20. Bestfriend With Luv

Shortlist Part
Naruhina
Masashi Kishimoto
Hanaamj

.

.

.

.

Rate: T
Genre: Romance
Alternate Universe
Third Point Of View

.

.

.

.

"Apa? Sudah pulang sejak tadi?"

"Ya, benar. Aku sudah melihatnya keluar sejak tadi," balas seorang gadis dengan surai sewarna permen kapas, tanpa memperhatikan Naruto yang terlihat khawatir di hadapan pintu kelas sejak tadi. Sakura―gadis itu masih sibuk dengan tugas kelompoknya yang berantakkan di atas meja.

"Ughh ... oke," Naruto membalas. Ia mengusak rambut pirangnya yang nampak semakin memanjang. Sesekali matanya memutar gelisah dan nampak bingung. Dari pada berdiam diri, ia memilih pergi dari kelas yang bersebelahan dengan kelasnya tersebut.

Hinata, sahabatnya sejak kecil. Tumbuh semakin dewasa bersamanya. Sekolah selalu bersama. Bahkan, apapun itu mereka bersama. Bagai perangko yang melekat sejak kecil, membuat Naruto paham benar sifat gadis manis yang satu itu.

Ramah, baik hati, lugu, polos dan yang paling mengkhawatirkan itu, ia mudah sekali percaya pada orang lain. Satu tambahan lagi, yang sebenarnya Naruto sedikit malu mengakuinya, ia manis dan begitu menggemaskan. Tidak bisa pemuda itu sangkal kalau ia cukup berharap padanya.

Lupakan itu sekarang. Hinata tidak mengabarinya kalau ia akan menghilang setelah pulang sekolah. Pulang sekolah bersama adalah salah satu rutinitas mereka, ketika ada hambatan, maka akan ada kabar. Sebab itulah yang membuat Naruto bingung, mengapa tidak ada kabar datang padanya.

"NARUTOOO!" Bersamaan dengan suara yang cukup melengking itu, Sakura muncul dari balik pintu kelasnya. Ia mengintip, apakah pemuda itu sudah cukup jauh berjalan atau tidak.

"Astaga. Apa, Bucinnya Sasuke?"

Gadis yang masih bertengger di pintu itu tersipu sejenak, namun tidak lama. Ia mengatakan maksud dan tujuannya memanggil kembali pemuda yang sedang tergesa-gesa tersebut. "Aku baru ingat, tadi Hinata bertemu dengan ketua dari klub renang. Laki-laki, lho. Ahh, aku lupa namanya. Barangkali kau bisa mencari informasi." Dalam hati gadis itu terkikik geli karena membuat Naruto semakin gusar dengan menyebutkan kata 'laki-laki'.

Naruto berbalik dan mempercepat langkahnya.

"Oii! Setidaknya ucapkan arigatou padaku. Belikan cup cake sebagai rasa terimakasihmu besok!"

***

Klub renang laki-laki. Semua tahu kalau laki-laki berenang tanpa atasan, bukan? Apalagi, otot sixpack yang terlihat jelas hasil dari latihan otot yang rutin dilakukan. Menggoda iman. Para gadis bahkan sering melihat mereka latihan, bahkan sampai malam hari tiba. Jangan-jangan semua itu disuguhkan kepada Hinata yang masih polos?

"Tidaaaak! Kalau mau lihat, lihat saja punyaku, Hinata," batin Naruto sungguh ambigu.

Mengunjungi kolam renang sekolah rasanya sama saja memutar dari ujung sampai ke ujung. Sesekali Naruto mencoba menghubungi Hinata melalui ponselnya. Hasilnya tentu nihil karena saat ini ia masih merasa khawatir.

Sial sekali ia. Ada tangga yang harus dilaluinya demi mencapai tempat tujuan. Dalam hati Naruto menyumpah kesal. Semoga saja ia beruntung dan bertemu Hinata, kemudian mengajaknya pulang.

Pintu di hadapannya ia buka. Nafasnya masih putus-putus. Telinganya bisa mendengar jeritan melengking para gadis, yang Naruto yakin tidak hanya 5 atau 10 orang saja. Lebih dari itu. Membuatnya semakin pusing saja.

Surai pirang yang nampak basah dengan keringat itu ia sisir ke belakang menggunakan tangan. Matanya nampak menelusuri setiap sudut, barangkali yang ia cari ada di suatu sudut tempat ini.

"Hai." Seseorang menyenggol pelan lengannya. Naruto cukup terkejut karena hal itu.

"Hah?!" Ia menoleh. Menemukan gadis rambut pirang panjang ponytail yang berada tepat di sebelahnya. Yamanaka ino― teman sekelasnya, ia mengalihkan perhatiannya kembali kepada pemuda-pemuda yang masih latihan renang di bawah sana. Dengan senyum yang masih merekah.

