Seven

P U B L I C   D I S P L A Y   O F   A F F E C T I O N

Todoroki menyadari bahwa ia tidak pandai mengutarakan apa yang ia rasakan. Sebagian besar waktu, ia tidak mengerti bagaimana menyuarakan emosi yang bergejolak dalam dirinya. Amarah, frustasi dan sengsara. Hanya itu yang ia kenal sejak kecil. Tidak mengenal baik ketiga kakaknya, tersakiti oleh ibunya, dijadikan 'alat' oleh ayahnya. Sepanjang pertumbuhannya, ia selalu memendam.

Kehadiran [Name] dalam hidupnya memberikan warna baru. Pertama kali ia mengenal kata kasih sayang, nama gadis itulah yang terbesit. Karena gadis itulah ia belajar bagaimana menghargai orang lain dan menyayanginya, belajar bahwa menunjukkan emosi adalah hal yang wajar. Tidak terbiasa menyalurkan kasih sayang pada gadis lain, Todoroki canggung.

Seiring dengan berjalannya waktu, seluruh bagiannya dirinya mulai nyaman dengan keberadaan [Name] hingga pada tahap bahwa ia merasa ada yang hilang jika gadis itu tidak berada dalam jarak pandangnya., tapi saat berada di hadapan publik Todoroki sedikit berhati-hati. Ia tidak ingin [Name] risih dengan gestur kasih sayangnya di muka umum. Walau terkadang tubuhnya bergerak autopilot, melakukannya tanpa sadar.

Yaoyorozu pernah menyaksikan momen betapa pedulinya Todoroki terhadap [Name], mengkonfirmasi bahwa pengamatan Todoroki tidak hanya berlaku ketika misi atau latihan, tetapi juga pada orang-orang terdekatnya.

Yaoyorozu terkejut ketika Todoroki menghampirinya. Meski duduk bersebelahan di kelas, Todoroki bukanlah tipe yang suka memulai pembicaraan. Bahkan, pemuda itu memilih diam jika tidak ada hal penting yang perlu disampaikan.

Penasaran dengan alasan Todoroki, Yaoyorozu mengabaikan beberapa cangkir yang siap diisi teh. Atensinya terpusat pada salah satu orang yang ia kagumi di kelas, bertanya-tanya dalam hati apa yang begitu penting yang ingin ditanyakan oleh Todoroki.

"Ada yang bisa kubantu, Todoroki-san?" Yaoyorozu menyuarakan rasa penasaran.

"Em... itu. Apa boleh aku meminta teh chamomile?"

Ia terperanjat. Tidak biasanya Todoroki meminum teh chamomile. Berdasarkan pengamatannya, pemuda itu cenderung menyesap teh tradisional ketimbang teh lain yang biasa ia suguhkan pada teman-teman sekelas. Mungkin latihan siang ini terlalu melelahkan hingga Todoroki ingin mengganti suasana dengan meminum sesuatu yang memberikan efek menenangkan.

"Tentu saja," Yaoyorozu meraih sekotak teh yang disimpan dalam lemari. "Tidak biasanya kau meminum teh ini."

Todoroki menerima kotak yang disodorkan Yaoyorozu lalu mengangguk berterima kasih. "Bukan untukku."

Yaoyorozu memperhatikan Todoroki yang memasak air, memasukkan daun teh dengan takaran yang pas untuk satu porsi. Ekspresinya menggambarkan konsentrasi penuh walau yang ia lakukan hanya menuang air panas. Ingin rasanya bertanya, jika bukan untuk dirinya lalu untuk siapa Todoroki menyeduh teh? Namun, ia tidak ingin terlalu ikut campur. Ia memilih untuk fokus pada kegiatannya sendiri.

"Terima kasih tehnya Yaoyorozu," angguk Todoroki ke arahnya sebelum meninggalkan dapur.

Menyerah pada rasa penasarannya, tatapan Yaoyorozu tidak lepas dari punggung Todoroki yang mendekati ruang tengah. Berjalan melewati gerombolan Midoriya, Iida dan Ojiro, menghampiri para siswi yang bersantai di sofa panjang. Ia harus menutup mulut, menahan gumaman malu sekaligus menyembunyikan wajahnya yang merona menyaksikan apa yang terjadi di hadapannya.

Todoroki menaruh cangkir teh di sudut meja, bagai tak peduli dengan mata para siswi yang masih sibuk membicarakan soal magang, ia membungkuk dan mendekatkan wajah pada [Name]. Ini pertama kalinya Yaoyorozu mendengar Todoroki mengoceh mengenai tidur cukup dan tidak memaksakan diri menggunakan quirk. Sementara [Name] hanya mengangguk diselingi dengan tawa kecil, mengiyakan nasihat Todoroki sekaligus meyakinkan pemuda itu bahwa ia baik-baik saja.

