14. Sloven And Clean Freak (2)
Shortlist Part
NaruHina
Masashi Kishimoto (Disc)
Hanaamj
.
.
.
.
Rate: T
Genre: Romance
Alternate Universe
Third Point Of View
.
.
.
.
"Setelah merasakan kehilangan, saat itulah kita sadar betapa berharganya sesuatu itu."
.
.
.
.
"Sudah lima tahun, ya?"
Di kamar megah, bersih dan rapi tersebut terlihat pemuda yang tengah menggenggam sebingkai foto. Komputer yang ia gunakan bekerja masih menyala. Ia tunda pekerjaannya untuk sekedar merenung dengan menggenggam sebingkai foto, ditemani pula cahaya bulan malam. Merenung saat ini nampaknya lebih baik dibanding terus terpaksa begadang hanya sekedar mengurus perusahaannya. Namun, sayangnya itu kewajiban pemuda tadi.
Uzumaki Corps. Perusahaan yang didirikan 10 tahun lalu oleh Namikaze Minato―ayah dari Uzumaki Naruto. Tadinya, Minato yang tidak memiliki harapan pada anak semata wayangnya itu akan menyerahkan perusahaan tersebut kepada keponakannya―ditambah lagi, Naruto tidak merasa keberatan. Tapi, sekarang sudah berbeda. Pemuda itu telah berubah.
Naruto yang tadinya pemalas, jorok, cuek sekarang telah berubah menjadi Naruto yang berkharisma, giat bekerja dan bisa diharapkan. Namikaze Minato dan Uzumaki Kushina menangis saat anaknya berubah perlahan, hal itu bagaikan anugerah untuk pasangan orangtua tersebut.
Pemuda bersurai pirang itu menyadari ada yang salah dari dirinya setelah ditinggal sang kekasih, lebih tepatnya mantan. Entah karena kepalanya terbentur, atau memang ia benar-benar niat dari hati. Sebelumnya, memiliki rumah mewah dengan segala aturan dan tata krama membuatnya jengah. Sehingga, ia memutuskan menyewa apartemen murah untuk bebas dan hidup bermalasan sesukanya.
Sekarang telah berbeda. Naruto sudah menjalani hidup dengan lebih baik. Tapi, ia kehilangan gadis yang dicintainya. Bahkan sampai sekarang, ia tidak pernah mendengar kabar satu pun tentangnya. Berbeda dengan Naruto yang kabarnya sudah tersebar ke seluruh berita tentang pengusaha berjaya. Kehilangan yang ia rasakan, terasa sakit dan sesak bagi pemuda pirang itu. Terkadang, ia menyalahkan dirinya sendiri. Andai saja ia mendengarkan Hinata sekali saja. Andaikan ia tidak cuek. Andai saja ia tidak membuat mantannya kecewa. Serta, masih banyak lagi andai lainnya. Penyesalan itu ... datang belakangan.
Tapi, yang namanya Uzumaki Naruto tidak akan pernah menyerah. Pemuda itu masih terus mencari kekasihnya―mantannya, sampai saat ini. Hubungan yang diputuskan secara sepihak itu membuatnya tidak rela menyebut kata 'mantan'. Ia pun tidak pernah mempunyai niatan untuk move on.
Satu hal lagi. Naruto yang sekarang tidak akan berbeda dengan Hinata yang dulu. Faktanya, pemuda itu telah menyukai kebersihan.
***
Gadis yang tadinya bermarga Hyuga itu menyalakan komputer di ruangan gelap. Tanpa peduli penampilannya yang jauh dari kata baik, ia memulai hobinya---bermain otome game.
Di kehidupan sebelumnya, gadis bersurai biru kelam itu adalah lulusan kuliah dan menjadi S.psi.―disebut juga Sarjana Psikologi. Setelah itu, ia mulai bekerja menjadi manager atau pimpinan usaha di salah satu cabang perusahaan ayahnya. Merasa frustasi dengan banyak pekerjaan, tekanan di rumah maupun orangtua, serta tidak ada yang bisa mengerti dirinya, ia menjadi gadis anti-sosial. Ia jalani hidupnya dengan bekerja tanpa berbaur dengan orang sekitar. Sayangnya, hal tersebut semakin menambah beban pikiran dan menekan batinnya. Ia terpuruk.
Sampai berakhir seperti sekarang. Menjadi pengangguran, mengisolasi diri di apartemen kumuh, tidak berniat mengenal siapapun, dan bermalas-malasan ditemani komputer. Hidupnya berantakan. Meskipun begitu, gadis itu tetap bisa mendapatkan uang. Adiknya―Hyuga Hanabi adalah satu-satunya yang tahu kondisi serta tempat tinggal kakaknya itu. Dengan segenap permohonan gadis pengangguran itu, ia meminta adiknya untuk merahasiakan hal tersebut dan meminta dirinya mengerti. Hanabi dengan berat hati melakukannya.
