Introducing

============
Introducing
============

Josh mengendarai mobilnya ke daerah padat penduduk. Selama di perjalanan Josh diam dan matanya terfokus pada jalanan. Zac juga diam, tak berniat bicara saat ini karena pikirannya dipenuhi oleh Dave.

Dia akan bertemu dengan Dave dan uh, Zac akan berkenalan dengan Dave. Dia tak pernah merasa seantusias ini sebelumnya. Zac mensyukuri keputusannya untuk pulang menumpang dengan Josh dan akan mengucapkan banyak ribuan terimakasih untuk mamanya yang tak jadi menjemput hari ini.

Dua puluh menit kemudian mereka sampai ke sebuah bengkel mobil besar yang dipenuhi dengan rangka-rangka mobil-mobil tanpa roda, mobil rusak berat dan beberapa mobil bagus yang diparkir di depan bengkel. Josh memarkirkan mobilnya di parkiran dan kemudian mereka turun.

Josh langsung berjalan menuju ke salah seorang cowok tinggi berkulit hitam yang memakai kaus warna putih kotor terkena noda oli. "Mana yang lain, Jamie?"

Oh, jadi ini yang namanya Jamie―si penyayang nerd.

"Sedang dalam perjalanan." Kata Jamie dan menghentikan aksi memperbaiki mobilnya. "Kau selalu datang tepat waktu, Josh. Aku bangga padamu."

"Jangan mengatakan hal itu di depan Alex karena dia akan cemburu padaku," kata Josh dan tersenyum. Lalu Josh menarik tangan Zac yang berdiri di belakangnya. "Jamie, perkenalkan ini Zac, anak baru di sekolah kita."

Jamie menyipitkan matanya ketika memandangi Zac dan tersenyum. Kemudian dia mengulurkan tangannya ke depan Zac. "Hai, Zac. Namaku Jamie."

Zac balas tersenyum dan menjabat tangan Jamie. "Senang bertemu denganmu, Jamie."

"Jadi kau anak baru? Apa ada anak lain yang mengganggumu hari ini?"

"Tidak." Jawab Zac cepat. Dia tidak berbohong karena hari ini memang tak ada yang menggangunya secara fisik. Kecuali ejekan Gary tadi pagi. "Hanya ada beberapa orang yang masih belum bisa menyukaiku."

"Dan Josh tidak termasuk orang-orang yang belum menyukaimu, kan?" Tanya Jamie dan menatap ke arah Josh. "Karena aku belum pernah melihat Josh cepat akrab dengan orang asing."

"Zac beda dari anak baru yang lain. Dia tidak―"

Josh tidak jadi melanjutkan kata-katanya karena sebuah mobil Mustang warna hitam yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa dengan knalpot racing yang sangat berisik, masuk ke parkiran bengkel. Mereka bertiga langsung menoleh ke parkiran. Dan Zac nyaris memekik girang begitu melihat Dave keluar dari mobil itu.

Wow. Dave kelihatan lebih seksi ketika berdiri. Tubuhnya tinggi tegap dan bahunya lebar. Otot dadanya yang bidang kelihatan menonjol dari balik tanktop warna hitam yang dikenakanannya. Otot-otot lengannya yang telajnang terekspos dengan jelas hingga membuat Zac tak bisa mengedipkan mata. Dan perutnya sangat rata. Belum lagi wajahnya yang tampan dan mata hijau zamrudnya yang mampu menyedot pandangan Zac ke arahnya. Zac tidak percaya kalau itu Dave yang tadi pagi dilihatnya.

Dave sangat mempesona ketika dia berjalan dari mobilnya mendekati Zac, Josh dan Jamie. Dave tersenyum melihat Jamie dan Josh―senyuman paling indah dan paling menawan yang pernah dilihat Zac seumur hidupnya. Kemudian Dave melihat Zac dan matanya menyipit.

"Oh ya Dave, ini Zac." kata Josh memperkenalkannya.

Dave masih menyipit ke arah Zac yang pipinya memerah. "Apa dia kepanasan?"

Zac yang menyadari kalau Dave pasti melihat pipinya yang memerah, langsung berusaha menenangkan dirinya. Jantungnya berdetak ribuan kali lebih cepat dari biasanya hanya karena berada dekat dengan Dave. Dan ini tidak bagus sama sekali karena semakin dia berusaha untuk tenang, maka jantungnya akan semakin berdetak lebih cepat lagi dan lagi.