"Yakin baik-baik saja? Tidak ingin istirahat di kamarmu saja?" tanya Todoroki bertubi-tubi. Sebelah tangannya menempel di dahi [Name], memastikan gadis itu tidak demam.

[Name] menggeleng, bersandar pada telapak tangan hangat kekasihnya. "Aku tidak apa-apa. Hanya kelelahan."

"Kau yakin? Benar-benar yakin?"

"Iya, Shouto," [Name] terkikik geli. "Jangan terlalu khawatir. Terima kasih tehnya ya."

Todoroki menangkap tangan [Name] yang terjulur. Mengabaikan pandangan penuh minat sekaligus iri teman sekelasnya, Todoroki meninggalkan kecupan kecil pada pergelangan tangan [Name]. Iris heterokromnya berbinar khawatir. Dari tempatnya berdiri, Yaoyorozu menyadari betapa eratnya genggaman Todoroki.

"Aku merasa kau akan lebih rileks kalau minum teh. Lain kali akan kubeli susu favoritmu," sudut bibir Todoroki tertarik lebih dalam." Jangan sampai sakit, [Name]."

Yaoyorozu memalingkan wajah—tahu diri bahwa momen itu seharusnya hanya milik Todoroki dan [Name], saat siswi yang lain berseru antusias. Suara Mina dan Hagakure yang paling terdengar. Ia tidak menyangka bahwa Todoroki yang itu sanggup bersikap sedemikian lembut pada kekasihnya.

Tidak hanya Yaoyorozu, Iida pernah tidak sengaja menyaksikan Todoroki yang memperlihatkan kasih sayangnya secara langsung pada [Name]. Ia harus menahan diri untuk tidak mengoceh betapa tidak pantasnya menunjukkan kasih sayang di lantai satu saat tengah malam.

Terbangun di tengah malam pada hari sekolah bukanlah hal yang menyenangkan. Iida memikirkan kualitas tidurnya yang terganggu karena mimpi yang tidak bisa ia ingat. Ia memutuskan untuk membuat teh hangat lalu kembali tidur. Namun, langkahnya terhenti saat melihat kedua temannya.

"Todoroki-kun. Sudah tengah malam, sebaiknya kalian tidur supaya tidak mengantuk di kelas," Iida mengingatkan.

Ucapannya berhenti di tengah jalan saat Todoroki berdesis, mengisyaratkan agar tidak bersuara terlalu keras. Penasaran, Iida menghampiri Todoroki dan [Name] yang berduaan di sofa. Ia mengintip dari belakang sofa, menyadari tangan kanan Todoroki menempel di dahi [Name] yang tengah tertidur.

"Ada apa dengan [Name]-kun?"

"Demam," sahut Todoroki seraya memandang gadis yang menjadikan bahunya sebagai bantal. "Aku menemukannya tertidur di sofa saat ingin mengambil air. Aku tidak ingin meninggalkannya sendirian, jadi kukompres dengan quirkku."

Sirat gelisah tersisip dalam penjelasan Todoroki. Napas [Name] yang tidak teratur juga wajahnya yang agak memerah memang sedikit mengkhawatirkan, tapi Iida yakin recovery girl tidak terlalu banyak membantu. Ingin rasanya menyuruh keduanya untuk pergi ke kamar, tapi Iida tahu tidak pantas bagi mereka untuk tidur di kamar yang sama.

"Kalau besok masih belum sehat, lebih baik istirahat saja. Biar aku yang bilang pada Aizawa-sensei," kata Iida, kali ini dengan suara berbisik.

Todoroki mengangguk. Ia memperbaiki posisi [Name] agar gadis itu lebih nyaman. Satu bagian dirinya tidak tahan untuk mengingatkan bahwa tidak boleh menebarkan kemesraan di tempat yang bisa dilihat teman-temannya, tapi di sisi lain ia mengerti kecemasan Todoroki pada kondisi [Name]. Menimbang dari situasinya, Iida memutuskan untuk membiarkan mereka.

"Jangan lupa tidur, Todoroki-kun," ucap Iida sebelum melangkah ke dapur untuk menuntaskan keinginannya. "Kalau sudah baikan, lebih baik pindahkan [Name]-kun ke kamarnya agar lebih nyaman."

Tidak ada respon verbal dari Todoroki. Temannya hanya mengangguk samar.

Sebelum benar-benar meninggalkan lantai satu, Iida melihat rengkuhan Todoroki mengerat. Ada kilat asing yang tampak dari netranya. Tidak biasanya Todoroki yang tenang mampu menampakkan ekspresi selain tenang. Sedih atau... cemas? Ia tidak bisa menentukan. Namun, satu hal yang pasti binar dalam matanya bukanlah hal yang bisa dilihat pada Todoroki setiap hari. Langkahnya terhenti saat suara [Name] terdengar.

"Shouto?" bisik gadis itu serak. "Kenapa kau di sini?"

"Aku menemukanmu saat mengambil air. Kau demam," Todoroki mengulang penjelasan. "Mana mungkin kutinggalkan seorang diri."

[Name] menggeliat, melepaskan diri dari kukungan lengan Todoroki tapi tidak dibiarkan. "Tidur saja sana. Kau bisa tertular kalau tetap bersamaku."

"Tidak mau," tolak Todoroki tegas. "Aku tidak akan tertular. Jadi diam dan biarkan aku menemanimu."

Tenggorokannya yang kering bagai padang pasir mencegahnya untuk membalas ucapan Todoroki. Pemuda itu langsung menyodorkan segelas air. Sebelah tangannya yang tidak menempel di dahi, mengusap punggung [Name] lembut.

"Tidak apa-apa, [Name]. Kau baik-baik saja," gumam Todoroki, merespon erangan tidak nyaman [Name]. "Aku disini. Aku bersamamu. Aku tidak akan kemana-mana."

Paginya, Iida memastikan bahwa ia orang yang pertama turun untuk mengecek keadaan dua temannya. Hasrat untuk menegur kian membesar ketika mendapati keduanya tertidur di sofa semalaman tanpa menggunakan selimut. Namun, lagi-lagi niatnya batal saat melihat ekspresi damai juga ritme napas yang stabil. Iida menyampirkan selimut pada Todoroki dan [Name], berusaha menyembunyikan fakta bahwa keduanya tertidur dalam pelukan satu sama lain dari pandangan kepo teman sekelas mereka.

Tidak sampai disitu. Kebiasaan Todoroki yang mulai luwes dalam menunjukkan perasaan kian terlihat setiap hari. Kini, meski hanya di depan beberapa teman dekatnya, ia tidak lagi canggung menggamit tangan [Name].

Pagi itu, ia baru saja bersiap untuk pergi ke agensi Endeavor bersama Midoriya dan Bakugou. Ia tahu gadisnya resah dengan gagasan ini. Mengingat bagaimana Endeavor berperan penting dalam masa kecilnya, ia memaklumi perasaan [Name]. Sejak semalam gadis itu tidak berhenti menanyakan apakah ia baik-baik saja ataukah ia yakin akan magang di agensi ayahnya.

"Aku ingin melihat lebih dekat bagaimana orang itu menjadi pahlawan nomor satu," ujarnya menenangkan. "Aku tidak datang ke sana sebagai anaknya, tapi sebagai hero pemula yang belajar pada pro hero."

Senyum kecil juga rasa hangat menjalari hatinya. Kekhawatiran [Name] membuatnya merasa disayangi, merasa bahwa dirinya penting untuk seseorang. Sesaat, ia lupa dengan sekitar. Dalam dunianya hanya ada mereka berdua ketika ia berangsur mendekati [Name].

"Aku baik-baik saja," bisiknya halus. "Akan kukirimkan pesan untukmu jika sempat, kalau itu membuatmu merasa lebih tenang."

"Benar ya?" todong [Name], tidak menolak genggaman Todoroki. "Jangan lupa mengabariku saat sampai dan saat istirahat."

Todoroki terkekeh dan mengangguk. "Baik."

Ia memajukan tubuh. Helaian rambutnya menggelitik dahi [Name] ketika hidung mereka beradu. Tangannya menangkup tengkuk [Name], memberi kecupan kecil pada puncak kepala gadisnya sebagai ucapan perpisahan sementara.

"Kau juga jangan ceroboh," Todoroki menarik diri, tidak bisa mengabaikan perasaan tersipu. "Jangan sampai terluka dan jangan lupa mengabariku. Emm... kutitipkan kekasihku padamu."

Ada setitik rasa puas ketika wajah [Name] merona hingga telinga. Todoroki mencuri ciuman kecil di pipi gadisnya sebelum menjauh, menghampiri Midoriya dan Bakugou yang telah menunggunya di depan asrama.

"Oi! Kau cuma pergi ke agensi Endeavor, bukannya pergi perang bodoh! Berlebihan sekali."

"Kacchan, jangan merusak momennya," Midoriya mengalungkan lengan di leher Bakugou, menahan teman masa kecilnya untuk bertindak barbar pada Todoroki yang tengah memamerkan senyum puas.

"Kenapa senyum-senyum begitu, hah manusia setengah!?"

"Kacchan jangan menyerang Todoroki-kun!"

"Katakan saja kalau kau iri. Mungkin suatu saat nanti akan ada gadis yang ingin menjadi kekasihmu."

"Jangan sombong dulu kau bodoh!"

Cuma pengen ngasih tahu kalau aku belum nonton season 5 nya karena aku lebih suka marathon semaleman daripada nunggu satu-satu. Jadi kalau ada salah scene bisa bilang yaa.

Happy Reading semuaaa!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top