8. Love Like Pianissimo
Shortlist Part
NaruHina
Masashi Kishimoto (Disc)
Hanaamj
.
.
.
.
Rate: T
Genre: Romance
Alternate Universe
Naruto's Point Of View
.
.
.
.
"Cinta seperti gerakan piano yang lembut. Bukankah itu indah?"
.
.
.
"Naruto, ingatlah pesan ibu. Kau, jadilah anak yang baik. Jangan pernah melukai atau membalas dendam terhadap siapa pun, termasuk kepada orang yang pernah menyakitimu. Ibu mewariskan piano itu padamu, sebagai tempat pecurahan hati."
Begitu mendengar lantunan piano Nocturne karya Chopin, aku langsung mengingat kata-kata mendiang ibuku. Lantunan nada itu kembali membuatku mengingat ibu, Uzumaki Kushina yang selalu memainkan piano saat masih hidup. Beliau sangat menyayangiku. Terkadang, tuts piano yang ia tekan menyiratkan dan mengeluarkan nada, yang bermakna bahwa ia sangat menyayangi diriku. Aku senang dan bisa merasakannya.
Sayang sekali, aku selalu gagal dalam bermain piano.
Jari-jariku merasa kaku dan sering kali aku salah menekan tuts yang tidak sesuai dengan not. Lagunya menjadi berantakan. Bahkan, rasanya hampa sekali ketika aku bermain piano. Mungkin karena aku tidak bisa, atau mungkin karena piano mengingatkanku pada ibuku. Tapi sungguh, aku tidak ingin mengecewakan ibuku dengan menelantarkan piano warisannya.
Sampai saat ini, aku tidak bisa bermain piano. Atau mungkin belum.
Lantunan Nocturne selesai. Aku tersadar dari lamunan dan merasakan banyak perasaan. Cukup penasaran. Aku sedang berada di koridor sekolah, dan siapa yang memainkan piano? Apakah itu berasal dari ruang musik? Kalau dari ruang musik, kenapa aku baru pertama kali mendengar Nocturne yang dimainkan seindah tadi?
Aku menghela nafas. Perlahan mulai berjalan ke arah ruang musik. Sebelum masuk ke ruangan itu, kutajamkan pendengaranku.
Hening.
Aku langung membuka pintu ruang musik. Di sana, gadis bersurai panjang warna biru gelap tengah duduk menatap langit petang. Di tangannya terdapat kertas-kertas not. Dan, ia sangat cantik diterpa cahaya jingga. Siapa dia?
Saat ia menoleh ke arahku, sontak kami berdua tersentak. Aku cukup terkejut, begitu juga dirinya yang mengetahui aku telah masuk ke ruang musik.
"Maaf mengganggu," ucapku memecah keheningan.
"Tidak apa."
Kami terdiam. Aku berjalan perlahan dan duduk di kursi depan piano. Kuhela nafasku.
Jari-jariku dengan cepat berada di atas tuts piano. Sudah lama sekali aku tidak bermain piano. Pasti yang aku lakukan nanti, aku akan membuat karya indah seseorang akan terdengar menjadi lagu jelek. Entah kenapa, aku tidak bisa menyeiringkan tempo, menekan tuts rileks dan sesuai iringan lagu, melemaskan jari bahkan menghayati lagu yang akan kumainkan. Tapi, sekali saja setelah sekian lama aku akan mencoba.
"Maaf mengganggu waktunya."
Gadis itu menatapku penasaran. Namun, setelah itu ia langsung menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Ia mengizinkanku untuk memakai piano ruang musik.
Kutarik nafas dan kuhembuskan.
Sol - Do - Do - Sol - Re - Do - Do.
"Auld Lang Syne," bisik gadis itu pelan.
Hebat. Ia langsung bisa tahu kalau aku main lagu Auld Lang Syne pakai nada yang sederhana. Lagu ini sebenarnya cukup sering dipakai latihan, karena nada-nadanya yang mudah.
Aku terus bermain. Namun, aku yakin pasti ada beberapa kesalahan yang kubuat. Mungkin bisa jadi beberapa nada yang salah atau temponya yang hancur.
