Juri Dua
Teruntuk member dan juri yang mengejar, iya saya paham bahwa hasil penjurian ini lambat keluar. Maklum, selain tukang karet saya juga merangkap profesi tambal ban. Jadi lengkaplah hidup.
Nah sebelum kalian mencungkil nyawa saya satu-satu, saya persembahkan hasil penjurian event pertama kita ini.
HASIL PENJURIAN
Mr. Lollipop
Nilai: 8
Kesimpulan: Sebuah karya dengan ide extra-ordinary bertabur kepolosan khas anak-anak. Tentang seorang pak tua, yang dipanggil mister, dan ikhlas bagi-bagi permen kepada bocah ingusan. Cerpen ini sebenarnya bisa nendang, jika kalimat-kalimat tidak efektif di dalamnya dipangkas dan diperbaiki. Juga diberi detail yang lebih tajam dan konflik yang lebih runcing. Karena jujur saja, cerpen ini masih mengawang, tentang siapa Mr.Lollipop dan apa motivasinya masih belum jelas. Bahkan kenapa ia dipanggil Mr, bukannya Pak, atau Tuan—juga tidak ada penjelasan. Jadi seperti kabut, ada namun susah ditangkap.
Johan
Nilai: 6,8
Kesimpulan: Masih berantakan. Konfliknya ada, tapi entah kenapa akhirnya seperti tidak memberi solusi apa-apa—bahkan jika itu open ending, rasanya masih bikin kepala kepenggal. Johan di awal dibuat seperti cerita aksi, ada kejar-kejaran, namun kalimat yang dipakai kepanjangan sehingga mengurangi kadar action-nya. Bahkan kesemrawutan susunan kalimat ini konsisten sampai akhir. Karakterisasi juga kurang. Dialog ndak menggigit. Dan itu semua berperan dalam pikiran: apakah ini cerpen atau semacam penggalan novel yang belum revisi?
Jeritan Penyesalan
Nilai: 7,5
Kesimpulan: Sebuah karya yang ... sebenarnya langsung membuat pikiran saya nancap ke sinetron picisan. Konfliknya pasaran, tapi gaya penceritannya menyelamatkan ke-chessy-an itu hingga saya mampu menghabiskan cerpen tanpa kening mengeriput. Yang kurang mungkin karakterisasi para tokohnya. Tiba-tiba saja si A menjadi malang, si B jahat, dan teman-teman B brengsek semua. Terlalu cepat konflik bergulir, dan terlalu cepat juga semua usai. Seperti rentetan klip film yang diputar cepat. Kita tahu kisahnya, tapi kurang bisa mendalaminya.
Fatamorgana: Gloomy Huges
Nilai: 8,5
Kesimpulan: Well, tekstur ala-ala novel terjemahannya kerasa sekali. Awal-awal paragrapnya agak kepanjangan, tapi jika dibaca pelan-pelan, mengandung emosi yang kentara mengirimkan sinyal-sinyal perasaan secara perlahan. Hanya saja sedikit membosankan, karena banyak pengulangan kalimat yang dimaksudkan untuk penegasan makna. Meski demikian, saya tetap lumayan menyukainya.
Tersingkir
Nilai: 7
Kesimpulan: Ada banyak sekali kalimat tidak efektif. Cara penceritaannya sendiri juga masih polos dan monoton. Banyak juga miss di penggunaan 'di' dan 'ke'. Jarak tembak cerpen juga terlalu luas, andai penulis hanya mengambil satu konflik dan benar-benar menggalinya tanpa fokus ke sana-kemari, cerpen ini mungkin bisa bagus. Jadi inti cerpen sampai ke pembaca dan penulis bisa lebih yakin untuk mengupas selapis demi selapis masalah si tokoh sampai tuntas. Bukannya dikasih 'tokoh penolong', lalu semua masalah tokoh utama kelar.
PENYESALAN
Nilai: 8,2
Kesimpulan: Sebuah cerita yang sederhana, seperti tagline pada pembukanya. Tokoh yang berperan masih belum punya ruhnya sendiri, kurang hidup. Dialognya juga agak kaku, tapi narasi di cerita ini sudah mulai bisa memainkan perasaan. Menjelang akhir, ada satu perbantingan yang mendadak—agak kaget sebenarnya, dan menjadikan cerita rada klise. Meski demikian, kesan sakitnya dapat, perih serta kekonsistenan untuk "mencintai secara sederhana" kena. Lumayanlah, gak bikin sakit pantat. Malah belahan saya terharu-haru(?)
RERE
Nilai: 6,9
Kesimpulan: Anu, rada berantakan. Cara penulis membuka cerpen sedikit kurang mengenakkan, terutama pada pengulangan 'aagghhh' dan 'bukan-bukan'. Jadi kesannya jemu dan mengganggu. Kesalahan penggunaan di dan ke banyak, kalimat tidak efektif berhamburan, dialog kaku, tokoh-tokoh bergerak begitu saja tanpa nyawa. Pemberian informasi tentang suku Hagani agak mendadak dan kurang mulus. Latar tempat, waktu, dan suasananya juga kurang. Jujur saja agak susah menghabiskan cerpen ini. Saya sarankan penulis untuk lebih banyak membaca dan cobalah amati-tiru-modifikasi tulisan-tulisan yang sudah cetak. Latihan lebih banyak. Saya yakin kamu bisa! Semangat '-')9
Mantan
Nilai: 6,8
Kesimpulan: Agak amburadul, penokohan juga tidak logis, banyak aspek dipadukan bersama beberapa banyolan yang—untuk saya pribadi—gak kena dan salah sasaran. Latar tempat, suasana, dan waktu juga kurang dapat. Tiba-tiba saja ada tokoh A, B, dan C. Lalu mereka ada di D, lagi berpikir E, dan tiba-tiba solusinya ada pada baju F. Semua rentetan itu sangat mendadak dan tidak punya jembatan sama sekali plek-plek-plek. Jadi pembaca mudah nyasar dan mereka benar-benar hilang pegangan di akhir, ini apa?
I Wish By God You'd Stay
Nilai: 9
Kesimpulan: Sebagai cerpen terakhir, saya tidak punya ekspektasi sama sekali. Murni melanjutkan tugas review karena udah diancam cambuk oleh iblis penjaga gerbang grup admin (jangan bilang-bilang, ini rahasia). Jadi, saat membaca cerpen saya terbius akan keindahan struktur kalimat, diksi, dan permainan emosinya—whuooh! Meski sebenarnya konflik di sini agak klise, dan jujur saja tidak ada hentakan berarti kecuali kabar kematian (bahkan kabar kematian pun terasa kurang menohok untuk saya pribadi). Karena apa ya, sejak awal cerpen si tokoh utama hanya menyesal, menunggu, uring-uringan di kamar, dan tiba-tiba dapat kabar buruk.
Itu seolah-olah cerita sebenarnya tidak kemana-mana, murni mendekam di dalam ruangan semata. Makanya saya ada bilang statis. Tapi narasi membantu itu semua untuk meninju emosi dengan manis. Apalagi lirik lagunya, serasa mewakilkan seluruh kecamuk selama pembacaan—sebuah kesimpulan pahit sekaligus manis. Menyakitkan, tapi juga indah.
Pas!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top