"Zac, kau baik-baik saja, kan?" Tanya Josh dengan nada khawatir.

Zac hanya bisa mengangguk dan lagi-lagi dia merasakan pipinya memanas ketika punggung tangan Dave menyentuh dahinya. "Badannya tidak panas. Tapi kenapa pipinya memerah begitu?"

"Zac, bicaralah!" Perintah Josh. "Kau tidak akan terkena serangan jantung hanya karena mendengar suara knalpot Dave yang berisik, kan?"

Zac menggeleng dan dengan sekali tarikan napas, dia memaksa dirinya untuk bicara. "Aku baik-baik saja, Josh."

"Kenapa pipimu memerah?" Tanya Dave lagi. Kali ini mukanya sengaja dia dekatkan ke muka Zac. "Apa kau punya kulit yang sensitif terhadap sengatan matahari?"

Apa katanya? Sensitif karena sengatan matahari? Bukan, Dave! Aku sensitif terhadap sentuhan dan senyumanmu yang menawan!

"Ya, begitulah. Aku punya kulit yang berbeda dari kulit kalian." Zac akhirnya berbohong.

Dave mengangguk-anggukan kepalanya. Bahkan gerakan sesimple itu pun berhasil membuat Zac makin merona. Dave memang sangat menggoda mata dan pikirannya. Apalagi ketika Dave mengangkat tangan untuk berjabatan dengannya, Zac bisa melihat dengan jelas lekuk otot lengannya yang berisi. Dan genggaman tangan Dave terasa sangat kuat dan mantap. Urgh, Dave benar-benar pria macho yang sangat seksi.

"Jadi, di mana kakakmu? Kenapa dia belum datang juga?" Dave mengalihkan pandangannya ke Josh.

Josh mengangkat bahunya. "Kenapa tidak kau tanyakan langsung padanya? Aku sudah berkali-kali mengiriminya sms, tapi tak ada satu pun yang dibalasnya."

Dave mengeluarkan handphonenya dan memencet-mencet layarnya. Dia menaruh handphonenya di telinga. Hening sejenak, kecuali suara dengung alat bengkel yang terdengar ketika Dave menunggu orang yang ditelfonnya mengangkat.

"Alex!" Kata Dave pada lawan bicaranya di telfon. "Di mana kau? Kami sudah menunggumu di tempat Jamie. Apa? Duh, kau ini benar-benar pria sialan! Terserah kau saja, Alex. Dan kali aku takkan pernah memaafkanmu!" Dan Dave langsung mematikan telfon dengan geram.

"Kenapa? Apa dia bersama Michelle lagi?" Tanya Jamie.

Dave mengangguk dan memasukkan handphone ke dalam sakunya. "Ya. Wanita itu benar-benar merebut Alex dariku!" Josh dan Jamie tertawa mendengar perkataan Dave. Kemudian Dave melihat ke arah Zac. "Zac, kenapa kau diam saja?"

Zac, yang dari tadi berdiri di tengah-tengah mereka seperti patung Liberty, langsung mengerjap-ngerjapkan matanya dan menatap lurus ke mata Dave. "Tidak. Aku memang tipe orang yang lebih banyak diam." Zac bersyukur karena dia bisa bicara dengan lancar di hadapan cowok taksirannya ini.

"Kau seperti patung saja." Kata Dave. "Jamie, kau tidak sopan sekali. Ada teman-temanmu datang, tapi kau tidak membuatkan kami minuman dingin?"

Jamie memutar bola matanya. "Kau biasanya juga mengambil minumanmu sendiri Dave."

"Ya. Tapi, kalau kau lupa, hari ini kita kedatangan tamu. Dan di mana sopan santunmu karena tidak memperlakukan tamumu dengan baik?"

Yang dimaksud tamu oleh Dave pastilah Zac. Dan Zac senang sekali dengan sikap ramah dan sopan santun Dave yang diberikan padanya. Dia bahkan mengingatkan Jamie untuk membuatkannya minum. Uh.

"Josh, bawa temanmu masuk ke dalam dan setelah itu kau bantu Dave cek mesin mobilnya. Aku akan menyiapkan minuman." Kata Jamie dan berjalan masuk ke dalam bengkel.

