2. Peringatan
Sejak hari itu, setiap kali gue sama si bangsat Juanda papasan bawaanya sesuatu dalam tubuh gue mendidih. Padahal isi perut gue bukan air rebusan, tapi kok kejadian di mana celana gue ketumpahan es coklat waktu itu selalu membekas di ingatan. Meski gue juga ngasih dia balasan, tetap aja rasa-rasanya kok belum cukup gitu, ya.
Nih. Gue mengirimkan sinyal tatapan penuh sengatan kebencian ke arahnya. Berhasil. Dia keliatan berjengkit, sesudah itu menoleh ke arah gue. Kedua mata gue melotot, sedangkan dia cuma mengernyit dengan sebelah alis terangkat lalu melengos bersama dua kawannya.
Apa gagal? Padahal gue yakin tatapan tadi itu bisa sedikit menghisap isi nyawa dalam tubuhnya.
Bentar. Ini lebih kayak isi kepala gue yang dihantui pemikiran makin nggak masuk akal, deh.
"Lo bisa nggak berhenti natap Juanda pake sorot mata pemerkosa?"
Nyawa gue nyaris terbang. "Apa lo bilang?" Gue mendelik ke arah Setya. "Jangan bilang lo juga masih kesel karena waktu itu jus alpukat lo gue buang tanpa permisi?"
Ya, benar. Es yang gue tumpahin ke si Juanda kapan hari itu emang milik kawan gue yang satu ini, Setya Febrianu.
Dia mendengkus. "Nggak juga. Tapi, emang tatapan mata lo mirip pemerkosa. Terkesan jahat, biadab, jelek. Nggak ada baik-baiknya."
Gue memutar bola mata.
Ya, lanjutin aja terus. Sebut semuanya. Gue punya temen sialan amat gini, sih. Hati gue pedih.
"Oke. Makasih karena lo ngucapin semua itu dengan mimik wajah menjijikkan." Menghela napas pasrah. "Nanti gue ganti deh jus alpukat lo."
"Gak usah ngada-ngada. Gue tau elo adalah salah satu makhluk paling bokek di dunia. Alasan lo marah besar ke Juanda kemarinan juga karena itu, kan?"
Seketika amarah gue berapi-api. YA. EMANG IYA! Es coklat itu dibeli dengan persediaan terakhir uang jajan yang gue punya. Namun, nasib justru nggak mengizinkan gue menikmatinya hingga tetes terakhir gara-gara senggolan kampret si Juanda Andromax bangsat curut! Arrrghhh!
Udah duit habis. Jembut menggigil. Dia nggak mau tanggung jawab pula!
(Maksud gue minta ganti rugi, tololnya dia nggak peka)
"Sial banget nasib gue."
Setya tersengih. "Lo boleh sial, tapi jangan ajak-ajak gue segala, dong."
Njir. Dia emang beneran kesel gara-gara kasus es alpukatnya juga. Nasib sial berlipat ganda.
Sebelum pergi, dia lebih dulu ngasih kata-kata super bangsul, "Saran gue, elo jangan terlalu sering merhatiin Juanda, deh. Entar lama-kelamaan elo malahan suka lagi ke dia."
Terang aja gue melongo mendengarnya.
Najis. Siapa juga yang bakalan demen ke tipe cowok bangsat gitu! Hiii. Langsung merinding sekujur badan gue ngebayanginnya.
Itu mustahil. Jelas mustahil! Kan, kan, kan?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top