"Sebelumnya aku tidak pernah melihatmu mampir ke tempat latihan renang."

"Oh, Ino, kukira siapa," jawab Naruto yang masih berusaha menghilangkan nafas terengahnya. "Aku mencari Hinata, anak kelas sebelah. Tahu, kan? Kau melihatnya?"

Ino mengeryitkan alis nampak berpikir. "Aku tahu gadis itu. Kalau aku tidak salah lihat, Kiba―salah satu anak klub renang―ah, bukan, tapi ketua klub renang laki-laki membawanya kemari. Setelah itu, ia meninggalkannya untuk berlatih. Aku kurang tahu urusan Hinata di sini, mungkin sesekali ia ingin melihat kegiatan klub renang. Tapi, aku tidak melihatnya lagi. Ah, terakhir kali kulihat ia sedang berbicara dengan Asura, senpai kelas 12."

Naruto menghela nafas kesal. Kalau Hinata ingin melihat kegiatan klub renang, seharusnya ia bisa mengabarinya, kan? Naruto sejenak berpikir, apakah ia terlalu mengkhawatirkan Hinata? Mungkinkah semua yang ia lakukan berlebihan? Tapi, dirinya tidak merasa sepenuhnya salah. Orangtua gadis itu bahkan mempercayainya untuk menjaga Hinata. Kalau saja gadis itu kenapa-kenapa, memangnya siapa yang akan disalahkan?

"Kiba? Asura? T-tunggu, rasanya ada yang tidak beres." Begitu mengatakannya, alis Ino kembali bertaut cemas memikirkan sesuatu. Ia memegang kepalanya, nampak menerawang sesuatu.

"Apa, sih? Kata-katamu itu membuatku kembali gusar, Ino."

Gadis bermarga Yamanaka itu menyilangkan tangannya menghadap Naruto. Ia memandangnya serius. "Dengarkan aku, dan jangan ragukan kemampuan berghibahku."

Naruto tidak tahu harus mengatakan apa. Mungkinkah ia harus memuji gadis di depannya? Akhirnya, ia tetap jatuh penasaran dengan apa yang akan dikatakan gadis itu padanya. "Iya, Queen of ghibah. Katakan apa yang ingin kau katakan. Aku tidak ingin berlama-lama di tempat penuh lengkingan para gadis ini."

"Apa Hinata berpacaran dengan Kiba?"

Naruto syok. "Enak saja! M-maksudku, mana mungkin."

"Asura itu penggila berat Inuzuka Kiba. Kalau berdasarkan yang kulihat tadi, Hinata sempat diantar Kiba kemari. Bukankah itu bisa membuat Asura panas? Tapi, itu hanyalah ansumsiku saja, ya." Ino menghela nafas panjang. "Sebaiknya, carilah Hinata secepat mungkin. Ini hanya untuk berjaga-jaga." Dengan tak sabar, Ino menarik kerah seragam Naruto. Ia mendekatkan mulutnya untuk membisikkan sesuatu. "Asura-senpai itu berbahaya."

"Ishh." Naruto risih dan menjauh dari Ino. "Kenapa tidak bilang dari tadi?"

"Gomen. Aku baru ingat."

Pemuda bersurai pirang itu menghela nafas lagi. "Aku tidak tahu harus mencarinya ke mana." Raut wajahnya terlihat semakin gusar dari sebelumnya.

Ino kembali berpikir sejenak― mempertimbangkan sesuatu. "Melihat Sai saat berlatih renang itu penting untukku. Tapi ... kalau  dalam keadaan begini, kubantu kau."

"Baiklah, terimakasih."

***

Naruto kembali memutuskan untuk mencari Hinata. Ia mencari gadis itu ke bagian timur sekolah dan Ino ke bagian barat. Ia sempat menelepon penjaga rumah Hinata, dan faktanya gadis itu belum tiba di sana.

Saat pemuda itu memutuskan berhenti sejenak, matanya melihat drink vending machine. Untuk menghilangkan rasa haus, ia membeli sekotak jus jeruk. Saat itu juga dering ponselnya mengusik.

Naruto mengangkatnya. "Halo. Ada apa, Ino? Sudah menemukannya?"

"Ya, tapi aku tak yakin. Saat aku tengah mencari, Asura-senpai melaluiku bersama temannya. Mungkin tidak seharusnya kukatakan ini padamu, tapi aku harus―"

"Berhenti berbasa-basi, Ino. Aku tengah khawatir."