"Ayo, Zac. Kau pasti haus, kan?"

Zac tidak tahu kenapa dia merasa diperlakukan seperti anak kecil oleh mereka. Apakah mereka mengira dirinya lemah? Apakah mereka berpikir dirinya terlalu kecil? Zac memang tidak setinggi mereka bertiga, tapi dia juga tidak pendek. Zac bisa dibilang cukup tinggi dengan 170 cm. Ya walaupun dia masih kalah tinggi dari Dave, tapi tetap saja dia tak suka diperlakukan seperti anak kecil di sini.

"Jangan memperlakukannya seperti anak kecil, Josh." Zac tertegun mendengar suara Dave yang seperti bisa membaca pikirannya. "Kau tak perlu mengantarnya ke dalam. Beritahu saja di mana dia harus duduk, dan kau harus mulai membantuku sekarang juga!"

Josh mendelik sebal ke arah Dave. Lalu dia menyentuh punggung Zac. "Kau duduklah di sana." Josh menunjuk ke sofa di bagian dalam bengkel yang tidak dipenuhi dengan onderdil-onderdil mobil. "Buat dirimu senyaman mungkin dan tunggu sampai aku selesai membantu Dave."

Zac mengangguk. Dia sebenarnya tak ingin jauh-jauh dari Dave, tapi dia juga tak bisa membantah Josh. Zac juga ingin sekali membantu Dave mengurus mobilnya, tapi sayangnya dia tidak tahu menahu tentang urusan mesin mobil. Jangankan membicarakan mesin mobil, mengendarainya saja dia tak bisa.

Zac punya trauma yang luar biasa dengan menyetir. Dia pernah nyaris tewas ketika mobilnya ditabrak truk pengangkut barang yang melintas saat dia sedang belajar menyetir bersama papanya. Akibat kejadian itu, Zac tak pernah lagi mau belajar menyetir meski dengan paksaan sekalipun.

Zac duduk di sofa yang ada di situ dan memandangi Dave dan Josh yang sedang mengutak-atik mesin mobil Dave. Lagi-lagi semuanya menghilang dan yang bisa dirasakan Zaac saat ini hanyalah dirinya dan juga Dave yang sangat seksi itu sedang berkutat dengan mobilnya.

Zac seperti tersihir dengan pesona Dave yang luar biasa. Dia bahkan nyaris pingsan ketika Dave mengangkat penutup kap mesin mobil sehingga membuat bagian bawah tanktop yang dikenakannya ikut naik ke atas dan menampilkan otot-otot perutnya yang rata. Uh, itu otot perut paling seksi yang pernah dilihat Zac seumur hidupnya. Zac harus menarik dan menghembuskan napas berkali-kali untuk membuatnya tetap sadar.

Cobaan selanjutnya yang datang adalah ketika Dave berjongkok di dekat ban mobilnya hingga membuat bagian belakang celananya turun sedikit dan mempertontonkan belahan pantat atasnya yang putih dan menggiurkan. Oh shit! Zac sudah tidak bisa menahannya lagi. Dia benar-benar bergairah sekarang!

"Zac, kau baik-baik saja?" Suara Jamie yang muncul tiba-tiba menyelamatkan Zac dari pikirannya yang berbahaya.

"Ya. Erm, hanya sedikit kepanasan." Jawab Zac tanpa pikir panjang.

"Bagaimana munggkin kau kepanasan? Saat ini kau berada di dalam bengkelku dan aku sudah mengatur suhunya agar tidak terlalu panas. Lagipula, matahari sudah tak sepanas siang tadi." Kata Jamie dan menaruh nampan berisi empat gelas minuman dingin. "Tapi kalau kau memang kepanasan, lebih baik kau minum dulu. Siapa tahu bisa mengurangi merah di pipimu itu."

Zac mengangguk dan mengambil salah satu gelas lalu meminumnya. Sambil minum, Zac melirik ke arah Dave yang sekarang sedang tiduran di bawah mobilnya sambil mengutak-atik sesuatu di bawah sana.

Zac benci sekali dengan pipinya yang selalu merona tiap kali memikirkan, melihat dan berdekatan dengan Dave. Cowok tampan itu seperti magnet yang menarik dunianya menjauh dan menyisakan hanya dirinya dan Dave saja. Dan jantungnya juga tak bisa diajak kompromi tiap kali cowok itu berada dekat dengannya.

