Eight
T E A M
Sejak pertama kali berlatih bersama, Todoroki dan [Name] hampir tidak pernah berada di satu tim yang sama. Berulang kali mereka menjadi lawan, baik atas undian Aizawa maupun pertarungan di luar jam sekolah. Saking seringnya, gerakan maupun ancang-ancang satu sama lain mampu ditebak tanpa pikir panjang.
Tidak heran baik [Name] maupun Todoroki terkejut ketika Aizawa-sensei memasangkan mereka dalam satu tim. Desahan kecewa saling bersahutan, riuhnya protes bahwa mereka hampir tidak terkalahkan jika bersama memancing Aizawa-sensei untuk mengeluarkan kemampuannya.
"Bukankah tidak adil jika mereka satu tim?" protes Mineta. "Aku juga ingin satu tim bersama seorang siswi, sensei!"
Delikan tajam Aizawa-sensei membungkam mulut Mineta. Sekarang, Sato yang melayangkan komplen. "[Name] di jarak dekat dan Todoroki di jarak jauh, bukankah mereka tim yang sempurna? Malang sekali yang menjadi lawan mereka."
"Lawan untuk tim Todoroki dan [Name] adalah Tokoyami dan Ashido," papar Aizawa-sensei. "Menilai dari laporan saat melakukan tugas di pulau Nabu, Tokoyami dan Ashido juga tim yang pandai di jarak jauh maupun dekat."
"Masing-masing tim adalah kelemahan untuk tim lainnya, kero," timpal Asui.
[Name] melirik Todoroki. Pemuda itu melempar senyum tipis, memberi isyarat bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tidak ada keraguan dalam dirinya bahwa mereka kuat bersama, tapi kemampuan Tokoyami dan Mina juga tidak bisa diremehkan.
Mereka berganti pakaian setelah Aizawa-sensei selesai menyebutkan pasangan tim beserta lawan. Latihan akan dilaksanakan di Ground Beta. Sesuai urutan, ia dan Todoroki mendapat giliran ketiga. Alih-alih menonton teman-temannya, [Name] mengajak Todoroki untuk mendiskusikan rencana penyerangan mereka di ruang tunggu.
"Tsuyu-chan benar. Kita adalah kelemahan untuk yang lainnya," kata [Name] sembari melipat kedua tangan di depan dada. "Kelemahan esmu dan aku adalah asam Mina. Apimu adalah lawan yang buruk untuk Dark Shadow, tapi jika digunakan untuk melawanku ada kemungkinan Tokoyami akan menang. Sedangkan Mina bisa kukendalikan jika berhasil menang dalam pertarungan jarak dekat."
"Apa kau bisa mengendalikan Dark Shadow?" tanya Todoroki.
[Name] terdiam sejenak. "Belum pernah kucoba, tapi gerakan Dark Shadow bisa membantu mobilitas darahku agar mengenai Tokoyami."
Todoroki meletakkan kedua tangannya di atas meja, berpikir. "Walaupun aku bisa menang melawan Tokoyami, tapi jika Ashido ikut menyerang ada kemungkinan perhatianku teralihkan."
[Name] menggigit bibir. Pikirannya mengulang semua pertarungan Ashido dan Tokoyami. Meski hanya latihan, tapi jika penilaian Aizawa-sensei berdasarkan taktik dan kemampuan untuk melawan musuh yang lebih hebat maka [Name] tidak ingin kalah.
"Ada apa?" suara Todoroki menyadarkannya. "Kau memikirkan sesuatu?"
Ia memandang Todoroki ragu. Bimbang menyelimuti benak. Memori membawanya kembali saat Yaoyorozu yang menjadi partner kekasihnya. [Name] sadar diri. Ia tidak memiliki kemampuan sehebat Yaoyorozu dalam mengambil langkah setelah melakukan pengamatan. Dalam hati bertanya-tanya apakah rencana ini sudah cukup untuk membawa mereka pada kemenangan?
"Kalau ada sesuatu yang kaupikirkan, katakan," Todoroki mengusak rambutnya lembut. "Tidak masalah kalau belum sempurna. Itu gunanya aku di sini, kan? Menyempurnakan kekuranganmu."
