Shut Up And Drive
Harusnya ini Epilog, tapi kepanjangan. Jadi, sutra, saya kasih judul Shut Up And Drive aja. Haha. Anggep aja bonus chapter.
Dan peraturan yang sama lagi: saya sarankan baca ini lewat aplikasi, karena bakal ada musik yang akan bermain di part yg ini (biar dapet feel romantisnya, gitu). Dan pastikan sinyal wi-fi/data seluler kalian aktif dan sinyalnya kuat, karena kalau lemot, berarti kalian harus menunggu lama sampai musiknya mulai. Dan kalau sinyalnya kuat, maka kalian hanya perlu menunggu sebentar, kemudian musiknya akan bermain dengan lembut, hihi.
Yah, semoga memuaskan ya chapter yang terakhir ini.
==================
Shut Up And Drive
==================
7 tahun kemudian....
Suatu malam di bulan November yang dingin, Zac memakai baju tebal warna biru muda, kemudian menutupnya lagi dengan jaket tebal bertudung saking dinginnya udara musim dingin malam itu. Tidak lupa, dia juga memakai syal warna merah tua yang diberikan Dave untuknya sebagai hadiah ulang tahun. Setelah memakai semua benda itu, dia bercermin sekali lagi dan setelah yakin penampilannya cukup oke walau dengan pakain setebal itu, dia pun turun ke bawah.
Dave yang tampan sudah menunggunya di ruang tamu. Cowok itu memakai baju rajutan berbahan wol warna putih yang terlihat nyaman dan sangat hangat, dibalut dengan mantel hitam legam yang dikenakannya. Dave juga memakai syal yang warnanya sama dengan yang dipakai oleh Zac. Syal couple.
"Kedinginan?"
Zac tertawa kecil, kemudian memeluk Dave untuk meraih kehangatan dari tubuh pacarnya yang berotot.
Tubuh Dave yang tidak siap menerima pelukan tiba-tiba itu langsung terjatuh kembali ke atas sofa, dengan tubuh Zac menindihnya. "Awh, pelan-pelan sayang! Aku bisa patah tulang kalau kau memelukku secara tiba-tiba seperti itu."
Zac tertawa, tapi masih sambil memeluk Dave makin erat dan makin hangat. "Aku merindukanmu."
"Baru kutinggal kerja selama satu bulan, tapi kau sudah bertingkah seperti orang yang kehilangan segalanya."
"Kau memang segalanya dalam hidupku," kata Zac, di dekat telinga Dave. Posisi mereka masih bertindihan di atas sofa.
Mereka tidak melepaskan pelukan itu dan malah asik mengobrol dalam posisi yang menghangatkan seperti itu. Sampai akhirnya, sebuah suara batuk mengejutkan mereka, dan Zac buru-buru mengangkat tubuhnya dari tubuh Dave.
Mr. Hammel berdiri di pintu yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang keluarga, menatap mereka dengan tatapan mata yang seperti mengatakan: berani-beraninya kalian bermesraan di sofa ruang tamuku!
Dave yang pertama kali menyapa Mr. Hammel, karena dia tidak mau memperpanjang masalah peluk-pelukan di sofa tadi. Ini bukan kali pertamanya mereka kepergok bermesraan di depan pria itu. Pernah waktu bulan Juni dua tahun lalu mereka tertangkap basah sedang berciuman di atas rooftop rumah Zac. Dan ajaibnya, Mr. Hammel tidak marah. Pria itu hanya menggelengkan kepalanya, kemudian pergi meninggalkan mereka berdua di atas untuk kembali melanjutkan ciuman mereka. Tapi, tentu saja, mereka tidak melanjutkan ciuman itu dan malah hanya tiduran sambil berpelukan dan mengobrol.
Dari kejadian itu bisa disimpulkan bahwa Mr. Hammel tidak melarang mereka untuk melakukan hal-hal romantis seperti berpelukan dan berciuman. Namun, pria itu melarang mereka melakukannya di tempat-tempat yang tidak wajar. Akan lebih baik kalau kalian melakukannya di dalam kamar, begitu katanya sewaktu memergoki mereka berciuman di ruang keluarga kira-kira setahun yang lalu.
"Kalian mau jalan-jalan?" tanya pria berkacamata itu.
Dave yang menjawab. "Zac merindukanku. Dan aku ingin dia melampiaskan semua kerinduannya itu malam ini."
Mr. Hammel tertawa kecil, lalu mengangguk. "Zac nyaris gila karena terlalu merindukanmu. Nanti, kalau dia sudah lulus kuliah, aku akan membiarkannya tinggal di Georgia agar kalian bisa tinggal serumah dan selalu bersama-sama setiap hari."
Mata Zac membulat lebar, kemudian memeluk papanya dengan tiba-tiba, yang membuat si pria dewasa itu nyaris jatuh ke belakang. "Zac, kau kebiasaan sekali memeluk orang lain secara tiba-tiba!"
Dave tertawa melihat tingkah lucu pacarnya dengan calon ayah mertuanya.
"Kau serius, Dad? Aku boleh tinggal bersama Dave?"
