Mike dan Mia
By : dewinorma
***
Mia menggertakkan gigi menahan sakit di sekujur tubuhnya. Beberapa jam yang lalu sekelompok pria memukul dan menculiknya. Membawanya ke tempat mewah ini.
Bukan hanya Mia, di tepat ini ada lima wanita termasuk dirinya dan lima pria. Semua wanita berkisaran pada rentang usia yang sama, antara 19 hingga 22 tahun. Sedang yang pria berkisar usia 25 sampai 27 tahun.
Beberapa jam di tempat ini, Mia yang paling sering ditampar atau dipukul. Dia disiksa karena hal sepele, seperti tidak menurut, selalu menjawab setiap instruksi yang diberikan dan selalu memberontak untuk kabur setiap ada kesempatan.
Sepuluh manusia itu diikat dan dibungkam, dikumpulkan pada satu ruangan. Satu demi persatu dibawa keluar. Hingga tiba saatnya Mia yang di seret keluar. Dia dibawa ke sebuah kamar yang hampir seperti salon, beberapa orang yang mengenakan seragam hitam menyambutnya, menariknya dan melepas pakaiannya dengan paksa. Ada tiga orang, dua wanita dan satu pria.
Mia memberontak, bergerak ke sana kemari sekuat tenaga. Akhirnya pukulan berkali-kali kembali mendarat di tubuhnya.
Mereka memandikan Mia setelah berhasil menanggalkan seluruh pakaian Mia, Mia dibersihkan, setelah itu mandi air bunga, sangat harum dan menyegarkan.
Mia selalu memasang wajah waspada, dia menatap setiap orang yang menyentuhnya dengan tatapan curiga. “Apa yang kalian lakukan padaku? Aku mohon, biarkan aku pulang.”
Tidak ada jawaban, yang ada sikap kasar sebagai balasan dari pertanyaan dan permohonan Mia. Setelah prosesi selesai, Mia dibalut dengan jubah mandi dan digiring keluar kamar mandi. Dia dipaksa duduk menghadap kaca dan diam menurut. Saat banyak tangan yang mulai mengeringkan rambutnya dan beberapa merapikan kuku tangan dan kakinya, dia mulai mengerti. Aku akan dijual.
Proses panjang dia lalui, mereka mengobati luka, merias wajah, kukunya menjadi sangat memesona. Mia di tarik menuju ruang ganti dan mengenakan gaun panjang dengan bahu terbuka. Mia sedikit terpana dengan dirinya sendiri, bisa secantik ini hanya dengan polesan bedak saja.
Menutup lebam di pipi dengan sangat sempurna.
Sesaat kemudian, Mia tersadar saat dorongan kasar memintanya keluar dari ruangan dan digiring ke mobil hitam. Di mobil dia tak sendiri, ada satu pria yang tampaknya juga senasib dengannya. Mia hanya menatapnya sesaat. Mia lalu tertunduk meremas tangannya sendiri atas apa yang akan terjadi padanya malam ini.
Pria di sampingnya tidak jauh beda. Dia juga terdiam dan tampak tertekan. Sesaat Mia dan pria itu menghela napas hampir bersamaan, sedetik kemudian mereka saling menatap.
“Aku Mike. Kamu?” Mike membuka suara.
Mia menundukkan kepala. “Mia.”
Di kursi belakang, memang hanya ada mereka berdua saja. Dengan wajah dan tampilan bersih, serta memesona. Tapi, semua itu tidak mampu menutupi rasa takut di hati mereka masing-masing.
Mobil berjalan cukup jauh. Mereka melewati hutan belantara, tampak gelap dan menyeramkan. Pepohonan berjajar rapi seperti memang di atur sejak awal. Perjalanan panjang itu berakhir pada sebuah gerbang dengan motif naga meliuk-liuk di puncak tertingginya.
Gerbang itu terbuka dan mobil masuk. Melewati sebuah taman yang entah seberapa luasnya. Mereka berhenti pada sebuah mansion mewah. Mia dan Mike sempat terpana dengan megahnya bangunan di depan mata mereka. Tapi, keterpanaan mereka buyar kala pintu di samping Mia terbuka. Menampilkan wajah bengis yang sangat menakutkan. Mia mencoba menahan diri saat tangan besar pria bengis itu memaksanya keluar. Gagal, Mia masuk dengan langkah kaki yang setengah terseret. Mike ada di belakangnya.
Mereka masuk, tampilan dalam mansion ini, jauh lebih mewah dari apa yang mereka perkirakan. Mike di giring memasuki sebuah kamar. Sedang Mia ke ruang tengah. Sesaat Mike dan Mia saling melempar tatapan.
“Dia selimutku?” Seorang pria tinggi dengan tubuh besar turun dari tangga. Dia mengarahkan tatapannya pada Mia.
Mia melebarkan matanya, dia mundur dengan perlahan dengan tubuh gemetar. Pria bengis yang menariknya tadi berdiri di belakang, punggung Mia membentur dada pria itu. Dia mendorong Mia maju hingga tersungkur.
Pria besar yang sebelumnya menuruni tangga sudah jongkok di depan Mia, dia tersenyum dan mengelus pipi Mia pelan. “Hallo, Manis.”
Mia menggigit bibir bawahnya dan terus berusaha menjauhkan diri. Pria itu meraih tangan Mia dan mencengkeramnya kuat. “Kau harus terbiasa denganku. Karena malam ini, kau milikku.”
Dia bernama Tiger, pria mapan dengan bisnis ilegal. Jual beli barang haram yang di sebut dengan Love Red. Jenis barang keras yang terbuat dari campuran heroin dan ganja.
Tatapan mematikan Tiger terhenti, kala seorang wanita cantik menuruni tangga yang sama dengan Tiger sebelumnya. Wanita itu menatap Mia dengan kebencian yang tidak terukur besarnya. Mia hanya mampu menunduk tanpa melakukan apa pun, dia terlalu takut untuk sekedar mengangkat wajahnya sendiri saat ini.
Tiger berdiri, dia menatap pria bengis. “Bawa dia ke kamarku.” Instruksi singkat Tiger pada anak buahnya. Setelah itu, dia berjalan menjauh, entah ke mana dan akan melakukan apa.
Mia dipaksa berdiri dan melangkah menaiki tangga. Dia tiba di sebuah kamar yang lima kali lipat dibanding kontrakkannya. Lagi-lagi Mia terpaku, menikmati kemewahan yang tersaji dengan percuma. Si pria bengis menarik Mia untuk duduk di sofa samping ranjang.
Mia duduk, dia terdiam untuk beberapa puluh menit. Hingga Tiger kembali dan duduk di samping Mia. Di saat bersamaan, si pria bengis meninggalkan Mia hanya berdua dengan Tiger dan menutup pintu kamar itu pelan.
Tiger mengangkat tangannya lalu membelai pipi Mia. Mia mengerut penuh ketakutan, Tiger mencengkeram rahang Mia. “Ini pengalaman pertamamu?”
Mia menunduk tanpa memberi jawaban apa-apa.
Tiger mendekat. Dia mengendus rambut Mia sambil memejamkan mata. “Sekedar info. Aku sangat tidak suka ada suara. Apa pun itu, teriakan, keluhan sakit, bahkan rintihan nikmat sekalipun.”
Mia mengeratkan tangannya dengan kuat, dadanya berdegup kencang. Sedetik kemudian dia meneteskan air mata.
“Aku juga tidak suka suara tangisan. Kau boleh menangis, aku tidak akan melarang. Tapi, tanpa suara” Tiger menjauhkan wajahnya, dia tersenyum. Terlihat tampan tapi tatapannya seperti hewan buas mengunci target.
Tiger membelai pipi Mia, lalu beralih ke kepala. Tiger menarik rambut Mia dengan kasar. Refleks suara rintihan keluar dari bibir Mia. Tiger menjambak rambut Mia semakin kuat, dia mengeraskan rahang. “Kau tuli, aku bilang aku benci pada suara.”
Mia menagis dia terisak dengan suara lirih, setengah mati dia menahan suara itu, tapi tetap saja terdengar oleh telinga Tiger.
“DIAM!” Tiger berdiri dan menarik Mia, melemparkan tubuh rapuh itu ke lantai. Tiger mendekat lalu kembali menjambak rambut Mia dengan kuat.
Mia menangis sambil memejamkan mata, dia terisak. Tiger geram karena suara tangisan Mia. Tiger menampar Mia berulang kali, memukul Mia dengan kepalan besarnya hingga gadis itu hilang kesadaran.
Tiger menghela napas kasar, dia melangkah menjauh meninggalkan Mia yang tersungkur di sudut ruangan.
Delapan jam terlewati dengan cepat. Matahari telah merayap naik, menyinari bumi dengan triknya. Mia mengerjapkan mata, merasakan luka dan rasa sakit yang menusuk semua bagian tubuhnya.
Dia mencoba duduk dan mengamati kamar ini, Mia masih mengingat dengan jelas apa yang sudah di alaminya semalam. Mia meneteskan air mata, sambil merasakan tiap lukanya.
Tak lama, pintu kamar itu terbuka, menampilkan si pria bengis yang melangkah mendekatinya. Mia mundur dan menundukkan kepala penuh ketakutan. Pria itu memaksa Mia untuk berdiri dan menariknya keluar kamar. Mereka berjalan keluar, menuju mobil yang semalam membawa Mia ke tempat ini. Di sama Mike menyambut Mia dengan tatapan iba, dia meneliti luka yang ada di tubuh Mia. Sekilas Mike dan Mia bertemu mata.
Mia duduk di sebelah Mike, dia menundukkan kepala sambil terus menangis. Di bawah mantelnya, Mike meraih tangan Mia dan menggenggamnya erat. Mereka tidak saling menatap, Mike memilih terus melihat luar dan meliarkan diri dengan pikirannya.
Mia diam, dia mengeratkan genggaman dan perlahan menghentikan tangisan. Ada kekuatan untuk dirinya lewat genggaman itu.
Perjalanan panjang mereka berakhir pada tempat yang sama, tempat yang menyekap mereka semalam. Mia dan Mike di giring menuju lantai dua, kamar yang berbeda dengan yang mereka tempati kemarin.
“Istirahat, 36 jam lagi kalian akan ke tempat yang berbeda,” ucap salah satu wanita dengan wajah dingin sambil membuka pintu kamar. “Ranjang kalian yang paling sudut.” Wanita itu menunjuk dua ranjang di ujung.
Dalam kamar itu tidak hanya Mike dan Mia, ada beberapa orang di sana yang menyambut kedatangan mereka dengan tatapan tajam.
Hanya sesaat, mata-mata itu kini mengabaikan mereka. Mike berbalik menyentuh lengan wanita berwajah dingin dan menghentikan langkahnya. “Boleh saya minta kotak P3k, tidak lucu jika 36 jam lagi dia menemui klien dengan wajah seperti itu, klien pasti akan kecewa.”
Wanita itu menatap Mia sesaat, lalu mengalihkan tatapannya pada Mike. “Tunggu di sini.” Wanita itu berbalik lalu meninggalkan kamar. Dia mengunci pintu. Mike berdiri di samping pintu tanpa bergerak, dia menunggu hingga wanita itu kembali dan membawakan apa yang dia minta.
Wanita itu memberi apa yang di minta Mike melalui lubang kecil di bagian bawah pintu. Mike berjalan mendekati Mia dan membantunya berjalan. Mereka menuju ranjang ujung, Mike mendudukkan Mia lalu berlutut di depannya.
Sebagai permulaan tatapan mereka, Mike tersenyum damai. “Kamu harus kuat, oke.”
Perlahan Mia menganggukkan kepala, dia menetap kesungguhan di dalam mata Mike. Pria yang baru di kenalnya semalam dan perkenalan mereka bukan perkenalan yang normal.
Mike tersenyum. Dia berdiri lalu merapikan rambut Mia, menyibaknya hingga tak lagi menutupi wajah dan luka Mia. