1


Ayam sialan, ayam sialan!

Aku baru saja mengerem sepeda motor secara amat mendadak, bisa dibilang aku ini menantang maut demi menyelamatkan nyawa seekor ayam! Amat heroik!

Tapi aku amat tidak bangga dengan itu.

Yah, bukannya aku menyesal sudah mengerem tepat waktu. Aku cuma benci karena harus merelakan beberapa detik berhargaku saat bel masuk sekolah bakal berbunyi sekitar lima belas menit lagi. Padahal perjalanan masih jauh, belum lagi kalau macet!

Aku heran mengapa pemerintah masih melegalkan pemeliharaan ayam secara bebas padahal jelas-jelas ayam itu mengganggu ketenteraan masyarakat, terutama pengguna jalan. Ayam kan suka menyeberang sembarangan.

Aku mulai berpikir bahwa melukis zebra cross dan membuat lampu lalu lintas khusus ayam bagus juga, setidaknya supaya mereka sedikit lebih tertata. Lalu otakku lanjut membayangkan soal pengatur lalu lintas khusus ayam, serta polisi ayam, dan kemudian aku menyadari bahwa berpikir seperti itu tidak ada gunanya. Aku mulai berpikir kalau aku gila.

Aku benci ayam.

***

Jarak dari Kota Mulia ke SMA Wetan cukup jauh, kalau dilihat pagi hari, saat harus berkejaran dengan waktu supaya tidak terlambat. Namun, jarak sebenarnya cuma sekitar dua puluh menit dengan kendaraan bermotor, paling lama setengah jam jika macet atau ada perbaikan jalan.

Tidak heran kalau rumor apa pun yang berasal dari Kota Mulia juga bisa tersebar cepat ke sekolah.

Beberapa bulan lalu, ada rumor soal tertangkapnya teroris di Jalan Granit Kumala. Katanya banyak mobil polisi yang datang, rumah tertangkapnya si teroris dikelilingi pagar khas polisi, dll, dsb.

"Iya! Aku lihat sendiri muka terorisnya, kayak psikopat yang di film-film gitu! Bahkan aku sempat ngerekam loh. Nih, lihat," seorang penghuni Kota Mulia bernama Sri yang kebetulan sekelas denganku berkata sambil menunjukkan sesuatu di ponselnya.

"Katanya dia itu juga pembunuh berantai! Ada yang bilang dia pernah hampir ngebom gereja di daerah Permata, yang deket banget sama rumah-rumah penduduk itu loh. Ada juga yang bilang dia pernah nyabotase TOA-nya masjid. Terus ya," suaranya mendadak jadi sok misterius, "katanya dia pernah bunuh seorang cowok di Gunung Kapur, terus mayatnya dia sembunyiin di goa angker di atas situ."

Anak-anak yang mengerubunginya bergumam, sebagian besar agak ketakutan, sisanya agak meragu. Salah seorang yang baru saja melihat rekaman di ponsel Sri berkata, "Apaan, muka terorisnya enggak kelihatan, gitu."

"Ih, waktu itu udah hampir ketangkep kamera, tapi nggak dibolehin sama polisinya!" Tiba-tiba Sri menyikutku. "Iya kan, Lis? Waktu itu kamu juga ada di sana, kan?"

Aku cuma tersenyum kaku. Kupegang tangannya, agak terlalu erat karena dia meringis sedikit. Seraya berdiri, aku berkata, "Ehm, aku kebelet pipis, Sri," lali ngacir ke luar kelas.

Gila. Aku enggak ngerti kenapa si Sri suka banget nyebar gosip. Memang ada teroris yang tertangkap di Kota Mulia, tapi bisa kupastikan kalau apa yang bikatakan Sri soal ngebom-nyabotase-bunuh itu tadi cuma rumor yang tidak ada buktinya.

Lagipula kenapa sih dia harus menyebar segala sesuatu soal Kota Mulia? Maksudku, rumor-rumor begitu kan juga termasuk aib. Memang dia tidak malu apa, membeberkan aib-aib Kota Mulia ke seluruh dunia? Oke, ralat. Ke seluruh sekolah.

Sri juga pernah menceritakan soal maling motor dan pembegalan yang beberapa kali terjadi di sini, tapi aku berusaha membela nama baik Kota Mulia di depan orang-orang, walaupun aku tahu berita itu benar.

Omong kosong Sri soal rumor-rumor yang beredar di Kota Mulia adalah hal kedua yang kubenci setelah ayam.

Namun beberapa hari terakhir, setelah kejadian hampir-nabrak-ayam, Sri bererita soal penampakan hantu hijau di daerah Giok, aku tak bisa tidak tertarik walaupun agak ketakutan.

Masalahnya, aku pernah membunuh di dekat-dekat situ. Sudah lama sekali. Entah kenapa aku tiba-tiba teringat. Dan lagi, ada yang bilang hantunya berbentuk ayam.

***


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top