Mr. Hammel mengangguk. "Yah, walaupun aku masih ingin kau tinggal di sini bersama kami, tapi tidak apa-apa. Kebahagiaanmu adalah yang terpenting."
"Oh, Dad. Aku benar-benar menyayangimu. Tapi, aku juga menyayangi Dave dan aku tidak bisa hidup kalau harus jauh-jauh darinya."
"Sudah, kalian berdua sama-sama berlebihan kalau sudah menyangkut urusan cinta!" Mr. Hammel melepaskan pelukan anaknya, kemudian berkata: "Pergi sana lovebirds! Nikmati masa muda kalian selagi ada kesempatan."
Dave dan Zac tertawa, lalu berpamitan pergi. Mr. Hammel memberi restu kepada mereka. Dan sebelum mereka masuk ke dalam mobil, Mr. Hammel berpesan: "Semoga berhasil, Dave."
Zac mengerutkan kening. "Semoga berhasil? Apa maksudnya itu?" tanya Zac kepada Dave yang sudah mulai menjalankan mobil barunya. Mobil Mustang lama Dave sudah diberikan kepada temannya yang bernama Jer sebagai kado ulang tahunnya yang kedua puluh dua. Dan sebagai gantinya, temannya yang berulang tahun itu membelikan Dave mobil baru. Mobil Jaguar warna biru abu-abu metalik.
"Kau akan segera tahu nanti." Dave sok bersikap misterius, padahal memang kenyataannya ada yang dia rahasiakan dari Zac.
Selama perjalanan, Zac penasaran setengah mampus dengan apa yang sudah direncanakan Dave di sana. Dan untuk mengalihkan pikirannya dari rasa penasaran itu, dia mulai membawa dirinya ke kenangan-kenangan manis selama tujuh tahun terakhir hubungan mereka.
Sudah tujuh tahun berlalu, tapi cinta mereka masih sama-sama kuat dan tidak tergoyahkan. Semakin hari, cinta itu tumbuh semakin besar dan semakin besar lagi. Dan selama tujuh tahun itu dipenuhi dengan banyak kejadian menyenangkan, menyedihkan dan juga menyakitkan yang mereka lalui.
Tapi, seberapa menyakitkan dan menyedihkannya masalah yang mereka lalui, mereka mampu melewatinya.
Kalau Dave melakukan kesalahan―baik yang disengaja, atau yang tidak disengaja―maka Zac yang akan membenarkan kesalahannya itu. Bersabar menghadapi sikap Dave yang terkadang mesum dan suka memaksa, juga bertekad untuk tetap berusaha mengubah kebiasaan buruk Dave yang suka mengajaknya melakukan seks di sembarang tempat.
Pernah, suatu hari ketika mereka sedang berlibur jalan-jalan ke daerah perkemahan di kota sebelah, Dave mengajak Zac untuk melakukan seks di alam bebas, yang langsung saja ditolak oleh Zac dengan alasan takut ketahuan orang lain. Tapi Dave memaksa Zac, yang membuat Zac akhirnya menuruti permintaan konyolnya itu sambil bersungut-sungut sewaktu Dave menghentak-hentakkan pénisnya ke dalam tubuhnya.
Itu gila, tapi justru itulah yang Zac sukai dari Dave. Cowok itu tidak malu-malu dan tidak pernah menjaga imej-nya kalau di depan Zac. Cowok itu selalu tampil apa adanya, tidak mempedulikan sindiran dan juga komentar-komentar pedas dari orang-orang yang tidak setuju dengan hubungan gay mereka.
Dave mencintai Zac tulus apa adanya, dan Zac pun begitu. Dia mencintai Dave dengan seluruh jiwa dan juga raganya.
Mereka sudah lulus sekolah dan sekarang mereka punya kegiatannya masing-masing: Zac kuliah dan tahun ini akan wisuda, sementara Dave sudah menyelesaikan kuliahnya dan sekarang bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan bank ternama di negara bagian Georgia.
Itu sebabnya kenapa Zac hanya bisa bertemu Dave sebulan sekali. Dan itu sebabnya pula kenapa Zac sangat bersemangat ketika papanya memperbolehkannya tinggal bersama Dave di Georgia sana―yang jaraknya berjam-jam melewati lima negara bagian untuk bisa sampai ke sana. Di Georgia, Dave tinggal di rumahnya yang dibelikan oleh orang tuanya.
Sebelum pergi ke Georgia, Dave sempat berpesan kepada Zac: "Kau harus menyelesaikan kuliahmu, karena aku ingin sekali melihat tersenyum sambil menggunakan toga di atas kepalamu. Dan setelah itu, aku akan mengajakmu ke Georgia."
Karena pesan itulah Zac bertekad kalau tahun ini dia harus lulus. Dan ditambah dengan restu dari papanya yang memperbolehkannya tinggal bersama Dave, membuatnya jadi lebih bersemangat untuk segera menyelesaikan kuliahnya.
"Sayang, kau melamun," kata Dave, membuyarkan lamunan Zac.
Zac mengerjap-ngerjapkan matanya, lalu tersenyum. "Kau mau membawaku ke mana?"
"Ke danau."