"Maaf. Yang aku dengar adalah, "Aku tidak segan untuk menguncinya di toilet klub memanah, tapi tidak kulakukan. Toh, masih adik kelas. Kasihan. Hahaha, tempat itu benar-benar jarang dilalui." Kurasa kau bisa mengecek toilet di sana lebih cepat, karena ada di area timur. Kumohon jangan kecewa kalau kau tidak menemukannya di sana. Ini hanya saran berdasarkan yang aku dengar."

Pemuda bermata sewarna biru laut itu menggertakkan gigi. "Terimakasih informasinya." Selesai mengatakan itu, ia mematikan ponselnya. Segera bergegas dan membuang sampah  kotak jus jeruk yang telah diremuknya tadi.

***

Gadis dengan perawakan mungil dan ramping itu berjalan terseok. Tangannya menapak gemetaran pada dinding toilet sisi luar, berusaha menahan tubuh agar tetap berdiri menjaga keseimbangan. Matanya kosong memikirkan sesuatu dan nampak sembab.

"A-aku tidak tahu..."

Bibirnya menahan gemetar isak tangis yang akan tumpah. Sekarang terlihat nafasnya yang berat karena rasa sesak di dada. Ketika air matanya akan tumpah, seseorang menghapus air matanya begitu pelan. Begitu terasa pelan dimakan waktu. Begitu halus. Gadis itu terpana―terdiam sejenak dengan kelopak matanya yang melebar.

"Hinata ... jangan menangis..."

Hinata ingat sentuhan ini. Begitu pelan seakan melindungi. Begitu lembut akan kasih sayang. Begitu terpana, membuatnya makin merasa sesak. Ia tidak bisa menghentikan air matanya saat itu juga. Ia rasa, ia membutuhkan sandaran.

Naruto―seseorang itu memeluk Hinata dari sisi kirinya. Tidak peduli bahwa rambut dengan warna biru gelap itu telah kuyup, yang entah karena cairan apa. Mendekap―menyalurkan kehangatan. Kepala pemuda itu berada di atas kepala Hinata. Seolah gadis itu memang benar-benar mungil dan perlu dilindungi. Ia mengusap pelan punggungnya.

"Huu ... huu ... Naruto-kun."

"Ya, tenanglah. Aku ada di sini," balasnya pelan.

"Aku ... aku tidak tahu apa-apa."

"Ya, aku tahu. Itu bukan salahmu."

"Percayalah, aku tidak tahu kalau Kiba-san punya orang yang harus ia jaga hatinya. A-aku tidak bermaksud berduaan―"

Bibir gadis itu terbungkam. Rasanya begitu hangat dan semakin lama semakin mendebarkan. Naruto menciumnya. Begitu pelan sama seperti semua perbuatan yang ia lakukan sebelumnya. Diam-diam ia mengusap jejak air mata yang hampir mengering di pipi sahabat kecilnya itu.

Detak jantung mereka menggila bersamaan.

Hinata hanya bisa terdiam. Memejamkan mata reflek dan akhirnya terus memejam karena tidak berani menatap wajah pemuda di hadapannya yang begitu dekat ini. Wajahnya memanas dan merambat ke pipi-pipinya. Perasaan apa ini?

Mereka begitu terbuai.

Sial! Apa yang kulakukan?! Duh, bagaimana ini?

Karena merasa akal sehatnya kembali, pemuda bermata sebiru laut itu melepaskan ciuman mereka dengan pelan dan gerogi. Ia masih bisa merasakan bahwa detak jantungnya masih saja menggila. Berpaling ke segala arah, asal jangan pada sahabat manisnya. Merutuki diri, kenapa ia bisa lepas kendali.

Malu. Malu. Malu. Satu kata itu benar-benar menguasai Hinata. Ia menunduk sedalam-dalamnya. Poni ratanya yang basah menghalangi pandangan gadis itu― tak apa, karena ia rasanya tidak akan sanggup kalau bertatap mata dengan Naruto. Jarinya bertaut gelisah dan kembali menggigit bibir bawahnya. Ciuman tadi masih begitu terasa dan terngiang di pikiran. Membuat rasa yang menggelitik di perut. Namun, kenapa Naruto melakukan itu padanya? Walaupun, tiada niatan gadis itu untuk menolak.

"Eungg//Etto ..."

Sontak mereka bertatapan, namun kembali memalingkan wajah.

"M-mau pulang bersama? S-seperti biasa," tawar Naruto, berusaha mencairkan suasana.

"Boleh ..."

END

1. Information:
-Jumlah kata: 1535 kata (jumlah kata dalam cerita saja)

2. Author Note:

Saya tahu cerita ini sudah sungguh berdebu. Karena sementara ini masyarakat diharuskan menetap di rumah kalau tidak ada urusan penting, saya memutuskan menulis ini.

Jaga kesehatan ya semua. Semoga kita terhindar selalu dari musibah dan penyakit yang tidak diinginkan. Aamiin ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top