Namun, di sebelum itu, gadis yang tadinya bernama Hyuga Hinata itu merubah namanya menjadi Hyuga Akana. Hal tersebut sudah terjadi semenjak dirinya menjabat menjadi manajer. Dengan sedikit kekuasaan orangtuanya, nama Hinata berubah menjadi Akana. Dan sekarang, mungkin namanya hanya Akana. Sebab, entah orangtuanya masih menganggapnya sebagai Hyuga atau tidak.
Di sini, kita panggil gadis ini dengan nama aslinya.
Hinata sudah lama menghapus data dirinya. Tentu, dengan uang yang tadinya ia punya. Sekarang, uang yang ia punya hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari dan membayar sewa―itu pun pemberian adiknya.
Namun, dibanding dengan kehidupan sebelumnya, Hinata merasa nyaman hidup tanpa beban. Sekali pun rasanya mengerikan.
Hinata tertawa pelan sesaat. Matanya berbinar di gelap malam. Sesekali ia bersenandung senang. Otome game layaknya sumber kebahagiaan. Tapi, ada hal yang mengganggunya.
"Aku lapar. Stok makanan sepertinya sudah habis."
***
Malam-malam Naruto keluar. Niatnya hanya mencari angin segar―jengah terus berada di depan tumpukan dokumen, tapi begitu mengetahui stok ramen instan habis, ia juga berniat pergi ke supermarket. Makanan di lemari es memang ada banyak dan bermacam-macam, tapi hidup Naruto tanpa ramen rasanya hampa.
Kakinya terus melangkah. Ia mengeratkan jaketnya. Hari yang semakin malam terasa semakin dingin. Sekarang ia mempercepat langkahnya, sampai supermarket tampak di depan mata.
Jam sudah menunjuk pukul 22.10. Ternyata masih ada beberapa orang yang berlalu lalang. Naruto bersyukur mengetahui hal tersebut. Setidaknya, ia tidak sendirian keluar di tengah malam. Tanpa berpikir panjang, ia langsung masuk ke tempat tersebut.
"Selamat datang," sapa petugas kasir ramah. Dibalas anggukan oleh pemuda pirang tersebut.
Matanya melihat tempat jejeran berbagai jenis ramen. Ia tersenyum sumringah. Tangannya sudah membawa keranjang belanja, dan bersiap untuk membeli banyak ramen yang ada di sana.
Ia mulai mengambil ramen. "Rasa yang ini sepertinya pedas dan menantang," gumam pemuda itu. Tangannya memutar balik berulang kali bungkusan ramen dengan kemasan warna merah. Sesekali ia menatap harga dan tulisan pada kemasan.
Melakukan hal tersebut berulang kali, sampai Naruto tidak sadar, di sampingnya terdapat seorang gadis. Sampai ia menyenggol dan menginjak tepat di bagian kaki gadis tersebut.
"Kyaaa!" teriak gadis itu refleks. Suaranya begitu kencang. Membuat Naruto yang sudah terkejut menjadi semakin kaget.
"Eh?! K-kau tidak apa?" tanya Naruto khawatir. Gadis di depannya berjongkok mengusap kaki. "Maafkan aku. Sungguh, aku tidak sengaja," sambung ucapannya. Tapi, tidak digubris. Gadis dengan hoodie menutupi kepala tersebut masih meringis dan sesekali merengek lantaran kakinya masih terasa begitu nyeri.
"Be―"
Naruto menyela, "Ya. Ayo, katakan saja permintaanmu. Aku akan mendengarkannya. Sebagai permintaan maaf, aku akan melakukan permintaanmu. Ayo, apa saja. Tapi, maafkan aku."
Gadis yang tadinya menunduk, kini mendongak lantaran mendengar celoteh Naruto yang amat cerewet. Mata sewarna perak itu memandang bingung sekaligus kesal. Sampai akhirnya ia menghela nafas. Mengerti, bahwa pemuda tersebut mengkhawatirkannya.
"Berat badanmu, berapa?"
"Hah?" Pemuda dengan surai pirang itu bingung. "Terakhir kali, sepertinya 70 kilogram." Pada akhirnya ia tetap menjawab. "Kenapa bertanya soal itu?"
"Bukan apa-apa. Jari kakiku sepertinya sedikit terpelintir. Kau lumayan berat." Gadis tersebut berusaha bangkit dengan menahan satu kakinya. Naruto yang melihat itu membantunya untuk bangun.