"Dan di danau itu ada apa?"
"Tidak ada apa-apa." Dave nyengir misterius.
"Apa Georgia sudah membuatku gila dan berniat mengajakku berenang di danau air es pada malam hari begini?"
Dave tergelak, bahunya bergetar-getar. "Ya. Kita akan membeku bersama-sama di danau."
Zac memutar bola mata dan memilih diam selama perjalanan. Tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai di danau.
Zac baru akan membuka pintu mobil ketika tiba-tiba Dave menghentikan gerakannya. Zac memandangi tangan Dave yang memegangi pergelangan tangannya. "Kenapa?"
"Aku ingin kau menutup matamu."
"Untuk apa? Kau bilang tidak ada apa-apa di danau."
"Memang," jawab Dave. Tapi dia buru-buru meralat, "Tidak. Ada sesuatu di danau yang ingin kuberikan padamu. Bukti cinta terakhirku."
"Cinta terakhir?" Zac mengerutkan kening.
Dave mengangguk. "Kumohon, tutup matamu dan biarkan aku menuntunmu berjalan ke danau. Aku tidak ingin kau merusak kejutannya."
"Baiklah." Zac menutup matanya, kemudian merasakan sebuah kain membalut matanya dari depan, dan diikat di belakang kepalanya.
"Harus kuikat agar kau tidak mengintip. Aku tahu kau orang yang suka melanggar perintah." Dave berbisik di belakang telinganya. Hangat napasnya membuat Zac geli.
"Oke. Ayo, kita keluar."
Dave membukakan pintu untuk Zac, lalu mendorong tubuh pacarnya itu keluar. Hawa dingin mulai terasa, membekukan telinganya yang dingin. Zac mulai berjalan, dengan Dave yang menuntunnya dari belakang.
"Bersabar, ya," pinta Dave, masih sambil mendorong tubuh pacarnya berjalan maju ke depan.
Zac hanya bisa pasrah saja, membiarkan Dave membawanya ke tempat mana pun yang dia mau. Dan samar-samar, Zac bisa mencium aroma lembut daun-daun mati yang berterbangan di sekitar mereka.
Dave berhenti, lalu menyuruh Zac untuk tetap menutup matanya sampai cowok itu memberikan perintah.
"Tahan terus seperti itu," ucap Dave. Dia bergerak menghilang dari belakang Zac dan meninggalkan Zac sendirian di tempat yang dia tidak tahu ada di bagian sebelah mananya danau.
"Dave, boleh kubuka sekarang?" tanya Zac yang menyadari tidak ada kehidupan di sekitarnya. Dave sudah menghilang selama kurang lebih tiga menit lamanya, dan belum memberikan perintah apa pun untuk membuka penutup kepala ini.
"Sabar, sebentar lagi," sama-samar suara Dave terdengar, tapi agak jauh, tapi juga cukup dekat untuk bisa didengar.
Daun-daun musim gugur yang berterbangan tersapu angin, melintas di hadapan Zac, membelai pipinya dengan lembut. Zac menghirup semua aroma daun mati itu dan merasakan tubuhnya sangat rileks dan nyaman, tentram.
"Baiklah. Kau boleh membukanya sekarang." Suara Dave kembali terdengar, kali ini terasa sangat dekat.
Pelan-pelan Zac melepaskan ikatan kain yang ada di belakang kepalanya, lalu menjatuhkan kain itu ke tanah. Dia masih menutup matanya. Dadanya berdebar-debar. Kira-kira apa yang dipersiapkan Dave di hadapannya? Dan perlahan, Zac membuka kedua matanya.
Dave di sana. Bersimpuh pada satu lututnya, di tengah-tengah lingkaran kelopak bunga mawar yang bertebaran di atas tanah, di pinggir danau yang memantulkan cahaya bulan awal musim dingin. Dan agak jauh di belakang Dave, di dekat garis pinggiran danau, berdiri semua teman-teman mereka sambil memegang sebuah papan kertas berwarna hitam. Ada Carrie, Helga, Sam, Wendy, Chloe, Jamie, Alex, Michelle, Ben, Fred, Bob, Gary dan Josh yang saling berpegangan tangan. Dan yang terakhir, ada... Shaina.
Di dermaga, ada grand piano hitam besar, lengkap dengan salah seorang teman Dave yang tidak diketahui namanya, duduk di hadapan piano itu, seolah-olah bersiap-siap memainkannya kalau waktunya sudah tiba. Dan juga, ada meja kecil di dekat dermaga itu yang di atasnya terdapat banyak makanan dan minuman yang terlihat lezat. Lalu, ada api unggun kecil di dekat pinggiran danau, yang membuat Zac bingung dengan apa yang sedang terjadi di sini.
Apa yang mereka semua lakukan di sini? Lalu kenapa Shaina datang lagi ke kota ini? Bukankah dia ada di London? Zac pernah melihat Shaina satu kali lewat foto yang ditunjukkan Dave kepadanya―hanya karena waktu itu Zac penasaran ingin melihat seperti apa wajah Shaina. Dan walaupun sudah bertahun-tahun rasanya dia melihat foto itu, tapi dia tidak pernah bisa lupa bagaimana bentuk wajah dan juga rambut pirang keemasan Shaina yang cantik.
