31. PERDAMAIAN

"Oke, guys. Kita udah sampe."

Gue dan Juan saling beradu pandang setelah mendengar kata-kata dari Vano. Padahal kami jelas tau bahwa kami udah sampai di sekolah.

"Gue duluan, oke? Good luck!" ujar Dyas yang duduk di kursi depan, kemudian keluar dari mobil milik Juan ini.

Gue menghela napas, mengembuskannya perlahan sebelum membuka pintu mobil. Keluar, membetulkan posisi tas, lalu berjalan ke arah pintu satunya lagi untuk membantu Juan turun. "Pelan-pelan," desis gue sewaktu dia memegangi pinggang gue sementara kruk disandarkan lebih dulu ke mobil. "Hati-hati. Awas, itu tas lo nyangkut."

"Makanya kan gue bilang elo bawain."

Akhirnya gue mengambil tas dari bahu si Bangsat. Bikin dia lebih leluasa keluar sembari mengangkat sebelah kakinya. Dan sesuai dugaan, membuat seluruh perhatian para murid terarah pada kami berdua. Apalagi ini cowok pakai acara rangkul-rangkul segala. Norak.

"Harus ya elo ngerangkul gue gini?" Perutnya gue senggol, risih.

Bukannya dilepas, Juan Bangsat malah makin mempererat rangkulan. Bahkan sampe membawa wajahnya mendekat. "Mendingan gue rangkul, atau elo gue cium?" bisiknya rese.

Gue terkesiap. "Oke, oke. Suka-suka elo, deh." Pintu mobil gue tutup. Membiarkan Vano pergi memarkirkan mobil entah ke mana. "Jadi, elo mau ngumpul di mana, nih?"

Juan malah menghela napas malas. "Harus?"

Gue mendecak. "Yeee. Jadi elo mau bohong, nih? Padahal tadi malem gue udah nginep sesuai permintaan lo. Awas aja kalo curang. Gue jatuhin nih elo sekarang."

"Silakan, kalo elo tega."

Si Bangsat ini tau aja gue punya hati selembut bayi Hello Kitty. "Gue bawa elo ke atap sekolah aja, ya? Kayak tempat ketemuan gue kemarin sama--"

"Elo bego ada batasnya dikit, kek. Kaki gue lagi dalam kondisi begini disuruh naik ke atap."

Eh, iya. Lupa gue, Bambang. "Ya udah. Ke tempat ketemuan kita yang biasa? Tapi nanti orang-orang jadi pada tau."

Jurus bola mata berputar ngeselin banget muncul. "Kan emang semua orang juga sekarang udah tau, Bego." Kepala gue ditoyor pelan. "Udahlah. Terserah elo aja. Yang paling penting, gue nggak mau nunggu lama. Lo paham?"

Sisi kepala yang barusan didorong oleh si Bangsat gue elus-elus. "Ya udah. Oke!" Selanjutnya, kami mulai melangkah bersamaan. "Lo inget permintaan gue kemarin. Serius dikit!"

"Iya, iya. Bawel. Gue cipok itu mulut mingkem deh lo."

Seketika gue bungkam seraya meringis tertahan. Emang paling susah ngatur sisi keras si Juanda Andromax Bangsat ini. Namun, semoga aja rencana gue menciptakan perdamaian hari ini dapat berjalan lancar. Tanpa menimbulkan keributan apalagi baku hantam.

.

Yah, apalah. Harapan cuma harapan emang.

Kedua tangan dilipat angkuh di depan dada. "What? Gue pikir Feryan manggil kami kemari mau apa."

"Rupa-rupanya buat ketemu sama kamu? Ew!"

"Masih untung kamu nggak mati."

"Atau jangan-jangan, dia berniat cari mati?"

"Bagus tuh, Girls. Mumpung sekarang dia sedang dalam kondisi nggak berdaya dan lemah."

"Siapa yang mau maju duluan?"

Gue buru-buru menengahi. Berdiri di depan Juan sembari merentangkan tangan menghadang rombongan para mantan si Bangsat yang udah gue duga masih punya dendam kesumat. "Santuy dong, teman-teman. Gue ngebawa kalian ke sini supaya bisa mendamaikan kalian dan Juan," ungkap gue menjelaskan sembari tersenyum canggung.

"Damai? Hell no!"

"Siapa juga yang mau berdamai setelah semua hal yang udah dia lakuin?"

"Setuju aku!"

"Iya, tuh. Lagian aku ngerasa udah nggak perlu--"

"Will you girls be quiet for a while? Let me talk!" Bentakan dari Juan langsung berhasil mengaktifkan mode terdiam mereka. "Thanks." Dia berdeham. Meluruskan kaki yang digips terlebih dahulu sebelum menatap gadis-gadis yang pernah dipacarinya satu per satu. "Listen carefully, cause I won't repeat this," ucapnya memulai lalu meneruskan, "I'm sorry. I mean, gue minta maaf sama kalian semua."

Para mantan Juan mengangakan mulut mereka seolah-olah baru aja menemukan keajaiban dunia terlangka tepat di depan mata.