Disaat jariku merasa kaku, aku berhenti. Permainan pianoku rasanya merusak telinga.
"Kenapa berhenti?"
Aku menoleh kepadanya sebentar dan mengalihkan pandangan kembali. Aku menghela nafas untuk ke sekian kalinya. Pasti gurat kekecewaan terlihat jelas di wajahku.
"Aku tidak bisa bermain piano. Hancur," lirihku pelan.
"Jangan berkata seperti itu." Ia berjalan mendekat ke arahku. Aku meliriknya. Ia tersenyum manis padaku. "Aku tahu kau punya alasan bagus dan kuat untuk bermain piano. Hal itu adalah pendorong utama seorang musisi. Beethoven? Mozart? Alferd? Kupikir mereka mempunyai kemauan yang sangat kuat, sampai nama mereka terpasang pada sejarah."
Aku tiba-tiba merasa putus asa. "Iya, aku tahu mereka adalah pianis yang hebat. Tapi kali ini, masalahnya seperti lain. Rasanya, aku seperti memang tidak ditakdirkan menjadi pianis." Akhirnya aku mengeluarkan isi hatiku pada gadis di sampingku.
"Yeah... aku tahu itu sulit bagimu." Ia menatap piano yang ada di sampingnya. "Mohon maaf untuk permisi dahulu. Akan kutunjukkan bahwa piano bisa diajak kompromi."
Aku menyingkir dari kursi depan piano. Gadis itu duduk di sana. Sudah kuduga, bahwa ialah yang memainkan lagu Nocturne sebagus tadi. Melihatnya bermain secara langsung mungkin akan membuat jantungku berdetak kencang.
Ia mengelus tuts piano pelan. Kemudian, keseleruhan jarinya ia siapkan di atas tuts piano.
Si - La - Sol#La - Do'.
Re - Do - Si - Do - Mi.
Fa' - Mi' - Re#' - Mi' - Si' - La' - Sol#' La' - Si' - La' - Sol#' La' - Do'.
Aku terpana. Ia memainkan lagu Rondo Alla Turca dengan kecepatan jari yang tepat dan penekanan yang bagus. Aku tahu, aku bukanlah penilai seorang musisi. Tapi, dilihat oleh siapa pun, semua orang pasti setuju kalau gadis di depanku ini adalah pianis yang sempurna.
Semilir angin senja meniup ruang musik dengan indahnya. Gorden bertiup melambai saat itu. Begitu pula dengan rambut panjang gadis di hadapanku. Matanya yang memejam menikmati alunan musik dari piano yang ditekannya. Sesaat aku terpana dan jatuh dalam dunia fana musik.
Sampai aku ditarik kembali kepada kenyataan, gadis itu telah mengangkat jarinya dari tuts terakhir yang ditekan. Ia membuka matanya perlahan dan menatapku dengan senyum manis terpasang pada wajahnya. Tanpa sadar, mulutku sudah terbuka sedari tadi.
"Mulai sekarang, aku akan mengajarimu bermain piano sampai kau bisa."
"Eh? Apa?"
"Kau tahu? Daisuki." Gadis itu mengatakannya sambil menggenggam lembut tanganku dengan perlahan. Aku memerah, ia juga. "Setiap hari di ruang musik aku memainkan piano untuk menarik perhatianmu. Aku tahu kau suka piano, tapi belum bisa memainkannya."
"K-kau...."
"Terimakasih telah datang ke sini. Sesungguhnya aku menyukaimu seperti pianissimo*. Kau lah alasanku bermain piano. Hyuga Hinata desu."
Gadis itu lari dari ruang musik. Ia meninggalkan aku yang masih terpaku pada kenyataan.
"Love in the first sight*?"
END
An Information:
-Words totaly: 878 words (only story)
-Pianissimo: Gerakan yang sangat lembut
-Love in the first sight: Cinta pada pandangan pertama
Author Note:
Saya benar-benar merasa aneh (gaje) sama chapter yang satu ini.
Oh iya, buat yang penasaran sama lagu-lagunya, bisa putar video dari Youtube yang telah disediakan, ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top