Tapi, Shaina ada di sini bukanlah masalah yang besar. Yang jadi masalah sekarang adalah: kenapa Dave berlutut di hadapannya di tengah-tengah lingkaran kelopak bunga mawar itu?
"Dave, apa ini?" tanya Zac, tersenyum.
"Ini kejutan. Bukti cintaku yang lain." Dave mengulurkan tangannya untuk mengambil tangan Zac yang halus, kemudian mengecup punggung tangan pacarnya itu dengan lembut―posisinya masih dalam keadaan berlutut.
"Kenapa kau berlutut di hadapanku? Ayo, berdiri agar aku bisa memelukmu." Kata Zac.
Tapi Dave tidak mau berdiri. Dia malah mengambil sebuah kotak kecil berbentuk hati dari dalam kantung dalam mantelnya, kemudian menyodorkan kotak itu ke hadapan Zac, dan membukanya. Di dalam kotak itu ada cincin berwarna putih dengan batu berlian yang terlihat indah dan berkilauan tertimpa sinar cahaya bulan.
Zac kaget. Itu berlian sungguhan. Itu cincin sungguhan. Dan kalau Dave berlutut di hadapannya sambil menyodorkan cincin berlian ini, maka itu berarti―
"Zac, will you marry me?" Dave mencium tangan Zac dengan mesra, sambil menatap pacarnya itu dengan tatapan puppy eyes-nya yang menggemaskan. Saat itu, petikan lagu Marry Your Daughter mulai terdengar di kesunyian malam.
Zac tak bisa menutup-nutupi kebahagiaannya. Apalagi, ketika itu, semua teman-temannya mengangkat papan kertas yang mereka pegang, dan masing-masing kertas yang mereka pegang itu bertuliskan: W-I-L-L Y-O-U M-A-R-R-Y M-E.
Dave berdiri, mengambil papan kertasnya yang ternyata ada di bawah kakinya, kemudian mengangkat papan itu juga. Papan yang dipegang Dave bertuliskan ZAC. Jadi, kalau digabungkan, mereka semua ada di sini dengan memegang papan kertas yang bertuliskan: ZAC, WILL YOU MARRY ME?
Hati Zac berbunga-bunga. Dia bahagia. Mendapat kejutan seperti ini. Diajak menikah dengan cara seperti ini. Oh, betapa membahagiakan dan juga mengharukan.
Tanpa bisa dicegah, air mata mengalir di pipi Zac yang lembut. Dia terharu, tahu! Dia menangis karena semua teman-temannya ada di sini untuk mendukungnya, membahagiakannya.
"Aku sudah meminta restu dari ayahmu, dan dia bilang aku boleh melamarmu, asalkan kau siap dan mau menikah denganku. Aku sudah siap, Zac. Aku sudah memiliki pekerjaan yang layak, dan setiap bulan aku selalu menabung agar bisa mempunyai cukup banyak uang untuk melamarmu. Aku benar-benar berusaha ingin membuatmu bahagia dalam ikatan cinta yang sudah kita bangun selama tujuh tahun ini. Dan aku ingin membawa ikatan itu ke janji suci sehidup semati. Dalam ikatan pernikahan." Dave memohon lagi. Puppy eyes-nya muncul lagi. "Jadi, maukah kau menikah denganku dan mengarungi hidup bersamaku dalam keadaan senang maupun susah?"
Zac benar-benar menangis bahagia sekarang. Air matanya meluncur bebas dari mata, turun ke pipinya, kemudian jatuh ke bawah dagunya. Kebahagiaan ini sempurna. Dilamar di hadapan sahabat-sahabat terbaiknya, di pinggir danau yang tenang, di bawah langit malam yang bertaburan bintang. Bukannya malu, justru Zac malah merasa sangat bangga karena Dave benar-benar tidak peduli pada orang lain. Dia hanya peduli pada kebahagiaan Zac, calon suaminya.
Musik Marry Your Daughter masih mengalun lembut di kesunyian malam, menambah kebahagiaan Zac jadi berlipat-lipat ganda. Malam penuh cinta dan penuh air mata haru yang membahagiakan hatinya.
Dave kembali berlutut di hadapannya, menengadahkan tangannya, meminta tangan Zac, berharap tangan Zac akan menjabat tangannya. "Kalau kau benar-benar mau menikah denganku, ulurkan tanganmu, dan biarkan aku memasangkan cincin ini sebagai bukti bahwa kau adalah tunanganku―dan tidak ada siapa pun di dunia ini yang boleh merebutmu dariku."
Zac mengangguk. Dia sudah tidak ragu lagi. Memang ini yang dia inginkan. Mengikat cintanya dan juga cinta Dave di atas janji suci pernikahan. Jadi, dia mengulurkan tangannya ke hadapan Dave, sementara Dave menciumi jari-jari tangannya satu per satu, kemudian memasukkan cincin itu di jari manisnya yang halus.