Zac masih bisa merasakan keningnya yang agak memanas karena sentuhan punggung tangan Dave tadi. Oh, dia sangat menyukai sentuhan itu. Dan dia ingin sekali Dave menyentuhnya. Dia ingin disentuh oleh Dave. Biarpun sentuhan Dave selalu menimbulkan efek panas pada kulitnya, dia tak peduli. Karena ini rasa panas yang sangat menyenangkan.

"Aku sebenarnya masih ingin ngobrol banyak denganmu, Zac. Tapi masih ada mobil yang harus kuperbaiki. Kau tidak keberatan kalau kutinggal sendirian kan?"

Zac menggeleng. "Tidak apa-apa. Kau perbaiki saja mobilnya, Jamie." Zac tersenyum simpul. "Sebenarnya aku ingin sekali membantumu atau Dave memperbaiki mobil. Tapi sayangnya aku tak bisa. Aku tidak pernah berkutat dengan mesin sebelumnya."

"Tidak apa-apa." Kata Jamie dan menepuk-nepuk bahu Zac. "Aku bisa menyelesaikan mobil itu sendirian." Lalu Jamie berdiri. "Kau buat dirimu senyaman mungkin. Anggap saja seperti rumah sendiri."

Zac mengangguk dan Jamie pun pergi ke mobil yang akan diperbaikinya.

Zac sendirian lagi sambil mengamati Dave dan Josh yang sekarang sedang menyemprotkan cat pada gambar modifikasi mobil Dave yang mulai pudar. Mereka terlihat sangat akrab dalam bekerja. Dan Zac merasa sangat iri pada Josh karena bisa berada dekat-dekat dengan Dave selama satu jam mereka mengurusi mobil. Seandainya Zac mengerti mesin, dia juga ingin membantu Dave.

"Jamie, apa kau keberatan kalau aku memintamu mengurusi mobilku sebentar? Aku harus minum." Kata Dave.

"Oke." Jamie menghentikan pekerjaannya dan mendekati Dave.

"Tinggal mengecat warnanya saja biar lebih terang. Setelah itu, tolong bawa mobilku keluar supaya catnya kering."

"Okay, daddy!" Kata Jamie dan memutar bola matanya.

Dave tertawa melihat tingkah Jamie dan kemudian berjalan mendekati tempat duduk Zac. Dave tersenyum pada Zac yang dibalas dengan senyuman Zac yang menawan. Ditambah dengan pipi Zac yang merona, membuat senyuman itu terlihat makin manis dan cute.

Dave mengambil satu gelas di atas nampan dan meminumnya sampai habis. Dia benar-benar kehausan. Setelah minumannya habis, dia mengambil posisi duduk di sebelah Zac.

Pipi Zac makin merona saat Dave duduk di sebelahnya.

"Kudengar dari Josh kalau anak baru ya?" Tanya Dave dan melihat Zac yang kelihatan sangat gugup.

"Erm... Ya." Zac mulai tergagap.

"Dari mana kau pindah?"

"Walnut Hills, Ohio." Jawab Zac.

"Wow. Apa yang membuatmu pindah kemari?"

"Ayahku dipindahtugaskan ke kota ini."

"Biar kutebak. Ini bukan pertama kalinya kau pindah, kan?"

Zac mengangguk dan merasa sangat berat sekali menggerakkan anggota tubuhnya. Semua bagian tubuhnya seolah-olah tertarik untuk mendekat pada tubuh Dave yang sekarang terlihat kotor kena noda oli dan debu. Tapi biarpun kulitnya kotor dan kusam, Dave masih terlihat seksi dan macho. Mata hijaunya jadi kelihatan jauh lebih jernih.

"Bagaimana hari pertamamu di sekolah? Apa ada anak iseng yang mengganggumu?" Tanya Dave. Dia menggeser tubuhnya agak lebih mendekat ke tubuh Zac. Dan seperti yang diduganya, Zac punya aroma tubuh yang sangat enak. Wangi parfumnya menenangkan.

Zac menggeleng dengan kaku karena otot lengan Dave yang telanjang hanya berjarak sepuluh sentimeter dari kulitnya. "Tidak. Hari pertamaku baik-baik saja."

