10
Kakiku gemetaran. Aku menggigit bibir.
Sekonyong-konyong, kepalanya jatuh. Tetes kahijauan memuncrat ke mana-mana, menodai pakaian dan mengisi udara dengan asap hijau. Mulai terdengar pekikan. Kemudian badannya terbelah menjadi selusin potongan, kakinya juga. Makin banyak darah hijau terang yang terlontar ke udara seiring dengan berubahnya pekikan menjadi jeritan. Beberapa orang sudah menambil langkah seribu.
Tinggal aku, Dilla, dan dua orang teman laki-laki. Mereka semua ketakutan, terlihat jelas dari napas mereka yang pendek-pendek serta mata yang jelalatan ke sana-sini. Aku? Jangan tanya. Aku jelas ingin ikut kabur, tapi masih harus meyakinkan tiga orang lain di sisiku agar kabur juga. Mereka harus pergi sebelum aku.
Kami semua mulai mundur ketika tubuh ayam yang termutilasi itu berkedut. Aku hampir yakin otakku sedang behalusinasi saat melihat potongan tubuh itu berjalan ke arah kami. Bukan berjalan, mengesot. Lalu aku mendengar diriku menjerit. Lalu aku betulan merasa sendirian. Lalu kusadari bahwa Dilla dan yang lain tadi juga menjerit dan mereka telah kabur.
Aku amat ingin mendesah lega, tapi potongan tubuh ayam yang bergerak dan menggeliat itu rasanya tidak ingin mendengar desahan lega dari seorang cewek yang tengah berdiri sendirian dan ketakutan.
Andai tulang bisa berubah jadi jeli, maka beginilah rasanya. Sebuah suara berkata, "Kamu meelanggar janji." Gelombang suara tersebut seolah merayap melalui udara dan bergema di antara patikel-partikelnya, baru merambat masuk ke telingaku. Saat itulah hatiku mencelus.
Bagian-bagian tubuh ayam yang terpisah itu membesar, lalu berubah jadi lusinan ayam utuh. Mereka semua menoleh padaku, memelototiku. Mereka semua mendekat. Ini mimpi buruk sungguhan.
Aku menggigit bibir, berusaha mebisikkan kata maaf, tapi sama sekali tak terdengar.
Wil mewujud di hadapanku. Rambutnya berantakan, mukanya kusut, matanya menyala oleh api hijau yang berkobar begitu terang hingga membuatku silau.
Garis-garis terang mulai muncul di sekujur tubuh Wil, sedikit melelehkan bagian sekitarnya, berpendar terang, lalu hilang. Kemudian tubuhnya dengan cepat luruh ke tanah. Dalam bentuk potongan-potongan, pesis seperti ayam besar tadi.
Aku ingin menjerit. Aku yakin aku sudah menjerit. Tapi aku tak mendengar apa pun. Gema suara Wil memenuhi kepalaku. Aku ingin memejamkan mata, tapi tidak bisa. Yang justru terjadi adalah aku terisak dan menangis.
Sosok utuh Wil mewujud lagi di depanku, berteriak barangkali dengan suara paling keras yang dia punya hingga telingaku agak berdenging; suara paling mengerikan, menakutkan, dan menyedihkan yang pernah kudengar. Suaranya yang biasa, tapi tanpa keramahan dan keriangan. Suara yang bakal menghantuiku berminggu-minggu.
"KAMU SUDAH JANJI!"
Lalu hening.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top