dan pelonggaran yang gue perbuat sendiri ketika mandi?

"Does it hurt?"

Pertanyaan itu membuyarkan pemikiran yang berlarian di dalam kepala, kemudian gue menggeleng. "Nggak, kok."

"Good." Dua jari itu kini bergerak maju-mundur, awalnya lambat hingga temponya bertambah kian cepat seiring suara erangan gue yang lirih. "Is it here?"

Gue memekik lantaran tersentak sewaktu sesuatu di dalam sana tersodok dan bikin tubuh gue seolah melayang saking keenakan. Sensasi nggak asing ini, gue masih ingat apa. "Emmh, Juan!" Mulut ini gue bungkam supaya desahannya yang norak nggak akan kedengeran.

Nggak disangka-sangka, Juan malah menyusupkan satu lagi jari. Gila aja. Ini cowok mau menuhin lubang bool gue pakai semua jarinya apa gimana? Penuh banget rasanya.

"Tiga jari ini kurang lebih setara ukuran Minnions gue. Kalo elo udah siap nerima mereka, berarti elo juga udah siap Minnions masuki," jelasnya yang lantas menarik pelan satu per satu jarinya keluar. "So, are you ready?" tanyanya, matanya yang dipenuhi sorot nafsu menatap tepat ke gue.

"Tentunya saya siap, Tuan Juan. Silakan Anda renggut keperjakaan saya sepenuhnya," jawab gue dengan senyuman.

Dia balas tersenyum. Mulai melepaskan sempak celana berwarna hitamnya yang justru bikin gue tercekat mendapati Minnions dia yang ukurannya keliatan bertambah. Apa gue nggak salah liat?

"Elo ngebesarin ukuran Minnions apa gimana? Kok kayaknya itu jadi tambah gede dan panjang?"

Juan menyipitkan mata, memandang bergantian antara Minnions dan gue sebelum menyarungkan kondom ke alat kelaminnya itu. "Gak usah konyol. Sejak awal ukuran Minnions gue emang segini. Mungkin baru keliatan jelas sebab ini pertama kalinya elo ngeliat dia dalam keadaan ngaceng saat gue nggak makai penutup apa pun," tuturnya dan lanjut mengolesi Minnions yang udah berkondom.

APA IYA BEGITU? ANJIRLAH.

Dia mengambil bantal, setelah itu bergerak kembali ke posisi sebelumnya untuk menaruh bantal di bawah pinggul gue. "Elo takut?"

Gue meneguk ludah sembari menggelengkan kepala. "Gue cuma kaget. Berapa sih panjangnya Minnions elo?" Mata gue masih nggak bisa beralih dari penis yang kini tampak glowing dengan kaus kuningnya.

Dia terkekeh mendengar pertanyaan gue. "Terakhir gue ukur sih 15 centimeter. Sekarang mungkin udah 17 atau 18."

ITU KONTOL APA PENGGARIS BOCAH SD, BANGSUL. KEGEDEAN ITU. GAK NORMAL. Gue kira ukuran dia cuma empat belasan sentimeter. Beda tiga angka doang dari ukuran gue.

"Gue curiga elo ini sebenarnya reinkarnasi pemain bokep," komentar gue, meratapi ukuran Banana yang biasa aja.

Masih ada nggak ya harapan untuk jadi lebih besar?

Juan berkacak sebelah pinggang. "Udah ngomongnya? Gue kepengin cepet-cepet masukin Minnions, nih!"

Kampret. Langsung kembang-kempis nih lubang setengah perjaka gue gara-gara ucapannya. Dasar nggak sabaran! Nafsuan! Ya, gue juga sama, sih. Tapi gue kan penginnya woles aja gitu. Gak usah buru-buru.

"Malah bengong. Elo sebetulnya niat nggak sih having sex sama gue? Minnions udah kesakitan, nih!"

Seketika gue membuka kaki lebih lebar. "Iya, deh. Nih. Sini, masuk lo, Minnions. Tapi dengan syarat, lo harus bikin gue keenakan. Bilang tuh sama Minnions elo!"

Juan ketawa ngakak sampai seluruh badannya bergerak, memajukan tubuhnya lebih dekat, kemudian mulai mengarahkan Minnions tepat ke arah lubang pantat gue yang lagi was-was serupa pemiliknya.

Huh. Detak jantung gue nggak bisa tenang sebentar aja apa? Kalo tegang kan nanti malah bikin tambah susah masuk. Menurut informasi yang gue baca, sih.

"Relax aja, oke?" katanya sambil mengentak.