Cincin itu terpasang dengan sempurna. Tidak kebesaran, tidak juga kekecilan, seolah-olah Dave memang sudah mengukurnya. Dave menggenggam tangan Zac, kemudian mencium punggung tangan calon suaminya itu dengan lembut, penuh cinta.
Zac gemetar. Bukan karena sakit, tapi karena kebahagiaan ini terlalu menyesakkan dadanya, membuatnya ingin meledak saking bahagianya. Pipinya sudah sangat merah karena terlalu malu dan juga karena terlalu bahagia.
Dave berdiri, kemudian membawanya ke dalam pelukannya yang terasa hangat dan menenangkan. Zac balas memeluknya, menumpahkan semua air mata kebahagiaannya di dada cowok itu. Dia akan menikah. Dia akan hidup selamanya bersama Dave.
"Aku mencintaimu, Zac. Sungguh-sungguh mencintaimu." Dave memeluk tubuh pacarnya dengan kuat, seolah-olah takut kehilangannya.
Zac mengangguk, sambil menangis. "Aku juga mencintaimu, Dave. Lebih dari apa pun."
Saat itu tepuk tangan teman-temannya terdengar memenuhi udara. Zac melepaskan pelukan Dave dan memandangi teman-temannya yang bergerak mendekatinya. Carrie tak pernah berhenti tersenyum, sambil menggandeng tangan Ben. Sam, Helga, Wendy dan Chloe juga tersenyum lembut ke arahnya. Alex, Michelle dan Jamie juga tersenyum senang. Fred dan Bob, berangkulan ketika berjalan mendekati Zac. Gary dan Josh tidak pernah melepaskan pegangan tangan mereka. Dan Shaina... cewek itu masih bertepuk tangan sambil tersenyum penuh ketulusan.
Orang-orang ini, pikir Zac. Mereka yang sudah membantu kami hingga akhirnya bisa bersama. Dan sekarang mereka juga yang membantu kami menyatukan cinta kami melalui pertunangan.
"Guys, terima kasih," ucap Zac, masih sambil menangis terharu biru. Dia memeluk teman-temannya satu per satu. Mulai dari Carrie, sampai ke Josh. Shaina juga tidak luput dari pelukannya.
"Kami semua di sini untuk membantumu. Dave serius ingin menikahimu, jadi kami membantunya." Carrie menjelaskan.
"Hey, jangan cengeng begitu, Zac! Seharusnya kau bahagia!" Gary memarahinya dengan bercanda. Tangan Gary masih menggenggam erat tangan Josh, tidak mau melepaskan tangan cowok berambut merah itu untuk barang sedetik pun. Dia tidak mau kehilangan Josh.
"Aku nangis karena terharu, tahu!" pekik Zac, lalu menghapus air matanya yang mengalir di pipinya. Teman-temannya tertawa melihat tingkahnya yang seperti anak kecil itu.
Saat itu, dua mobil datang dan mendarat di sisi terjauh bagian danau. Mereka menolehkan kepala ke sana dan mendapati Mr. & Mrs. Price, juga Mr. & Mrs. Hammel keluar dari dalam mobil itu. Kedua orang tua Dave, juga kedua orang tua Zac datang mendekati mereka. Saat itu, musik telah berhenti.
"Dad!" ucap Zac, kemudian lari menghampiri ayahnya dan menerjang pria itu dalam pelukannya. "Kenapa kau tidak bilang padaku kalau Dave berniat melamarku malam ini!"
"Kalau aku bilang, itu tidak akan jadi kejutan, kan?" kata papanya, lalu melingkarkan tangannya di belakang punggung Zac. Memeluk anaknya.
"Thanks, Dad," gumam Zac. Lalu dia bergerak juga untuk memeluk mamanya. Satu pelukan untuk dua orang tuanya sekaligus. "Thanks juga untukmu, Mom. Terima kasih karena kalian sudah menerimaku apa adanya dan tidak mengeluh meskipun aku gay."
Orang tuanya balas memeluknya sambil mengatakan kalau mereka mencintainya juga.
Lalu Zac bergerak ke orang tua Dave. Dia tidak tahu apakah harus memeluk mereka, atau hanya berjabatan tangan saja? Tapi, sebelum dia memutuskan untuk melakukan apa, ibu Dave sudah langsung memeluknya terlebih dulu. Pelukan wanita itu terasa hangat dan juga aman.
"Kami sudah merestuimu, Zac," ucap ibu Dave di dekat telinganya. "Dave sudah dewasa, jadi dia tahu dan bebas memilih siapa yang ingin dia pilih menjadi pasangan hidupnya. Kami tidak keberatan kalau dia harus menikahimu, karena kami tahu kau adalah anak yang baik."
"Dan imut," Mr. Price menambahkan, tapi sambil tertawa. Lalu, pria itu juga memeluk calon menantunya. "Kuharap kalian bahagia. Semoga kebiasaan buruk Dave yang suka memakan kotoran hidungnya bisa cepat berakhir."
"Dad!" Dave, yang tahu-tahu sudah berada di dekat Zac, marah kepada ayahnya. "Jangan membuka aibku di depan calon suamiku."