"Maaf, karena gue nggak bisa mengingat nama kalian semua. Maaf untuk segala perkataan dan sikap brengsek yang pernah gue tunjukan. Maaf, karena selama kalian menjalin hubungan sama gue, gak pernah sekali pun gue bikin kalian happy. And I'm sorry, karena sifat jelek gue sering menyakiti perasaan kalian." Dia menarik napas panjang. "Gue nggak akan heran andaikan kalian sekarang berbalik benci ke gue. Bukan tanpa alasan pula gue terus-terusan berlagak brengsek di depan kalian, cause now you girls know about how I prefer boys more than all of you. So, I'm sorry. I'm such a liar. I'm suck, jerk, and other bad things which won't be enough to mention. But, just so you know. I'm not good enough for you. Not even ones of you. Kalian sangat pantas berpacaran dengan cowok yang lebih baik dari gue di luar sana. Seperti cara kalian mengatakannya pada Feryan kemarin, gue setuju soal itu."

Mata gue sedari tadi melirik ke kanan-kiri, atas, bawah bahkan sampai nyaris tenggelam lantaran mikir keras mengenai kalimat berbahasa Inggris yang Juan ungkapkan. Sialan emang ini bule, nambah kerjaan otak lemot dan oon gue.

Tiba-tiba aja jemari gue dipegangi. Ngebuat badan gue agak terlonjak lantaran kaget. "Gue yakin, kalian akan mampu mendapatkan sosok yang pantas dan bisa menghargai kalian lebih dari apa pun di dunia. Seperti gue saat ini." Juan mengembangkan senyum manis yang asli cakepnya. "Dan gue cuma bisa mengharapkan itu untuk kalian semua sebagai bekal permintaan maaf lainnya."

Gue tertular senyuman cowok bangsat yang paling gue sayangi ini. Menambah erat pegangan gue di jemarinya, untuk lalu memandang ke arah para cewek yang kini tengah memperlihatkan reaksi yang berbeda-beda. Ada yang tampak terharu, takjub, bahkan ... menitikkan air mata.

Wow. Seluar biasa itukah efek dari pengakuan maaf seorang Juanda Andromano?

"Are you mean it?" Si tiang listrik versi cewek yang gue ketahui sekarang bernama Talia bertanya.

Juan mengangguk tanpa ragu menanggapi itu. "I am."

Gue nyengir.

"Kamu yang maksa dia minta maaf ya, Feryan?" tanya Kinanti yang hari ini pun masih aja menguncir rambut ke samping.

Ragu-ragu, gue menyuarakan jawaban, "Euh, sedikit. Gue cuma minta Juan ngebicarain masalah di antara kalian secara baik-baik biar nggak menimbulkan perseteruan panjang. Sisanya, ya dia inisiatif sendiri. Hehehe. Keren kan dia?"

Aduh, goblok dasar gue. Di saat begini malah ngerasa bangga sama Juan dan sikap berani minta maafnya.

Setelah itu, satu orang gadis yang kalo nggak salah bernama Lolita melangkah maju menghampiri Juan dan tahu-tahu memberikan pelukan.

Mata gue terang aja mendelik.

ANJRIT, WOI. ITU PACAR GUE YANG ELO PELUK, NYONYA MUDA. KEBAWA SUASANA ATAU APA NIH CEWEK?

Lolita buka suara, "Aku terima maaf kamu. Sekaligus mau minta maaf juga jika selama kita pacaran, aku ada salah ke kamu. Cause nobody's perfect, so ... sorry."

Adegan berikutnya malahan tambah parah. Sekarang para mantan saling bertumpuk dan nemplok di masing-masing sisi tubuh pacar gue seraya saling mengatakan maaf dicampur bahasa yang nggak gue pahami lainnya. Agak kesel, sih.

Agak, ya.

Karena sekalipun Juan tengah sibuk menghadapi para mantan, tetapi pegangannya di tangan gue sama sekali nggak dilepaskan. Malahan, punggung tangan gue diusap-usap olehnya. Terang aja gue makin cinta.

Juan ini memang adalah sosok paling baik yang pernah gue kenal. Kesampingkan sisi bangsatnya dulu deh, ya. Sedikitnya gue yakin, cewek-cewek ini bisa jadi merasa menyesal karena nggak bisa menjadi pemilik hati dari seorang Juanda Saga seperti gue.

Kemarin, salah satu dari mereka ada yang bilang bahwa Juan beruntung bisa memiliki gue. Sekarang justru sebaliknya, gue beruntung karena bisa memiliki Juan di hidup gue. Akan tetapi ...

"Emm, adegan Teletubbies kalian bisa nggak dibubarin sekarang?"

Kemudian, tawa riuh terdengar.

"Sorry, Feryan. Aku lupa Juan sekarang udah jadi punya kamu."

"Habis meski bangsat dia cakepnya bikin khilaf terus."

"Yee, jiwa pelakor kamu mendidih, ya?"

"Nggaklah, ya. Emangnya kamu!"

"Udah, deh. Berisik kalian semua. Mendingan nyerah aja daripada mikir yang nggak-nggak."

"Udah gak akan ada gunanya juga meski usaha."

Alhasil, tawa yang lebih ramai memenuhi suasana di antara kami semua. Bahkan gue juga sampe ikut ketawa.

Gue berharap, semoga damai semacam ini bisa seterusnya terjadi di sekeliling kami. Hingga gue diingatkan bahwa masalah yang harus diselesaikan hari ini bukan hanya sampai di sini.

Ada si Zyas kampret yang harus gue dan Juan hadapi setelah ini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top