Gue terkesiap, lantas mengigit bibir seraya mengerang merasakan Minnions yang masuk semakin dalam dan dalam. Pelan-pelan, menyalurkan perih sekaligus perasaan penuh dan sesak di bawah sana. Juan sendiri gue lihat mengernyit dengan mata memejam, tampak berusaha keras menerobos hingga kejantanan dia mampu masuk seluruhnya.

Ketika dia mengembuskan napas lega, gue sadar bahwa dia telah berhasil. Peluh yang muncul di pelipis dan dahi cowok Bangsat ini bikin gue refleks menyekanya. Tersenyum dengan sedikit ringisan dan tangis yang menggenang di sudut mata, lalu menarik bagian belakang kepalanya untuk mengajak berciuman sebentar.

"Are you okay? Does it hurt?"

"No," jawab gue sok ikut gaya bulenya. Dia gue peluk. "Meski agak sakit, yang sekarang nggak apa-apa. Gue seneng karena akhirnya bisa bener-bener ngelakuin ini semua sama lo, Juan," bisik gue meneruskan.

"I'm glad." Pipi gue dikecup. "Thank you, I love you, Ryan."

Selanjutnya, gue dan Juan menggerakkan badan satu sama lain. Berbagi desahan, peluh, bahkan kadang umpatan. Gue meninggalkan cupang di lehernya, membuat dia balas menciptakan cupang di dada serta lengan gue.

Ketika akhirnya Minnions menemukan letak prostat gue, menyodoknya, reaksi yang terjadi pada tubuh gue sungguh luar biasa. Pandangan gue seolah berkunang-kunang, pun, sengatan nikmatnya menyebar dari ujung kaki hingga kepala. Ngebuat gue kayak yang bertambah hilang akal dan kesulitan mengendalikan diri.

"Juan, Juan!" sebut gue parau lantaran kebanyakan mengeluarkan suara. "Ah, ini enak, Bangsat!"

"Yeah. It's really, nggh, good!" Dia terkekeh. "By the way, boleh nggak gue muncrat di dalam?"

Punggungnya gue tabok. "Jangan berani-berani lo, ya. Apa gunanya kondom yang lo pake kalo tetep kepengin keluar di dalam!" sembur gue di sela-sela erangan.

Si Bangsat tertawa diiringi desahan. Bergerak kencang tiba-tiba, ngebuat gue tersentak dan memekik beberapa kali sebab prostat di dalam sana tersentuh berulang-ulang. Sampai tahu-tahu dorongan menuju puncak kenikmatan gue datang gitu aja dan Banana pun menyemburkan sperma yang sampai mengenai perut.

Gue mengejang kesekian kali. Anjrit. Parah. Tadi itu pengalaman muncrat paling mantap yang pernah gue rasakan. Sumpah gak bohong.

"Elo muncrat. Bahkan tanpa gue bantu kocokin lagi," ujarnya heran. "Sexy!" Dan lanjut bergerak cepat lagi.

Nggak lama setelahnya, sewaktu Juan mendesah keras disusul memperdengarkan erangan cukup panjang, saat itu juga gue tau bahwa dia telah mencapai orgasme. Wajahnya benar-benar seksi dan tampan, karena ekspresi inilah yang jujur paling gue sukai darinya.

Gue sungguh bahagia bisa menjadi orang pertama yang melakukan percintaan secara maksimal dengan cowok bangsat ini. Pun, bersyukur sebab dia jugalah yang menjadi orang pertama yang berhasil mencabut gelar perjaka dari seorang Feryan Feriandi.

Sial. Si Bangsat seksi parah. Andai nggak kenal capek, udah gue ajak kali dia nyodok gue di ronde kedua.

.

"Pantat gue sakit nih, Bangsat!" adu gue kepada Juan yang tengah bersantai memainkan HP-nya. Enak banget dia bisa langsung duduk-duduk sedangkan lubang pantat gue tengah dilanda perih.

Emang nikmatnya tuh di awal doang. Begitu udah selesai tetap aja risikonya datang.

Dia mengerling. "Mau gue jilatin lagi itu lubang?"

Mata gue mendelik risih. "Lo nggak ada perasaan jijik atau apa sama sekali gitu? Heran gue." Dan memeluk gulingnya makin erat.

Dia menaruh HP, selepas itu mengusap kepala gue. "Ngapain gue ngerasa jijik sama pacar sendiri?" Setelahnya mendaratkan ciuman ke puncaknya.

"Yah, habisnya lo doyan lobang pantat pacar lo," balas gue sambil merapikan rambutnya yang masih agak acak-acakan.

"Pantat lo seksi."

Gue meringis keras. "Malah gue yang jijik dengernya."

Si Bangsat ketawa. "You should love your ass more."

"Apa pun artinya, gue yakin itu bukan hal yang enak buat didenger. Jadi, gue gak mau tau."