Kedua orang tua itu tertawa, bersamaan dengan orang tua Zac yang juga tertawa bersama mereka. Lalu, keempat orang itu pergi menghampiri teman-teman Dave dan Zac yang lain, untuk mengucapkan terima kasih kepada mereka.
Zac jadi berduaan dengan Dave. Dan saat itu, Shaina datang menghampiri mereka berdua. Dave menyapanya, bersalaman singkat, lalu memperkenalkan Zac kepada perempuan cantik itu.
"Aku senang akhirnya kalian bisa bertahan sampai menikah." Kata Shaina, lembut. Perempuan ini terlihat sangat baik hati dan tampak lembut. Dan Zac merasa sangat bersalah karena dulu sempat membencinya.
"Terima kasih, Shaina," ucap Zac, juga tersenyum. "Aku sungguh-sungguh berterima kasih karena kalian sudah mau membantu Dave mewujudkan semua ini."
Shaina terkikik kecil, lalu memeluk Zac.
Zac kaget, tapi tidak menolak pelukan itu. Pelukan Shaina dipenuhi dengan kesan persahabatan dan juga restu yang sangat besar.
"Aku berharap kalian bahagia."
"Pasti. Kami pasti akan bahagia." Dave dan Zac mengatakan ini secara bersamaan. Yang membuat mereka kaget, lalu tertawa bersama-sama.
Selepas tertawa, Shaina pamit pergi untuk menikmati minuman dingin yang dibagi-bagikan oleh Carrie di dekat dermaga, meninggalkan Dave dan Zac berduaan.
Dave menarik tubuh Zac ke dalam pelukannya. Mendekap tubuh imut pacarnya dengan penuh kelembutan. Lalu dia menyapukan tangannya ke garis tahang Zac yang halus, sambil mengecup mesra kening pacarnya.
"Aku masih marah. Kenapa kau tidak bilang kalau mau melamarku malam ini?"
Dave tertawa kecil, masih mengelus rahang Zac. "Kau sendiri yang bilang: just shut up... and drive. Iya, kan? Jadi, aku menutup mulutku, dan membiarkanmu merasakan sendiri bukti nyata dari cintaku. Aku tidak mau hanya mengumbar janji palsu dan kata-kata yang tidak ada buktinya."
Zac memukul-mukul dada Dave dengan manja. "Jangan sok romantis!"
"Tapi kau menyukai sikap sok romantisku, kan?" Dave nyengir.
Zac hanya bisa tersenyum, lalu menjatuhkan kepalanya di dada Dave. Sambil menperhatikan teman-temannya, dan juga orang tua mereka yang lagi asik minum dan makan makanan kecil yang dibakar di atas bara api unggun, Zac berkata. "Kita beruntung punya orang-orang hebat yang mendukung hubungan kita."
"Ya, kita tidak sendirian." Dave juga menatap ke arah teman-temannya.
"Lucu tidak kalau kita berciuman di hadapan mereka?" tanya Zac, tertawa kecil.
"Entahlah. Mari kita coba. Kalau mereka tertawa, itu berarti lucu. Tapi kalau tidak, berarti kita harus membiarkan bibir kita menyatu sampai kehabisan napas."
Zac mengangkat kepalanya dari dada Dave, kemudian memandang cowok itu dengan mata birunya yang tenang. "Aku mencintaimu, Dave. Dan aku tidak akan pernah bosan untuk mengatakannya setiap hari."
"Aku juga. Bahkan sampai seratus tahun ke depan pun aku masih tidak akan pernah bosan untuk mengatakannya."
Zac tersenyum. Dave memang gombal. Tapi itu gombalan dengan bukti yang nyata, bukan hanya sekadar kata-kata.
"Oke, mari kita berciuman untuk membuktikan apakah lucu kalau berciuman disaksikan oleh sahabat dan orang tuamu."
Zac tertawa sebentar, sebelum kemudian bibirnya disumpal oleh mulut Dave yang menciumnya dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Mereka hanyut dalam ciuman mereka, sampai-sampai lupa pada tujuan dari ciuman itu sendiri. Dan tanpa mereka sadari, teman-teman dan juga orang tua mereka yang menyaksikan ciuman itu, mendesah lega sambil bertepuk tangan untuk keberanian cinta mereka.
***
Zac menemukan kebahagiaannya yang terasa sangat abadi malam itu. Dia tidak pernah merasakan kebahagiaan yang sebegitu besarnya sampai-sampai semua rasa sakit yang pernah Dave goreskan di dalam hatinya, hilang tak berbekas. Semua ungkapan cinta Dave, bukti nyata dari ungkapannya itu, juga tindakannya yang selalu bisa membuat Zac terharu, sudah mampu menebus rasa sakit yang pernah Zac rasakan.
Sekarang ini, enam bulan setelah wisuda dari kuliahnya, Zac sudah menikah dengan Dave dan sekarang tinggal di rumah Dave di negara bagian Georgia. Rumah mereka minimalis, tapi bergaya elegan dengan tiga kamar tidur dan tiga kamar mandi. Mereka berencana untuk mengadopsi dua anak, itu sebabnya kenapa mereka sudah mempersiapkan dua kamar tidur untuk anak-anak adopsi mereka nanti.