"Tentu saja. Tidak akan ada orang bodoh yang mau mengganggu cowok keren sepertimu, Zac." Kata Dave dan tersenyum.

Zac bisa mati karena terlalu bahagia di sini. Apa Dave baru saja memujinya? "Apa itu pujian?"

Dave tertawa dan suara tawanya benar-benar indah. Zac tak pernah mendengar suara orang tertawa yang begitu renyah dan membahagiakan seperti ini.

"Ya. Aku memujimu. Kau keren, tentu saja. Tapi akan jauh lebih keren lagi kalau pipimu tidak semerah ini." Dave mencubit pipi Zac dengan gemas. Dave sendiri tidak tahu kenapa dia mencubit Zac. Yang dia tahu, Zac sangat cute dan pipinya yang merah itu membuat Dave tak bisa menahan diri untuk mencubitnya.

Zac cemberut dan menggosok-gosok pipinya walaupun tidak sakit sama sekali. "Aku kan sudah bilang. Kulitku sensitif. Kalau kau mencubitnya, itu malah akan membuatnya jadi bertambah merah." Sebenarnya Zac bahagia sekali dicubit oleh Zac, tapi dia tak mungkin jujur soal itu, kan?

Dave tertawa lagi dan menepuk-nepuk bahu Zac dengan gemas. "Maaf. Aku hanya tidak tahan dengan pipimu yang montok seperti pantat bayi itu."

Seharusnya Zac merasa kesal karena disamakan dengan pantat bayi. Tapi dia malah mendapati hatinya berbunga-bunga karena perlakuan Dave. "Pipiku tidak montok. Dan pipiku jauh lebih baik daripada pantat bayi, Dave!"

Dave nyengir lebar. "Dan ngomong-ngomong, Zac, di mana rumahmu?"

"Marylin Street." Jawab Zac dan Dave menghela napas mendengar jawabannya. "Kenapa?"

"Rumahku juga di situ." Kata Dave. Zac menganga kaget. "Tepatnya di dekat toko bunga Debby's Flowers. Apa kau tahu tempat itu?"

Zac mengangguk. "Ya. Aku melewatinya tadi pagi ketika berangkat sekolah."

"Aku tak pernah menyangka kalau kita bertetangga, Zac."

Dan Zac juga tak pernah menyangka kalau cowok yang disukainya ini rumahnya sangat dekat dengan rumahnya. Wah, sepertinya ini akan jauh lebih mudah bagi Zac untuk mulai mendekati Dave.

"Mobilmu sudah beres." Josh tiba-tiba muncul dan mengambil satu gelas. "Dia siap untuk dipakai malam ini."

Dave mengangguk dan memberikan senyum penuh ketulusan pada Josh. "Thankyou, Brother. Kuharap kau tidak datang terlambat malam ini untuk melihatku memenangkan pertandingan."

"Oh, jangan khawatir," Josh berhenti sebentar, meminum minumannya dan kemudian melanjutkan. "Aku orang yang selalu tepat waktu."

Zac pikir, setelah Josh datang Dave akan mengabaikannya. Tapi ternyata tidak karena kemudian Dave mengatakan: "Kau juga akan datang kan Zac?"

"Datang ke mana?"

"Ke pertandinganku." Jawab Dave. "Maksudku bukan pertandinganku, tapi pertandingan balap liar yang kuikuti malam ini. Kau akan datang, kan?"

Saat itu Zac merasa sangat kaget dan bahagia pada saat yang bersamaan. Dia tak pernah menyangka kalau Dave sendiri yang akan mengajaknya untuk menonton pertandingan itu. Oh, tentu saja Zac akan datang. Dia sangat ingin sekali melihat Dave balapan dengan mobilnya yang keren itu.

"Oke." Kata Zac dan tersenyum sambil mengangguk ke arah Josh yang tersenyum padanya.

"Bagus, Zac. Jam 9 nanti aku akan menjemputmu." Kata Josh.

"Tidak perlu, Josh. Biar aku saja yang menjemputnya." Dave menatap Zac. "Jam 9 aku akan menjemputmu. Kuharap kau tidak telat Zac."