Sensasi geli menggelitik perutnya, terhibur dengan kalimat yang dilontarkan Todoroki. "Kau ini... sejak kapan jago merayu?"
"Eh? Aku tidak berniat untuk merayu, hanya mengatakan yang sebenarnya," kebingungan dalam suara Todoroki terdengar jelas. "Seharusnya begitu kan? Aizawa-sensei membentuk tim untuk melengkapi kekurangan partnernya. Apa ada yang salah?"
"Tidak. Tidak ada. Hanya saja kalimatmu itu seperti salah tempat," tawa kecil lolos dari bibirnya saat Todoroki makin linglung, tidak mengerti letak kesalahannya. "Lupakan saja. Aku berpikir untuk menjebak daripada menyerang langsung."
"Menjebak?"
"Menjebak mereka dengan menggunakan es, sama seperti yang kaulakukan pada Ojiro dan Hagakure," kata [Name] menjelaskan. "Kalau sudah begitu maka akan ada dua kemungkinan. Pertama, Mina yang akan melelehkan esmu dengan asamnya atau Dark Shadow yang akan menghancurkannya."
"Lalu kau akan menggunakan quirkmu untuk menghentikan mereka?" tanya Todoroki memastikan.
"Tepat sekali!" senyum [Name] mengembang. "Darahku ada yang tersimpan di dalam kapsul. Kita akan menyisipkannya dalam es. Mau Tokoyami atau Mina, jika esnya hancur darahku bisa mengenai mereka. Bagaimana?"
"Kalau Ashido menggunakan asam, apa darahmu tidak akan terpengaruh?" Todoroki ingat ia pernah membaca mengenai darah yang akan berubah saat berada dalam temperatur maupun kondisi yang ekstrem.
[Name] berdehem pelan. "Aku bisa meningkatkan resistensinya."
Todoroki mengulas senyum. "Mungkin tidak akan semulus yang kita inginkan, tapi rencanamu sudah bagus," pemuda itu menangkup wajah [Name] kemudian mencubit gemas. "Sepertinya aku tidak salah pilih kekasih."
Ia membuang muka ke arah lain. Kemanapun asal tidak beradu tatap dengan pemuda di hadapannya. Lagi dan lagi. Todoroki berhasil membuatnya tersipu hanya dengan satu kalimat. Sialnya, ia bahkan tidak sadar bahwa perkataannya mampu membuat [Name] mempertanyakan kesehatan jantungnya.
"Wajahmu kenapa memerah?" Todoroki mendekatkan wajahnya pada [Name]. "Sepertinya kau tidak demam. [Name], kau baik-baik saja?"
Bergerak dengan insting, [Name] mendorong tubuh Todoroki menjauh. "Aku baik. Sebaiknya kita fokus pada latihannya, Shouto."
"Tapi aku benar-benar mengkhawatirkanmu, lho."
***
Mereka menang. Tidak mudah, bahkan harus menanggung luka, tapi mereka menang.
Langkah awal sesuai rencana, tapi sesuai dengan kata Todoroki. Tidak semulus itu. Darahnya berhasil mengenai Tokoyami dan Ashido, tapi akibat asam yang dikeluarkan, kemampuannya tidak bekerja maksimal. Darah dalam kapsul tidak sekuat darah segar. Singkat kata ia sempat kewalahan melawan Ashido.
Pertarungan jarak dekat melawan Ashido tidak mudah. Siswi dengan kekuatan dan kelenturan tubuh seperti Ashido memaksanya untuk bergerak lebih luwes. Namun, setelah percikan asam Ashido beberapa kali berhasil mengenai dirinya, [Name] mulai menyesuaikan tempo. Meski tidak suka, ia terpaksa melukai diri untuk memperluas jangkauan darahnya.
Di sisi lain, Tokoyami berhasil bertahan dengan mengarahkan Todoroki. Posisinya sejajar dengan posisi [Name] yang bertarung dengan Ashido sehingga mengurungkan niatnya untuk menggunakan api agar tidak mengurangi efektifitas darah [Name]. Ia tidak menderita luka berat, hanya goresan kecil ketika senjata yang digunakan Dark Shadow mengenainya.