Karena yang gue tau, setiap Juan ngucapin sesuatu pakai bahasa Inggris kebanyakan maksudnya mengarah ke hal yang nggak senonoh.

Dia memegangi bahu gue. "Sini. Gue bantuin elo bangun."

"Hmm. Gendong gue ke kamar mandi!" Cengiran gue nggak bisa ditahan.

Sekarang badan gue udah dirangkulnya. "Manja lo. Ngesot aja sana!" Punggung gue yang masih polos didorong-dorong.

Pacar kampret emang! "Jembut lo gue bakar kayaknya enak."

Dia terkikik puas. "Becanda. Ayo, sini. Naik ke punggung gue."

Eh, bener aja. Si Bangsat memasang punggungnya yang cuma dirangkap kaus dalam ke arah gue.

Gantian, punggungnya gue dorong. "Apaan deh, norak! Gue juga cuma becanda, kali," sangkal gue.

Aslinya sih mau aja, tapi nanti akibatnya perih di pantat gue makin menjadi dong karena kaki pasti ngangkang. Nggak mau, deh.

Dia mendecak. "Gak usah berlagak punya malu deh lo."

Sekarang tonjokan yang gue berikan. "Anjing lo," sembur gue sebal. "Elo nggak tau aja sakitnya pantat gue sekarang tuh gimana! Enak di elo nggak kebagian jadi yang kena tusbol!" lanjut gue dan mendengkus-dengkus.

Juan merintih pelan sambil mengusapi punggung sendiri. "Iya, iya. Sorry. So, next time, andaikan elo emang mau bikin pantat gue kesakitan, silakan aja."

Pernyataannya ngebuat gue melongo. "Hah? Apa lo bilang?"

Senyum lembutnya muncul. "Lain kali, kalo elo mau nyoba nusuk lubang pantat gue alias pengin gantian jadi top, gue nggak akan ngelarang. Supaya adil. Elo keenakan, gue keenakan. Pantat lo kesakitan, nah pantat gue juga. Deal?"

ANJRIT. Seriusan itu? Apa dia sadar dengan apa yang tengah diucapkannya? Si Bangsat nggak lagi kesurupan setan kodok, kan?

"E-elo serius?" Gue memastikan sekali lagi.

Anggukan yakin dia berikan sebagai jawaban. "Yes. Karena seks itu bukan cuma tentang egoisme dan nafsu, tapi juga urusan saling memuaskan batin satu sama lain. I know I'm not perfect boyfriend, maka dari itu gue nggak mau keliatan payah lebih dari sebelum-sebelumnya." Lalu dia mengernyit. "Actually, gue belajar semua itu dari Arnando Julian juga Arima dan Jofan. Lo ingat temen SMP gue yang saling pacaran itu, kan? Mereka juga begitu. Setiap having sex selalu saling bergantian. Meski tetap, salah satu dari mereka ada yang lebih dominan," terangnya semakin ngebuat gue nggak tau harus merespons bagaimana.

Malahan, sekarang gue jadi keinget si Setya dan Vano yang juga memiliki jenis hubungan kayak kami gini. Apakah mereka juga ... ganti-gantian setiap ngeseks? Kan mereka pacarannya udah lumayan lama, ya. Tetapi, ngebayangin si Setya jadi top itu bule jelmaan pohon kelapa bikin gue ngeri sendiri. Mana si Setya lebih pendek pula dari gue.

BANGSUL. GUE MIKIRIN APAAN SIH!

"What do you think?"

Pertanyaan itu sukses menyadarkan gue. Akhirnya, mau nggak mau gue menganggukkan kepala. "Deal!" ucap gue, sedikit, masih ragu. "Walau gak yakin apakah gue sanggup bikin elo keenakan kayak yang lo lakuin ke gue. Soalnya, sejak awal pacaran segala hal yang gue pelajari cuma soal supaya bisa jadi seorang bottom yang ... gitulah. Tapi, bolehlah nanti kita coba kapan-kapan. Soalnya, gue juga penasaran gimana rasanya." Kemudian nyengir malu.

Juan mengecup mulut gue gemas. "Iya. Kalo lo udah siap, dan gue juga udah siap, let's give it a try!"

Ah, cowok ini tuh emang, ya. Dia mungkin merasa nggak perfect untuk gue. Sayangnya, dia nggak tau bahwa sisi nggak perfect darinya itulah yang ngebuat gue nggak mampu berpaling darinya.

Gue pun balas mengecup lagi. Berulang-ulang sampe suara cekikikan si Bangsat keluar. Sebagai tanda tentang betapa senangnya gue memiliki dia. Pacar bangsat gue yang ngeselin, tapi sikap manis serta pengertiannya bikin mabuk kepayang lahir batin.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top