Zac sudah tidak ingin meminta apa pun lagi pada Dave, karena Dave sudah memberikan nyaris segalanya yang dia inginkan.
Zac ingin kebahagiaan: Dave sudah memberikannya.
Zac ingin kepastian: Dave sudah membuktikannya.
Zac ingin hidup bersama Dave untuk selamanya: Dave sudah menikahinya, dan tidak pernah berniat untuk meninggalkannya.
Dave sudah memberikan segalanya kepada Zac, dan Zac berterima kasih karena hal itu.
Dave juga sudah tidak bodoh seperti dulu lagi. Cowok itu sekarang sudah bisa peka dengan perasaan Zac. Kalau Zac cemberut atau tidak mau bicara, itu berarti lagi ada masalah berat yang tidak ingin dia bagi bersamanya, dan dia harus bersabar menunggu pacar imutnya itu untuk menceritakan masalahnya. Atau kalau Zac sedang bahagia, cowok imut itu lebih suka makan es krim dan lebih sering menciumnya, juga mengajaknya melakukan seks sepuasnya. Dan kalau Zac sedang bad mood karena Dave pulang kerja terlalu larut, maka Dave harus membujuk rayu suaminya itu sambil mencium-ciuminya sampai suaminya yang imut itu mau memaafkannya.
Zac masih manja walaupun umurnya sudah 23 tahun. Tapi Dave justru semakin cinta dengan sifat manja suaminya itu.
Terkadang, ada saat-saat di mana mereka bertengkar kecil yang membuat Zac marah dan tidak mau tidur bersama Dave, sehingga Dave harus menyeret bantal juga selimutnya untuk tidur di atas sofa ruang tamu rumah mereka. Namun, pada pagi harinya, mereka akan kembali berbaikan dan memasak bersama di dapur sambil mendengarkan lagu-lagu romantis dari radio. Itu kebahagiaan yang mereka bangun setelah mereka menikah.
Dan pada suatu ketika, lama berselang setelah mereka menikah dan hidup bahagia seperti sepasang suami-istri pada umumnya, seorang penulis asal Indonesia bernama Dino―yang secara tidak langsung bertemu dengan mereka di situs jejaring Facebook―meminta mereka untuk menceritakan seputar kehidupan kisah cinta mereka untuk dia jadikan bahan ceritanya.
Melalui chat di Facebook, Dave dan Zac tidak ragu menceritakan semuanya. Mulai dari awal perkenalan mereka di bengkel Jamie, sampai ke kecelakaan Dave yang membuat Zac khawatir setengah mati, juga saat-saat mereka berada di Festival Panen... semuanya mereka ceritakan kepada Dino.
Dan mereka tidak melewatkan bagian ketika Dave menyakiti Zac demi Shaina, atau ketika Fred yang ingin mencium Zac di Taman Bermain, tapi berhasil digagalkan oleh Dave yang cemburu, juga peran penting teman-teman mereka di balik semua sandiwara palsu yang diam-diam mereka rencanakan. Mereka menceritakan itu semua kepada Dino―karena entah bagaimana, mereka yakin Dino pasti bisa membuat cerita bagus dari kisah cinta mereka.
Dan pada akhirnya, setelah Dino selesai menulis kisah cinta mereka, orang Indonesia yang baik hati dan fasih berbahasa Inggris itu bertanya melalui chat Facebook:
"Aku sudah menyelesaikan cerita yang kubuat berdasarkan kisah cinta kalian. Tapi aku masih belum bisa menemukan judul yang bagus untuk yang satu ini―yah, aku memang penulis payah yang tidak bisa menentukan judul untuk ceritaku sendiri. Jadi, kalau kalian ada saran atau usulan, boleh kuminta judul apa yang bagus untuk cerita kalian ini?" Dino menulis pertanyaan itu menggunakan bahasa Inggris.
Dave menunjukkan pesan dari Dino kepada Zac, dan Zac―yang saat itu lagi menggendong anak lelaki adopsinya yang baru berumur satu setengah tahun―membaca pesan itu sambil berpikir. Lalu, saat sebuah kata muncul di dalam benaknya, dia mengetik-ngetik tuts papan keyboard di layar tertulis: Shut Up And Drive.
"Shut Up And Drive? Kenapa kau memberinya judul seperti itu?" tanya Dave keheranan.
Zac tertawa kecil, lalu mengecup pipi Dave dengan lembut. "Karena itu judul yang bagus. Maknanya: kalau kau mencintai seseorang, kau tidak boleh cuma mengatakannya, tapi juga harus membuktikannya. Seperti yang kau lakukan padaku."
"Oke. Kalau begitu biar kukirim." Dave menekan enter, dan pesan itu pun terkirim ke Dino.
Dua bulan setelah judul itu mereka kirim kepada Dino, si yang menulis cerita mereka itu mengirim pesan lagi melalui chat Facebook:
"Guys, kisah cinta kalian benar-benar luar biasa. Ada banyak orang yang membaca cerita itu di blog pribadiku. Kalau kalian punya waktu luang, aku akan mengirimkan naskah cerita itu dan akan kukirim dalam teks bahasa Inggris."