Setelah [Name] mempersempit ruang gerak Ashido, akhirnya ia mampu menghentikan pergerakan siswi berambut merah muda itu sepenuhnya. Tokoyami terpaksa menyerah saat Ashido berada di bawah kendali [Name]. Sesaat setelah diumumkan bahwa timnya dan Todoroki yang menang, [Name] buru-buru meminta maaf pada Ashido.
"Kau keren sekali, [Name]!" seru Ashido antusias. "Andai saja aku memiliki quirk sepertimu, pasti sudah kuminta Bakugou untuk mengerjakan tugasku."
[Name] tercengang. "Kau tidak marah?"
"Tidak," Ashido menggelengkan kepala seraya memamerkan cengiran lebar. "Ini kan hanya latihan. Lagipula aku tahu kau tidak akan sejahat itu untuk mengendalikan orang lain tanpa alasan kuat."
Perbincangan mereka disela oleh Todoroki yang mencemaskan lukanya. Pemuda itu memaksanya untuk segera pergi ke ruang kesehatan karena darah yang mengalir pada lukanya belum berhenti. [Name] hanya menuruti kekasihnya tanpa protes, membiarkan dirinya dituntun bagai boneka kayu selagi mengeluarkan perban. Ia bersikeras untuk tidak dirawat oleh recovery girl.
"Kenapa?"
"Karena aku harus membiasakan diri," cetus [Name]. "Bagaimana jika aku sudah menjadi prohero dan tidak bisa bertemu dengan recovery girl setiap hari? Aku harus mengobati lukaku sendiri."
Todoroki menghembuskan napas jengah. "Kalau seperti ini terus, tubuhmu akan dipenuhi perban. Memangnya mau tubuhmu seperti mumi?"
"Kenapa tidak? Keren kan?" [Name] terkekeh melihat ekspresi tidak senang yang tampak jelas dari wajah Todoroki. "Kurasa aku harus memperkuat pertarungan jarak dekatku. Seharusnya aku bisa menghindari beberapa serangan Mina, lalu untuk bertarung dengan lawan seperti Tokoyami sepertinya aku harus-"
"Love, kau baru saja memenangkan latih tanding sore ini. Nikmati momennya," omel Todoroki sambil mengoleskan salep pada luka [Name]. "Terkadang, kau perlu melupakan langkah selanjutnya untuk meresapi masa kini. Biarkan tubuhmu merayakannya sebelum digempur dengan latihan keras. Tidak perlu berpikir berlebihan."
[Name] membasahi bibirnya lalu tersenyum, tahu ada kebenaran dalam kalimat Todoroki. "Maaf, aku hanya tidak sabar untuk segera lebih kuat."
"Aku tahu, tapi kau tidak harus buru-buru," Todoroki melilitkan perban di sepanjang lengan kanan gadisnya. Balutannya sedikit mengendur ketika gadisnya meringis. "Sakit? Terlalu kencang?"
[Name] berdesis. "Sedikit."
Todoroki kembali membalut luka [Name], kali ini memastikan bahwa lilitannya tidak seerat tadi. Puas dengan hasil kerjanya, Todoroki mengangkat kedua tangan [Name] sebatas bibir lalu menghujani tiap jengkal kulit yang terbalut dengan kecupan kecil.
"Shouto... apa yang kaulakukan?"
"Pain pain, fly away," bisik Todoroki dengan bibir masih menempel seraya menatap kekasihnya lamat. "Ibuku sering melakukannya saat aku terluka ketika latihan dan sakitnya langsung hilang. Aku ingin melakukan hal yang sama padamu."
"Kau ini!"
"[Name], aku menyadari sesuatu dari latihan bertarung hari ini," Todoroki menatapnya dengan penuh kesungguhan tanpa melepaskan genggamannya. Remasan pelan pada jemarinya menunjukkan betapa seriusnya ia saat ini.
Dahi [Name] mengernyit penuh tanda tanya. "Apa itu?"
"Baik kehidupan sehari-hari maupun saat bertarung sebagai hero, kau yang paling mengerti aku," Todoroki memandang [Name] penuh kesungguhan. Iris heterokrom seolah menelannya. "Sekarang, aku bertekad untuk menjadi kuat untuk melindungimu. Untuk menjagamu di sisiku. Kau... tidak keberatan kan?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top