"T-terpelintir?" Naruto melongo.
"Tidak apa. Aku masih bisa berjalan walau tertatih." Gadis itu mengambil keranjang belanjanya.
Naruto memerhatikan gadis yang tengah berjalan membelakanginya. Nampak dari cara berjalan, ia pasti masih merasa kesakitan akibat ulahnya. Mana mungkin Naruto membiarkan ia pergi begitu saja.
Sigap. Naruto menarik satu tangan gadis tersebut pelan. Sedangkan yang ditarik tentu menoleh dengan raut wajah sedikit terkejut.
"Ada apa lagi?" jawabnya tidak minat. "Bisa tolong lepas tanganku?" Ia melirik tangannya.
Pemuda pirang itu menyadari perbuatannya. Ia terlonjak. "Uwah, maafkan aku." Dirinya refleks melepaskan tangan gadis itu. "Bagaimana kalau duduk dulu? Di sekitar sini ada apotek. Aku akan mengobatimu."
Gadis tersebut menghela nafas. "Sudah kubilang aku―"
"No."
Dengan begitu, akhirnya mereka jadi duduk di depan kursi panjang yang disediakan di depan supermarket.
Naruto baru saja datang setelah sebelumnya ia mampir ke apotek. Kedua tangannya membawa kantung belanja. Satu membawa obat dan satunya lagi minuman kaleng.
"Maaf lama." Pemuda dengan surai pirang itu meletakkan kedua benda yang dibawanya di atas kursi. "Ini salep, yang kuharap bisa meringankan rasa sakitnya." Ia berjongkok di hadapan gadis yang tengah duduk di kursi. "Bisa tunjukkan kakimu yang sakit?"
Gadis tersebut berpikir sejenak dan tampak risih. "Terimakasih atas salepnya. Biar aku saja yang mengobati kakiku sendiri." Ia meminta salepnya dari Naruto. Pemuda itu mengiyakan.
Naruto tetap menunggu gadis tersebut sanpai selesai dengan kegiatannya. Sampai ia akhirnya berbicara, "Sepertinya sudah, kan?"
"Iya... terasa lebih baik."
"Boleh kutahu namamu?"
Gadis itu menoleh cepat dan menatap pemuda yang duduk di sampingnya.
"Maaf... aku tidak―"
"Akana. Namaku Akana. Namamu?"
"Oh... salam kenal, Akana. Namaku Uzumaki Naruto. Biasa dipanggil Naruto," ucap pemuda tersebut memperkenalkan diri. Ia tersenyum lebar, menampakkan gigi-gigi yang tersusun rapi.
Uzumaki Naruto? Mengapa namanya tidak asing?
"Oh ya, kubelikan minuman lemon. Vitamin C bagus untuk daya tahan di cuaca yang tidak menentu ini." Naruto menyodorkan minuman kaleng dengan rasa lemon. Akana menatap minuman tersebut ragu, walaupun pada akhirnya ia menerimanya.
Naruto mulai meminum minuman kaleng yang tadi ia beli. Matanya melirik gadis di sampingnya yang masih terdiam menunduk, sambil menatap kosong minuman di tangannya.
"Kenapa tidak diminum?" Naruto bertanya. Sejenak ia menyadari, kalau mereka hanyalah orang asing. "Aah... tidak perlu khawatir. Aku tidak meracuni minuman itu. Lihatlah," ucapnya sambil menujuk ke arah kamera CCTV yang terdapat di atas tiang. Lalu, ia menunjukkan wajahnya langsung ke arah kamera dan melambaikan tangan seolah berkata, Hai, senang bertemu denganmu, pengawas kamera!
Hal yang dilakukan Naruto, membuat Akana tersenyum geli. Keraguan yang ada di hatinya perlahan sirna. Melihat tingkah Naruto, seakan membawa ke sebuah nostalgia bersama seseorang―yang entah mengapa ia lupa siapa.
"Iya, ya, baiklah. Aku akan minum. Terimakasih...." ucap gadis dengan penutup hoodie tersebut. Ia tersenyum ramah kepada Naruto, membuat pemuda itu tersenyum hangat―menyadari bahwa, gadis di sampingnya baru saja tersenyum setelah beberapa waktu memasang ekspresi tidak nyaman. Naruto tahu itu.
Dan seandainya mereka sadar bahwa mereka adalah mantan.
END (2)
1. Information:
Words totally: 1478 words (only story)
2. Note:
Sudah lama sekali tidak update. Sekalinya update malah endingnya tidak jelas.
Saya ucapkan terimakasih kepada readers yang sudah membaca.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top