Zac harus tarik dan hembuskan napasnya lagi untuk menenangkan dirinya yang akan meledak karena terlalu bahagia. Pipinya jadi semakin panas karena setiap perkataan yang keluar dari mulut Dave seolah-olah membakarnya. Dave mengajaknya nonton pertandingan balapnya. Dan Dave juga akan menjemputnya malam ini. Apalagi yang bisa membuat hatinya berbunga-bunga selain ini?

"Dan setelah ini kau pulang bersamaku saja." Kata Dave lagi. "Josh, kau tak perlu repot-repot mengantar Zac. Dia akan pulang bersamaku. Kau urus saja kakakmu yang keparat itu supaya datang ke pertandinganku nanti malam."

Josh meletakkan gelasnya ke atas meja dan memberi hormat ala prajurit kepada Dave. "Siap, Kapten! Tugas akan dilaksanakan!"

Dave tertawa kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Sebaiknya kita pulang saja. Cat mobilku mungkin sudah kering." Dave bangkit berdiri dan memandangi Zac yang pipinya jadi makin memerah. Dave tersenyum sendiri melihat pipi Zac yang merah dan imut seperti itu. "Zac, bangunlah. Ayo kita pulang."

Zac masih shock dan belum bisa menenangkan dirinya. Tapi dia mendongakkan kepalanya dan melihat Dave yang sudah berdiri tersenyum ke arahnya. Senyuman Dave membuat pipinya makin terasa panas. Lalu, tanpa diduga-duga, Dave memegang tangannya dan membantunya berdiri. Zac merasakan sengatan rasa hangat di sekujur tubuhnya ketika telapak tangan Dave menyentuh kulitnya. Dan hal ini malah membuat pipinya makin memerah.

"Aw, Zac! Berhentilah memerah seperti itu! Kau membuatku gemas!" Dave menggertakkan giginya melihat pipi Zac yang cute. Dia belum pernah melihat cowok seperti Zac yang suka malu-malu dan merona seperti itu. Untungnya Zac imut, jadi ketika pipinya merona, dia kelihatan seperti perempuan yang tersipu malu. Dan Dave suka sekali melihat ekspresinya itu.

"Maaf. Aku hanya tak bisa menghentikan warna merah ini." Kata Zac sambil menepuk-nepuk pipinya.

"Sudahlah, hentikan itu. Ayo kita pulang saja." Sambil memegangi tangan Zac, Dave berpamitan singkat pada Josh dan Jamie lalu pergi ke tempat mobilnya dijemur.

Dave membukakan pintu depan sebelah kanan dan menyuruh Zac masuk. Setelah Zac masuk dan memakai sabuk pengamannya, dia memutar dan membuka pintu kemudi sebelah kiri dan kemudian menutupnya. "Aku tak terbiasa membawa mobil dengan pelan. Apa kau tidak apa-apa kalau aku mengebut di jalanan? Kau tidak punya penyakit jantung, kan?" Dave menatap Zac yang masih memerah.

Zac sebenarnya takut ngebut-ngebutan di jalan. Tapi dia sangat ingin pulang bersama Dave. Jadi dia menggeleng. "Tidak. Aku akan baik-baik saja. Selagi aman, aku tak peduli kalau kau mau membawa mobil ini tanpa rem sekalipun."

Dave tertawa keras sekali dan mencubit pipi Zac dengan gemas. Dave juga tidak tahu kenapa dia sangat suka mencubiti pipi Zac yang merah itu. Setelah mencubitnya, Dave bisa melihat pipi Zac makin memerah dan itu sangat lucu dan imut. "Kau tahu, Zac," katanya dengan pelan dan tersenyum jail. "Pipimu itu benar-benar seperti pantat bayi."

Zac cemberut dan merasa kesal karena Dave terus-terusan menyamakan pipinya dengan pantat bayi. Jadi, dengan kesal Zac berkata, "Just shut up and drive, Dave!"

Dave tertawa sekali lagi dan menghidupkan mobilnya.

***
Semoga part duanya tidak mengecewakan ya. Maaf kalo tidak sepanjang part yang pertama, semoga tetap menghibur haha.

Gambar yg di media itu namanya Cody Christian. Dia berperan sebagai Zac dalam cerita ini. Kalian bayangkan saja sosok Zac seperti dia itu. Hehe.

Silahkan vote dan comment kalo suka hehe.

*

Bandar Lampung, Selasa 23 Juni 2015

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top