Seventeen
A M B U S H
Sial. Sial. Itulah yang terus [Name] gumamkan dalam hati
Seharusnya misi ini adalah misi penyergapan biasa. Seharusnya yang berada dalam jangkauannya adalah penjahat kecil yang sudah ia ketahui kemampuannya. Seharusnya ia tidak menurunkan kewaspadaan hanya karena berhasil membuat kedua pria itu berada dalam kontrolnya. Seharusnya... hanya itu yang bisa [Name] pikirkan ketika seorang pria yang mengenakan masker gas berdiri di hadapannya.
Ia berkeringat dingin. Meski dua lawan sudah berada dalam jangkauan, tapi pria di depannya adalah variabel yang tidak terduga. Dan [Name] tahu ketika konsentrasinya mulai pecah, dua orang yang telah berhasil ia ringkus akan melepaskan diri dari kontrolnya.
Oh, sial. Umpatnya dalam hati. Sial. Sial.
[Name] sudah memanggil bantuan. Butuh sekitar lima belas menit hingga bantuannya datang. Hingga saat itu tiba, ia dan villain pengendali gravitasi itu harus adu ketahanan. Dan [Name] tidak yakin ia mampu bertahan.
Meraih pistolnya dari balik jubah, [Name] kembali menembakkan kapsul-kapsul berisi darah. Pria bermasker gas itu berhasil menghindari tiap kapsulnya, menyeringai penuh ejek padanya.
"Bidikanmu seamatir polisi baru, gadis kecil."
Rahangnya mengeras, berusaha tampak percaya diri meski bisa merasakan salah satu dari villain itu mulai lepas dari kontrolnya. "Jangan terlalu meremehkanku. Kau bisa berakhir di penjara nanti."
[Name] menarik napas panjang, untuk memupuk kembali konsentrasi yang pecah sekaligus memberi waktu baginya untuk mengambil keputusan. Menilai dari seberapa merepotkannya quirk mereka, [Name] memutuskan untuk melepas kontrol pada pria yang mengeluarkan peluru air dari ruas jarinya.
Tepat setelah ia melepaskan kontrolnya, pria berambut ungu dengan kain pengikat melingkar di lehernya mendarat di sebelah [Name]. Pria itu tampak sedikit terengah lantaran berlari dari jalur patrolinya yang cukup jauh dari tempat perkara.
"Masih bertahan, eh?"
"Pernah lebih baik." [Name] menyunggingkan senyum tipis, mengambil momen singkat ketika villain terkejut dengan kedatangan salah satu bantuannya untuk memberikan informasi singkat. "Yang berdiri di hadapan kita memiliki kemampuan untuk memanipulasi gravitasi, walaupun begitu jangkauannya hanya lima meter. Yang memakai penutup kepala itu mampu menembakkan peluru air. Yang memakai kacamata itu bisa mengeluarkan benda tajam dari dalam tubuhnya, benda tajam itu mirip dengan tulang."
"Akan kutangani si peluru air," kata rekan sesama underground hero itu. "Kau bisa menghadapi si masker seorang diri?"
[Name] melirik teman seperguruannya. "Jangan lupa kau bicara dengan siapa, Hitoshi."
"Hanya memastikan." Shinsou mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Jangan mati, [Name]."
"Tidak jika lawannya selemah ini."
Mereka bertukar pandangan sejenak sebelum Shinsou berlari ke arah berlawanan, tempat lawannya terpaku. Sedangkan [Name] mendapati lawannya menggeram kasar ketika ia memanggilnya dengan sebutan lemah.
"Biar kutunjukkan siapa yang lemah di antara kita berdua, Gadis Kecil!"
[Name] berguling menghindari puing bangunan yang dilempar oleh si pria bermasker. Teriakan kesal menggema. [Name] mengambil kesempatan itu untuk memuntahkan kapsul darah dari selongsong pistolnya. Ia berhati-hati agar tidak berdiri dalam jangkauan kendali si pria bermasker.
"Bidikanmu seamatir anak sekolahan," ejeknya.
Ia menunduk ketika bebatuan dari puing bangunan mengincar kepalanya. Kemudian berlari ke arah yang sama dengan Shinsou.
"Mau ke mana kau, Jalang!?"
[Name] tidak menoleh. Ia tidak perlu menoleh untuk tahu villain itu telah termakan umpan. Berulang kali [Name] menghindar dari bebatuan juga pagar besi yang melayang ke arahnya. Bertahun-tahun latihan di bawah pengawasan Aizawa jelas meningkatkan kelincahan dan kelenturan tubuhnya. Serangan penuh emosi seperti ini mudah untuk dibaca.
Ia terus berlari membelah kegelapan, mencari rekannya di antara puing bangunan setengah hancur karena ulah si pria bermasker. Menit selanjutnya, matanya mengunci iris keunguan gelap. Seolah tahu apa yang ia pikirkan, Shinsou memberi isyarat untuk menunduk.
