Racing
Semoga part yg ini gak busuk2 banget :D
Gambar di media itu namanya Alexander Ludwig. Dia berperan sebagai Gary dalam cerita ini.
Dia cakep dan seksi kan? Tapi sayang, mukanya menyeramkan.
========
Racing
========
Dave mengetuk pintu rumah keluarga Hammel tiga kali dan menunggu dalam keheningan. Beberapa detik kemudian pintu terbuka ke dalam dan seorang wanita paruh baya yang memakai kacamata memandangi Dave dari balik kacamatanya dengan heran.
Wanita ini pasti ibunya Zac, pikir Dave. “Selamat malam, Mrs. Hammel,” sapa Dave akhirnya dengan yakin.
“Selamat malam. Ingin mencari siapa?” Tanya Mrs. Hammel, masih kebingungan.
“Zac.” Jawab Dave. “Apakah dia ada?”
“Oh. Kau pasti Dave kan?” Mrs. Hammel langsung tersenyum begitu mengenali Dave, orang yang dibicarakan anaknya sejak sore tadi.
Dave mengangguk dan balas tersenyum. “Ya. Aku datang untuk menjemput Zac.”
Mrs. Hammel membukakan pintu lebih lebar. “Masuklah. Aku akan memanggilnya.”
“Tidak, terima kasih. Aku tunggu di sini saja.” Dave tersenyum dengan manis, berharap Mrs. Hammel tidak tersinggung karena dia sudah menolak tawarannya.
“Baiklah. Sebentar ya Dave.” Mrs. Hammel kemudian masuk ke dalam dan memanggil-manggil Zac dari bawah.
Zac yang sedang sibuk dengan penampilannya yang harus keren malam ini karena akan pergi dengan Dave, tersentak kaget mendengar suara mamanya yang memanggil dari bawah. Dia segera menyisir rambutnya, bercermin sekali lagi dan kemudian membuka pintu.
Mamanya berada di bawah tangga. “Ada temanmu menyusul.”
“Dave?” Tanya Zac.
Mamanya mengangguk. Zac bergegas melangkah menuju ke ruang tamu. Tapi ketika dia melewati mamanya, wanita itu berkata, “Zac, jangan melakukan tindakan bodoh, oke? Kita baru pindah di sini.”
Zac membuang napas. Dia benci kalau harus membicarakan ini lagi. Kekhawatiran mamanya terlalu berlebihan. “Aku akan baik-baik saja, Mom. Dave orang yang baik. Dan jika kau lupa, aku ini laki-laki. Aku takkan pernah membiarkan siapa pun menggangguku.”
Mamanya tersenyum dan memeluknya erat. “Baiklah. Aku hanya sedikit ketakutan karena ini pertama kalinya kau berteman. Semoga kau tidak mengacaukannya.”
“Tidak akan. Kalau begitu, aku pergi dulu Mom. Jangan tunggu aku. Aku akan menginap.”
“Oke. Tapi kau harus pulang pagi-pagi sekali. Mengerti?”
“Got it.” Jawab Zac dan mengecup pipi mamanya. Lalu dia berjalan ke depan pintu.
Dave sedang berdiri di teras rumahnya dan kedua tangannya dimasukkan ke dalam kantong celana jeansnya yang sangat pas sekali di kakinya yang berotot. Posisi Dave saat ini sedang membelakangi Zac―menghadap ke jalanan tempat mobilnya diparkir di sana.
“Dave.” Panggil Zac hingga membuat Dave berbalik melihat ke arahnya.
Dave tersenyum melihat Zac yang muncul. “Zac.” Kemudian, mata Dave memindai penampilan Zac dari atas kepala hingga ke bawah kaki. “Kau keren sekali malam ini.”
Zac merasakan mulai memanas. Dan dia yakin, sebentar lagi pipinya pasti akan memerah. Tidak, pipinya sudah memerah sekarang. “Erm, terima kasih.”
Dave tersenyum sekali lagi dan menepuk-nepuk pipi Zac dengan gemas. “Lihat. Pipimu mulai memerah lagi. Kau ini kenapa sih Zac?”
Zac menyingkirkan tangan Dave yang menepuk-nepuk pipinya karena tindakan yang dilakukannya itu malah akan membuat pipinya makin merah. “Tidak apa-apa. Aku hanya kedinginan.”