Mereka menunggu Dino mengirim cerita tentang kisah cinta mereka itu sambil mengerjakan tugas mereka masing-masing: Dave bekerja, sementara Zac mengurus anak lelakinya yang bernama Zavid―gabungan antara namanya dan nama Dave.
Zavid masih lucu dan imut-imut, dan bayi itu tumbuh dengan sehat dan bahagia karena kasih sayang yang diberikan oleh Dave dan juga Zac kepadanya. Mereka mencintai anak itu seperti mencintai anak sendiri. Dan memang itu adalah anak mereka.
Lalu cerita itu pun datang melalui chat Facebook mereka dalam bentuk file .PDF dengan judul Shut Up And Drive.
Dave dan Zac membaca cerita itu sambil tertawa-tawa, karena cerita itu mengingatkan mereka pada zaman sekolah, ketika mereka masih polos dan bodoh karena cinta. Lalu, setelah selesai membaca cerita itu, Dave berbicara kepada Zac:
"Kuharap siapa pun yang membaca kisah cinta kita ini dapat mempelajari bahwa cinta itu bukan tentang seberapa banyak kau mengatakannya, tapi seberapa besar usahamu untuk membuktikannya. Seperti yang aku lakukan kepadamu."
"Yeah," Zac tersenyum, lalu mencium kening Dave. "Semoga mereka yang membaca ini bisa belajar banyak hal dari kisah cinta kita." []
TAMAT
********************
Author's Note
(Ucapan Terima kasih dan kata-kata perpisahan singkat dari saya):
******
Wahaha, kelar dah ini cerita.
Pertama, saya mau ucapin terima kasih buat pacar saya, Riko, yang selalu jadi pembaca pertama cerita saya. Cowok hebat yang dengannya saya bisa bahagia dan tahu gimana caranya buat cerita dengan sentuhan dan ide-ide romantis, haha. Kamu inspirasiku, cintaku, segalanya dalam hidupku, Ko :* (cium cium manja). Wkwk.
Dan yang paling khusus dan paling spesial adalah ucapan jutaan terima kasih buat semua readers yang udah setia baca tulisan-tulisan saya yang masih ancur-ancuran begini, wkwk. Saya nggak nyangka masih ada banyak yang setia sama Zac dan Dave, ngikutin kisah cinta mereka sampe menikah dan punya anak―yah, walaupun anak adopsi sih, hehe. Makasih buat kalian yang udah vote dari awal part sampe akhir, atau yang cuma ngevote bagian yang kalian suka, atau nggak ngevote sama sekali. Saya oke-oke aja, itu hak kalian mau vote atau nggak. Yang jelas makasih banyak udah mampir cerita ini yang masih banyak cacatnya.
Cerita ini berakhir bukan berarti komunikasi kita berakhir, kan? Buat kalian yang mau chit-chat sama saya, yang mau curhat, yang mau nanya-nanya, yang mau kepoin saya sama Riko (kayak ada yang mau aja), yang mau kenal sama saya, silahkan add Facebook atau LINE saya. ID LINE dan nama profile FB saya ada di bio, ya hehe. Jangan takut kalau mau ngajak saya chat, chat aja. Saya ini ramah, kok, walaupun sebenernya saya mesum dan suka menye-menye, hehehe.
Jadi, faktanya: cerita ini saya buat untuk menebus kesalahan saya di cerita Kamu & Aku yang endingnya nggak sesuai sama harapan kita semua. Untuk itu, saya buat ending Dave dan Zac jadi indah dan menikah. Yah, walaupun si labil Dino saya masukin ke dalam cerita ini sebagai penulis kisah cinta Dave dan Zac, tapi itu nggak apa-apa lah ya? Hahaha.
Masih pada penasaran kan sama hubungan Gary dan Josh? Haha. Yang masih kepengin baca cerita tentang mereka, sabar ya, saya publish nanti sekitar awal bulan Desember atau awal tahun 2016. Saya mau fokusin ke My Evil Prince dulu, lalu HIATUS, lalu nulis lagi. Haha (sok penting banget yah saya, kayak ada yang nyariin aja).
Sudah, cerita ini sudah berakhir. Dan semoga kalian dapet hikmah dari cerita ini, ya. Kalau kalian mencintai seseorang, jangan labil, jangan PHP, jangan bodoh cuma karena ada yang lebih cantik, eh yang lebih baik malah ditinggalin, huhu. Jangan cuma bisanya ngegombal aja, tapi kalian juga harus membuktikannya. Karena cinta yang hanya dikatakan tapi nggak dibuktikan, itu sama aja bohooong. Jadi, bijaklah dalam jatuh cinta dan jangan sampai kalian menjadi orang bodoh yang nggak peka seperti Dave.
Saya sayang kalian semua, guys. Makasih udah ngikutin cerita ini sampai akhir dan makasih karena kalian semua (dan juga pacar saya) adalah penyemangat saya dalam menulis cerita. Terima kasih sekali lagi karena sudah mau baca cerita-cerita saya. Semoga kedepannya saya bisa nulis lebih baik lagi.
Sampai jumpa di cerita yang lain.
Salam,
Ipulrs
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top