"Tembak!"
Desingan angin disusul dengan suara sesuatu menghantam batu menggema. Perintah Shinsou pada si penembak air membuat villain itu membidik sasarannya dengan acak. Tidak hanya si manipulator gravitasi yang terkena akibatnya, tapi ia dan Shinsou pun kena imbas.
Muntahan peluru tanpa henti menimbulkan kerusakan parah pada bangunan di sekitar mereka. Perlahan satu persatu gedung mulai hancur. Baik dirinya maupun Shinsou harus menghindari serpihan batu besar yang menimpa jalanan, memecah konsentrasinya hingga kini si pria berkacamata itu bebas dari dominasinya.
"Bajingan tengik!"
"Akhirnya bebas juga!"
Belum selesai serangan dari si penembak air, [Name] berusaha untuk mengumpulkan kekuatan pada kakinya. Kemudian menyingkir dari benda tajam yang mengincar wajahnya. Ekor matanya melihat Shinsou yang tengah bertarung dengan penembak air—sepertinya guncangan tadi cukup menyadarkan villain itu dari pengaruh cuci otak Shinsou.
[Name] menyentak lengannya yang berdarah pada si pria berkacamata. Pria itu langsung melompat menjauh sembari memamerkan seringai keji.
"Aku tidak akan terjebak hal yang sama dua kali, gadis kecil."
Oh sial. Maki [Name] dalam hati. Sekarang tidak hanya satu, tapi aku berhadapan dengan dua villain sekaligus. Sungguh malam yang indah.
Matanya bergerak liar, mengamati sekitar dengan cepat. Pria yang memanipulasi gravitasi itu tengah terkapar dengan kaki terhimpit batu, tapi [Name] cukup yakin pria itu akan menggunakan quirknya untuk mengangkat batu besar. Sedangkan si pria pengendali benda tajam itu tengah berdiri beberapa meter darinya, menelisiknya dengan pandangan penuh perhitungan seakan-akan mencoba mencari tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
[Name] menyeringai tipis, ia bisa merasakan kepalanya mulai terasa ringan. Mengingat sudah hampir setengah jam ia bertarung seorang diri dan sudah mengeluarkan darahnya sedari tadi, ia tidak heran jika dalam beberapa menit ia akan pingsan. Namun desakan itu dikuburnya dalam-dalam. Ia tak bisa pingsan sekarang. Ada yang menunggunya di rumah. Ia tidak boleh tumbang sekarang.
"Apa yang lucu, Jalang!?"
[Name] mengentakkan kepalanya pada tanah yang dipijak oleh pria bermasker gas. "Kau mendarat di tempat yang salah."
"Apa!?"
[Name] mengepalkan tangannya untuk mencegah pria itu bergerak. Luka villain itu telah bercampur dengan darahnya, mungkin juga darahnya telah menyatu dengan darah pria itu. Jika sudah begini, maka kendali yang [Name] miliki atas targetnya jauh lebih besar daripada sekadar cipratan ringan di kulit saja.
"Sial! Sial! Kita hampir berhasil mengambil uang itu," raung si pria bermasker. "Aku hampir membeli kebebasanku, brengsek!"
"Kebebasan yang kau dapat dari merampok tidak akan bertahan lama," seringai [Name]. Ia mencoba berdiri sembari memusatkan fokus pada satu villain yang tersisa. "Sekarang kau akan membusuk di penjara."
"Gadis kecil sepertimu tau apa hah!?"
[Name] berguling ketika salah satu benda panjang dan tajam yang mirip dengan tulang kembali terhunus ke arahnya. Ia mengelak dari serangan beruntun, tapi tak sepenuhnya berhasil. Namun tiap goresan di tubuh [Name] malah membawanya lebih cepat menuju kemenangan, terlebih saat tetesan darahnya terciprat pada tubuh dan senjata villain itu.
Mungkin karena tubuhnya mulai terasa lemah, mungkin juga karena ia telah kehabisan cukup banyak darah. [Name] tidak bisa menghindari dari hunjaman cepat ke perutnya. Akan tetapi [Name] tidak melewatkan kesempatan emas ini.
Dengan darah yang merembes dari kostum pahlawannya, [Name] menggunakan energi terakhirnya untuk menahan pergerakan si villain, memastikan atensinya tertuang penuh untuk mencegah kedua villain itu berulah kembali.
Perlahan tapi pasti, kesadarannya terkikis. Sekilas ia masih bisa mendengar derap langkah bala bantuan yang ia minta. Samar-samar ia mendengar seseorang meneriakkan nama pahlawannya. Namun hal terakhir yang ia lihat sebelum kegelapan menguasainya adalah penjara es yang mengukung kedua villain itu dan netra heterokrom yang menatap lurus ke arahnya.
"Shou ... to."
"[Name], bertahanlah. Kumohon ..."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top