“Kedinginan? Kenapa kau tidak memakai jaket atau mantel?”
Zac menatap Dave dengan kesal. “Sudahlah, Dave! Berhenti bicara dan kita pergi saja sebelum pipiku jadi makin memerah!”
Dave mengerutkan kening karena Zac tiba-tiba kesal. “Oke.” Akhirnya dia mengalah dan jalan duluan ke mobil. Zac mengekor di belakangnya.
Seperti biasa, Dave membukakan pintu penumpang sebelah kanan untuk Zac dan kemudian memutar lalu masuk ke kursi kemudi. Dia menghidupkan mesin mobil, masukkan gigi dan kemudian menginjak gas keras-keras.
Mobil merayap di jalanan yang ramai malam ini. Zac tidak tahu Dave akan membawanya ke mana, jadi dia diam saja. Biasanya Zac akan merasa sangat ketakutan kalau jalan berdua bersama dengan orang yang belum terlalu dikenalnya. Tapi bersama Dave, dia tak pernah merasa takut. Dia justru merasa sangat aman.
Perasaan Zac kepada Dave juga jadi semakin kuat. Terlebih lagi setelah dia yakin kalau Dave tidak seburuk yang dikatakan Carrie dan teman-temannya. Dave punya kharismanya sendiri yang bisa membuat Zac merasa malu dan salah tingkah tiap kali dia berada dekat dengan cowok itu.
Zac melirik Dave yang saat ini terlihat sangat keren dengan jaket kulit warna hitam yang dikenakannya. Jaket kulit itu malah membuat mata hijau zamrudnya terlihat sangat terang. Dave macho, tentu saja. Dia juga keren, berotot dan tampan. Sempurna. Dave memenuhi semua kriteria cowok idaman Zac. Berotot. Keren. Bermata hijau. Dan baik hati.
Mengapa Zac bilang Dave baik hati? Itu karena seharian ini Dave sudah memperlakukannya dengan sangat baik dan sopan. Dave tidak mengganggunya. Cowok itu malah menawarkannya pulang bersama dan mengajaknya menonton pertandingan balapnya. Sepertinya Carrie dan teman-temannya terlalu berlebihan dengan apa yang mereka katakan. Nyatanya, Dave tidak sebrengsek dan sebejat yang mereka katakan.
“Zac, apa kau baik-baik saja?” Tanya Dave dan melihat ke arah Zac yang sedari tadi diam saja.
Zac mengangguk. “Ya. Kenapa?”
“Tidak apa-apa.” Kata Dave. “Kenapa kau diam saja?”
“Karena kau tidak mengajakku bicara.”
“Kenapa tidak kau duluan saja yang memulai pembicaraan?”
“Karena aku tidak tahu apa yang harus dibicarakan.”
“Kenapa kau tidak bertanya tentang diriku?”
“Tentangmu?” Tanya Zac heran. Kemudian dia geleng-geleng kepala. “Tidak. Aku tak mau mengganggu privasimu.”
“Kalau begitu, aku yang akan bertanya tentangmu.” Kata Dave dan memutar setir ke kiri. “Apa makanan kesukaanmu?”
“Kenapa kau ingin tahu tentang aku? Kita bahkan baru bertemu hari ini.” Zac merasa terlalu cepat untuk memberitahu semua tentang dirinya kepada orang yang baru dikenalnya. Walaupun Dave sudah menunjukkan sifat yang baik dan sopan kepadanya, bukan berarti Zac akan mudah terbuka padanya. Tidak. Dia masih belum bisa mempercayai Dave sepenuhnya.
“Oh ayolah, Zac. Aku sudah menganggapmu sebagai temanku. Masa aku tak boleh tahu sedikit pun tahu tentang dirimu?”
“Kita baru bertemu hari ini Dave. Apa kita bisa langsung berteman begitu saja, sementara aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentangmu?” Tanya Zac.
“Maka dari itu, ceritakan tentang dirimu dan aku juga akan menceritakan tentang diriku.” Jawab Dave dan memandangi Zac.
Zac mendesah dan menyandarkan punggungnya ke kursi.
“Dengar, Zac. Aku memang bukan orang yang mudah bergaul. Tapi aku cukup peka untuk menyadari siapa saja yang cocok untuk menjadi temanku dan siapa yang tidak. Dan kau cocok. Aku cocok berteman denganmu.”
“Oh yah? Kenapa begitu? Apa karena aku menunjukkan kesan yang baik di awal perkenalan kita hingga membuatmu yakin kalau aku orang yang cocok untuk dijadikan teman?”
“Tidak. Karena kau punya sifat yang sangat lucu dan menggemaskan.” Kata Dave dan tersenyum ke arah Zac.
Entah kenapa, kata-kata Dave barusan membuat Zac tersinggung. “Kau menghinaku.”
“Tidak.” Dave menggeleng. “Aku serius. Kau lucu dan menyenangkan, Zac. Aku tak pernah bertemu dengan cowok seperti kau sebelumnya.”
“Tadi sore kau mengatai pipiku seperti pantat bayi, dan sekarang kau menghinaku! Kau benar-benar seorang teman, Dave!” Kata Zac dengan sinis dan melipat kedua tangannya di depan dada. Sialan sekali kalau Dave menganggapnya lucu dan menggemaskan. Dia pikir Zac badut karnaval apa?
“Zac, dengarkanku dulu!” Dave menyetir agak lebih pelan kali ini sambil matanya sesekali melihat ke arah Zac dan ke jalanan yang masih cukup ramai. “Kau lucu karena bisa membuatku senang hanya dengan melihat pipimu yang memerah itu. Aku tidak menghinamu. Kau keren dan tampan, tentu saja. Tapi kau juga lucu karena pipimu itu membuat semua orang bahagia dan tertawa.”
“Oh yang benar saja!” Zac masih marah dan kesal pada Dave. Kali ini dia bicara tanpa menatap Dave sama sekali.
“Zac, maafkan aku karena telah salah bicara. Tapi maksud dari semua perkataanku adalah: kau anak yang menyenangkan dan hanya dengan melihat senyuman dan pipimu yang merah itu saja sudah berhasil membuatku bahagia. Itulah sebabnya kenapa aku mau berteman denganmu.”
Tiba-tiba saja Zac merasakan suatu debaran aneh yang sangat menyenangkan di dalam hatinya. Apa yang barusan dikatakan Dave? Hanya dengan melihat senyuman dan pipi Zac yang merah sudah berhasil membuatnya bahagia? Oh, sebegitu hebatnyakah senyuman Zac sampai-sampai bisa membuat seorang Dave bahagia? Apakah―apa Dave baru saja menggodanya? Atau memujinya?
“Lihat.” Dave tersenyum bahagia sambil menunjuk pipi Zac yang mulai memerah. “Kau malu-malu lagi. Dan sikapmu yang seperti itu sangat cute dan menggemaskan, Zac. Aku tidak sia-sia sudah menjemputmu malam ini. Senyumanmu dan juga pipimu yang merona itu membangkitkan kembali semangat balapanku.”
Apa yang dirasakan Zac saat ini adalah kebahagiaan dan rasa bangga yang sulit sekali ditutup-tutupi. Dia tersenyum sangat lebar dan memegangi pipinya yang mulai terasa panas seperti biasanya. Dave baru saja bilang kalau dia cute. Dan dia juga mengatakan kalau senyuman Zac kembali membangkitkan semangatnya.
“Zac, katakan sesuatu! Jangan diam saja! Kau tidak marah padaku kan?”
“Tidak.” Jawab Zac, masih dengan pipi yang merona. “Aku hanya tidak tahu kalau pengaruhku sangat besar terhadap semangatmu malam ini.”
“Cih, kau besar kepala sekali!” Kata Dave dan tertawa keras-keras. “Kebetulan saja kau punya senyuman yang sangat manis dan pipi yang menggemaskan. Kalau tidak, semangatku malah akan turun karena melihat wajahmu yang buruk rupa seperti Gollum.”
Zac menampar bahu Dave dengan keras, membuat Dave meringis sambil tertawa karena puas menggodai Zac. Dan anehnya, Dave suka sekali menggoda Zac. Karena setiap kali dia menggodanya, pipi Zac akan memerah dan itu akan membuatnya jadi kelihatan lebih cute dan menggemaskan. Dave tak pernah merasakan perasaan yang seperti ini sebelumnya. Dia tak pernah menyukai senyuman dan pipi merah seorang laki-laki.
“Setelah aku selesai balapan, pulangnya nanti gantian kau yang menyetir ya,” kata Dave ketika mereka mulai memasuki area jalanan yang sudah mulai sepi.
Zac menggeleng. “Tidak.”
“Kenapa?”
“Aku tak bisa menyetir.”
Ckiiiiiiitt! Suara ban mobil yang beradu dengan aspal ketika Dave menginjak pedal rem keras-keras, membuat Zac terlonjak dan nyaris menabrak dasbor. “APA?! Kau tak bisa menyetir?” Dave sangat terkejut dan itu sebabnya dia menginjak rem terlalu keras.
Zac mengangguk. “Ya. Begitulah.”
“Are you kidding me?” Dave masih memandangi Zac dengan tak percaya. “Ayolah, Zac! Aku sedang serius! Jangan membuatku terlihat bodoh karena sudah menginjak rem terlalu keras hanya karena mendengar lelucon konyol seperti ini.”
“Aku tidak bercanda Dave. Aku benar-benar tak bisa menyetir.”
“Tapi kau tahu cara menghidupkan mesin mobil kan?”
“Tentu saja. Siapa pun bisa melakukannya.” Kata Zac.
“Lalu kenapa kau tak bisa menyetir?” Dave menginjak pedal gas dan mobil pun kembali jalan. “Apa kau tak pernah belajar?”
“Erm... pernah.” Jawab Zac ragu-ragu. “Tapi aku tak berhasil.”
“Gagal dalam tes. Itu sudah biasa, Zac. Kau bisa mencobanya lagi.” Dave menghidupkan lampu sen ketika mereka berbelok ke sebuah gang.
“Aku takkan pernah mau mencobanya lagi.”
“Kenapa?” Tanya Dave dan menatap Zac dengan dahi berkerut. “Apa kau takut gagal lagi?”
“Tidak. Aku hanya... erm....”
“A-erm... A-erm... Kau dari tadi bicara seperti orang gagap, Zac. Kau ini kenapa sih? Sepertinya susah sekali untuk menceritakan masalahmu kepadaku! Apa kau masih ragu untuk menganggapku sebagai temanmu?”
Zac sudah tak ragu sama sekali. Dia hanya tidak mau semakin ditertawakan dan dianggap lemah oleh Dave hanya karena dia pernah trauma. “Tidak. Bukan begitu. Hanya saja, aku tak suka membicarakan ini kepada orang lain.”
“Jadi aku ini orang lain ya?” Tanya Dave. “Kau masih belum menganggapku sebagai temanmu?”
“Bukan begitu, Dave!” Zac mulai gusar karena Dave tak pernah mengerti maksud dari apa yang dikatakannya.
Anehnya Dave malah terkekeh geli dan mencubit pipi Zac dengan gemas. “Aku mengerti. Mungkin sekarang kau belum siap untuk cerita. Tapi cepat atau lambat aku pasti akan memaksamu untuk menceritakan semuanya.”
“Oh yeah,” kata Zac dan memutar bola matanya dengan bosan.
“Kita sudah sampai.” Mobil mereka keluar dari gang dan masuk ke jalanan yang ramai dipenuhi oleh anak-anak muda yang duduk, berdiri, minum, merokok dan berciuman di pinggir jalan. “Selamat datang di klub anak jalanan.” Dave tertawa keras-keras ketika mobil mereka melewati jalanan itu.
Zac melihat keluar melalui jendela mobil dan tercengang melihat ada tempat seperti ini di kota ini. Anak-anak muda, perempuan dan pria, semua berkumpul dalam satu komunitas pecinta balapan liar. Jalanan itu sendiri terlihat sangat rapi, sepi―hanya ada beberapa bangunan saja yang berdiri di sepanjang jalanan itu, selebihnya adalah tanah kosong yang ditumbuhi rumput liar. Tidak ada satu pun mobil yang melintas di jalan itu dan trotoarnya dipenuhi dengan muda-mudi.
“Aku akan menurunkanmu di sana.” Dave menunjuk ke kerumunan orang yang ada di ujung jalan. Samar-samar Zac bisa melihat Josh berada di kerumunan itu. “Itu semua teman-temanku. Kau bisa bergabung bersama mereka. Josh juga ada di sana.”
“Kau sendiri akan ke mana?” Tanya Zac penasaran.
“Aku akan menyiapkan diriku di garis Start. Kalau pertandingan sudah akan dimulai, kau dan teman-temanku bisa melihatku bertanding melawan beberapa pembalap lainnya dari sana.” Dave membawa mobilnya pelan-pelan mendekati kerumunan teman-temannya.
Sebelum mereka sampai di sana, Zac berkata, “Dave, kenapa kau hobi sekali balapan liar?”
Belum sempat pertanyaan Zac terjawab, Josh sudah terlebih dulu membukakan pintu sebelah kanan dan menarik Zac keluar dari mobil.
“Zac! Akhirnya kau datang juga!” Josh memberikan tos pada Zac yang dibalas dengan kaku oleh Zac. “Jangan kaku begitu, man! Bersenang-senanglah! Hey Dave, sebaiknya kau langsung pergi ke garis Start karena mereka sudah menunggumu di sana.”
Dave yang berdiri di samping mobil Mustang warna hitamnya, berjalan mendekati Zac dan Josh. “Mana Alex? Dia harus menemaniku.”
“Dia sudah berada di sana. Kau terlambat kali ini.”
Dave memandang ke arah garis Start di ujung jalan yang satunya yang terasa sangat jauh dari tempat mereka berdiri sekarang. Lalu dia kembali memandang ke arah Josh. “Sebaiknya aku pergi saja. Kau jaga Zac baik-baik. Dia belum mengenal tempat ini.”
Josh mengangguk dan merangkul Zac dengan erat. “Tenang saja, Big Bro! Zac aman bersamaku.”
“Well, well, well,” Tiba-tiba seseorang berkata di belakang mereka. “Dave dan seorang anak kutu buku lainnya.”
Zac balik badan dan mendapati Gary berdiri di belakangnya.
“Diam, Gary! Dia bukan kutu buku!” Kata Dave dengan geram.
Gary tersenyum licik pada Dave dan memandang Zac dengan tajam. “Jadi kau berada di pihak Dave, huh? Sayang sekali, Zac. Kupikir tadinya aku akan merekrutmu sebagai pendukungku dan melihatku memenangkan pertandingan malam ini. Tapi sepertinya Dave sudah lebih dulu mendapatkanmu. Dan kau akan melihatnya kalah dariku.”
Pendukungnya? Kalah darinya? Apa maksud perkataannya?, pikir Zac.
“Dia tak mau jadi pendukungmu, Gary! Menurutnya kau menyebalkan dan manusia yang tidak punya otak!” Josh berkata dengan sinis dan tajam kepada Gary. Terlihat dengan sangat jelas betapa benci dan jijiknya Josh pada cowok pirang bermata hijau ini.
Gary tidak terpancing dengan kata-kata Josh. Dia masih bertahan dengan sikap angkuhnya yang menyebalkan sekaligus juga mengerikan. “Well, aku juga tidak terlalu berharap dia akan jadi pendukungku.” Kemudian Gary tersenyum licik lagi kepada Dave. “Sampai jumpa di garis Start, Dave. Pastikan kali ini kau menang.” Setelah mengatakan ini, Gary balik badan sambil tersenyum licik dan pergi menjauhi mereka.
“Aku benci dia.” Kata Josh dan memelototi punggung Gary dengan galak.
“Semua orang membencinya. Aku tak percaya malam ini akan melawannya.” Dave menatap Gary yang sudah berdiri di dekat mobil Corvette warna silver miliknya.
“Bung, kau terdengar seperti orang yang putus asa!” Josh meninju dada Dave pelan. “Jangan membuatnya mengacaukan pikiranmu! Dia tidak ada apa-apanya dibandingkan kau!”
Dave tersenyum pada Josh. “Terima kasih, Josh. Itu membuatku kembali semangat.” Kemudian Dave teringat sesuatu. “Jika malam ini aku tidak menang karena terjadi sesuatu padaku, maka kau yang bertanggungjawab mengantarkan Zac pulang.”
“Tenang saja, Dave. Zac aman bersamaku.” Josh merangkul Zac lagi dan merapatkannya ke tubuhnya.
“Apa maksudmu dengan terjadi sesuatu?” Zac menatap Dave khawatir.
“Apa saja bisa terjadi malam ini, Zac. Menjadi seorang pembalap liar beresiko mengalami kecelakaan. Kau pasti tahu itu kan?”
Zac bergidik ngeri mendengarnya. Jadi yang dikatakan Carrie dan teman-temannya itu benar tentang Dave yang sering mengalami kecelakaan karena hobinya yang suka balapan liar seperti ini. Semoga saja malam ini Dave tidak kenapa-kenapa.
“Sudahlah, menangkan saja pertandingannya dan pulanglah dengan selamat.” Kata Josh dan mendorong tubuh Dave agar masuk ke dalam mobilnya.
Dave mengangguk singkat kepada Zac, kemudian masuk ke dalam mobilnya. Zac dan Josh memperhatikan mobil Dave yang perlahan-lahan berbalik dan berjalan menuju ke garis start di ujung sana.
“Ayo, Zac. Aku akan membawamu ke teman-temanku.” Josh melingkarkan tangannya di bahu Zac dan membawanya ke kerumunan yang tadi dilihatnya.
“Zaaaaaccc!!!” Seseorang dari kerumunan itu berteriak histeris begitu Zac mendekat. Dan ternyata itu Sam, yang selalu heboh dan berlebihan. Sam mendekati Zac dengan kegirangan. “Oh my Gosh, aku tak pernah menyangka kalau kau akan datang!” Kata Sam lagi dan memeluk Zac dengan erat.
“Well, aku―”
“Zac!”
Belum sempat Zac bicara setelah Sam melepaskan pelukannya, orang lain sudah menyentuh bahunya dan membuat Zac membalikkan badan dan melihat Carrie yang tengah dirangkul oleh seorang pria tinggi dan tampan.
“Aku benar-benar tak percaya kau bisa datang ke tempat ini!” Carrie tersenyum takjub memandangnya.
Zac tersenyum dan mengangguk dengan senang. “Ya. Dave sendiri yang mengundangku datang ke sini.”
“Oh!” Sam mulai kesal. “Jadi akhirnya kau melanggar peringatan kami!”
Zac tidak memperdulikan Sam dan menatap Carrie. “Jadi kenapa kalian juga ada di sini? Kupikir kalian tidak mengenal Dave.”
“Aku memang tak mengenalnya.” Kata Carrie dan mengambil sebuah kaleng minuman beralkohol rendah dari tangan salah seorang temannya. “Dave teman sekelas Ben. Dan Ben ini pacarku. Jadi aku diajaknya datang malam ini.” Carrie melepaskan diri dari rangkulan Ben, pacarnya, dan memberikan kaleng minuman itu kepada Zac. “Samantha datang karena kakaknya, Michelle, adalah pacarnya Alex―kakaknya Josh.”
Zac mengangguk mendengar jawaban mereka. “Aku senang akhirnya ada orang yang kukenal di sini selain Josh dan Jamie. Aku bisa mati karena bosan jika tak bertemu dengan kalian saat ini.”
Carrie dan Sam tertawa, lalu kedua wanita itu berdiri di sisi kanan dan kiri Zac. “Jadi Dave yang mengajakmu ke sini?” Tanya Carrie.
“Ya. Aku juga masih tak percaya dia mengajakku.”
“Yeah, tapi kau pasti sangat bahagia karena dia sudah mengajakmu!” Kata Sam dengan sinis. Dia mulai kesal karena Zac semakin tertarik pada pesona Dave yang luar biasa.
“Jangan cemburu padanya Sam!” Carrie memperingati temannya. “Bukan salah Zac kalau Dave mengajaknya ke sini. Seharusnya kita senang karena mendapatkan satu lagi tambahan cowok keren di tempat ini! Wooohoooo!” Carrie mengangkat kaleng minumannya tinggi-tinggi, membuat Zac ikut melakukan hal yang sama.
“Apa Gary ikut bertanding?” Tanya Zac setelah mereka selesai ber-wooohooo.
“Ya. Dia yang akan melawan pacarmu malam ini.” Kata Sam dan mengambil kaleng dari tangan Carrie, lalu meminumnya. “Dan sayangnya, Gary tak pernah kalah melawan Dave.”
“Benarkah?” Zac kaget.
Carrie mengangguk, menegaskan perkataan Sam. “Gary selalu curang dan punya banyak cara untuk bisa mengalahkan Dave. Dan kita tidak tahu jenis kecurangan macam apa lagi yang akan digunakan makhluk biadab itu malam ini.”
“Semoga Dave baik-baik saja malam ini.” Gumam Zac dengan khawatir.
Tepat saat itu, Josh mendatangi mereka. “Hei Zac, kenapa kau gabung dengan para wanita?” Josh memandangi Carrie dan Sam dengan geli. “Kau harus ikut aku dan Jamie ke bagian lain yang lebih sepi untuk melihat Dave.”
“Kau tidak mengajak kami?” Tanya Sam.
“Tidak. Kalian para wanita hanya akan menyulitkan kami.”
“Hey!” Sam dan Carrie menyahut secara bersamaan.
Josh tertawa. “Kalau kalian bisa tahan berada dekat dengan suara knalpot yang berisik, maka kalian boleh ikut. Tapi kalau kalian tidak tahan, lebih baik diam di sini saja dan jangan mengikuti kami karena aku benci dengan perempuan yang suka mengeluh karena mendengar suara knalpot yang berisik.”
“Kami tidak seperti itu!” Kata Sam.
Josh mengabaikan Sam dan menarik tangan Zac bersamanya. Sam mengikuti di belakang mereka, sementara Carrie lebih memilih tinggal di situ bersama dengan pacarnya dan beberapa pria dan wanita lainnya.
Setelah bertemu dengan Jamie, mereka berempat langsung bergegas pindah ke bagian trotoar jalan yang lebih dekat dengan jalanan yang akan menjadi jalur balapan Dave dan Gary.
Selagi menunggu balapan dimulai, Josh menjelaskan kepada Zac peraturan pertandingan balapan ini.
Balapan akan dilakukan dalam satu jalur sepanjang satu kilometer dari garis Start sampai ke garis Finish. Dan siapa pun yang pertama kali mencapai garis Finish tanpa cedera, dialah pemenangnya. Sesimple itulah peraturannya.
Kecurangan dilarang dalam balapan ini. Kecuali kau punya taktik sendiri untuk membuat lawanmu bingung atau kalah, maka itu diperbolehkan. Pemenang akan mendapatkan uang hasil dari uang pendaftaran para peserta. Dan setiap peserta yang mendaftar harus membayar senilai 500 dollar. Dan ada 8 pembalap yang mengikuti pertandingan. Itu berarti, kalau Dave menang, dia akan membawa uang 4000 dollar. Hadiah yang cukup menggiurkan untuk pertandingan yang mempunyai resiko mengerikan.
“Kapan pertandingannya dimulai?” Tanya Zac kepada Jamie yang saat itu berada di dekatnya. Josh dan Sam sedang berbicara dengan teman mereka di belakang.
“Setelah bunyi trompet.” Saat Jamie mengatakan ini, suara trompet mulai terdengar. “Nah, itu dia suara trompetnya. Kita berdoa saja semoga Dave menang malam ini.”
Zac mengangguk dan memandang jauh ke arah garis Start, tempat dia bisa melihat dengan samar lampu-lampu depan mobil para pembalap mulai dihidupkan dan terdengar dengan sangat pelan suara mesin yang dihidupkan. Saat ini Zac berada di jarak 800 meter dari garis Start, jadi dia kesulitan melihat apa yang terjadi di sana.
Teriakan-teriakan para supporter mulai heboh ketika suara mesin dan knalpot racing mobil-mobil itu yang berisik, seakan-akan meraung tak sabar ingin segera melesat dan mencapai garis Finish.
Mobil Dave ada di antara mereka. Zac berharap Dave baik-baik saja malam ini. Zac berharap Dave menang.
Lalu, ketika trompet lain mulai terdengar, mesin-mesin mobil itu terdengar mulai berjalan dan melesat di kegelapan malam. Lampu-lampu mobil yang tadinya terlihat samar, sekarang mulai kelihatan dengan jelas oleh mata Zac. Perlahan-lahan mobil-mobil itu mendekati tempatnya berada sekarang. Dan teriakan para supporter makin menggila ketika mobil melaju di jalanan.
Josh dan Sam berteriak dengan sangat keras meneriaki nama Dave. Kemudian Zac juga ikutan berteriak. “Daaaaveee!!!” Mobil-mobil mulai terlihat dan Zac berharap dengan cemas semoga mobil Dave yang berada di urutan pertama.
Ketika mobil-mobil itu melesat dengan cepat di hadapannya, Zac bisa melihat dengan jelas bahwa mobil Dave-lah yang berada di urutan pertama. Mengetahui hal itu membuat Zac dan beberapa supporter Dave lainnya berteriak dengan sangat keras dan lantang.
“Daaaveee!!” Teriakan demi teriakan bersahutan ketika mobil Dave mulai mendekati garis Finish di ujung sebelah sana. Zac tak bisa melihat garis Finish karena jaraknya yang cukup jauh dari tempatnya.
Tapi, yang terjadi selanjutnya sangat mengerikan. Teriakan-teriakan supporter Dave tiba-tiba melemah dan berubah jadi jeritan histeris ketika mereka melihat mobil Dave yang diserempet oleh mobil lain hingga berputar-putar dan kemudian berhenti di tengah-tengah jalan dalam posisi tegak lurus.
BRAKKK!!! Suara tabrakan antara mobil Dave dan mobil pembalap lain membuat Zac menganga kaget dan nyaris kehilangan detak jantungnya. Zac bisa melihat dengan jelas mobil Dave yang terpental jauh ke bahu jalan. Tabrakan itu membuat mobil Dave ringsek di bagian belakang dan sampingnya. Kaca-kaca mobilnya pecah. Zac berharap kaca-kaca itu tidak melukai Dave.
Sementara para supporter lain masih kaget dan bingung dengan apa yang terjadi, Zac sudah melesat dengan sangat cepat, berlari menghampiri mobil Dave yang rusak berat. Air mata mulai mengalir di pipinya. Zac tidak ingin Dave terluka. Zac tak ingin melihat Dave terluka. Tapi dia harus menolong Dave. Dia harus ada di sana untuk menyelamatkan Dave. Jadi dia berlari dengan sangat kencang. Yang ada di pikirannya saat ini hanya Dave, Dave dan Dave!
Dia sampai di mobil Dave lebih cepat dari yang dia kira. Zac langsung melihat ke dalam mobil dan nyaris menjatuhkan bola matanya karena membelalak terlalu lebar saking kagetnya melihat keadaan Dave yang sangat mengenaskan. Dave terkulai lemah, tergantung pada sabuk pengamannya dan kepalanya yang berlumuran darah terkena pecahan kaca jatuh ke atas dasbor. Darah segar yang berwarna merah kental keluar dari mulut, hidung dan juga telinga Dave. Tangan Dave dipenuhi dengan pecahan kaca yang menusuk kulitnya, membuat darah mengalir deras dari setiap lukanya.
Dave benar-benar dalam keadaan yang sangat mengerikan. Dan itu membuat Zac menangis dan kemudian menjerit. “Daaaaveee!!!”
Seseorang menarik Zac menjauh dari mobil Dave dan Zac meronta-ronta dalam pegangan tangan orang itu karena dia tidak ingin meninggalkan Dave. Dia ingin bersama Dave. Dia ingin menyelamatkan Dave!
Orang-orang mulai mengerumuni mobil Dave. Seseorang menarik paksa pintu mobilnya dan memotong sabuk pengaman yang membelit tubuh kaku Dave dengan pisau lipat.
“Call 911!” Teriak salah seorang.
“Call ambulance!” Teriak orang yang lain.
Zac tidak tahu itu suara-suara siapa karena dia tak bisa merasakan apa pun lagi saat ini. Dia hanya bisa melihat Dave yang sekarang berada di dalam pelukan Jamie. Dave terlihat berdarah-darah, lemah, kaku dan tak bergerak. Dave seperti mati. Tidak, jangan sampai Dave mati. Dave tidak boleh mati!
“Zac! Tenangkan dirimu!” Sam berteriak di dekat telinganya, menepuk-nepuk pipinya.
Tapi Zac tak bisa tenang. Bagaimana dia bisa tenang sementara Dave di ujung sana sedang berada dalam kondisi antara hidup dan mati?
Josh, yang menarik Zac menjauh dari Dave, mencengkeram tubuh Zac yang berontak dengan kuat. “Kau tak bisa menolongnya, Zac. Biar tim medis dan Jamie saja yang mengurus Dave.”
Zac merasakan kepalanya sakit karena terlalu banyak menangis dan ketakutan akan keselamatan Dave. Tiba-tiba saja semuanya berputar. “Dave. Dave. Dave.” Sambil menyebut nama Dave tiga kali, perlahan-lahan dunia di sekeliling Zac mulai menggelap.
***
Tinggalkan vote dan kesan kalian pada chapter yg ini? :D
*
Bandar Lampung, Jumat 26 Juni 2015
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top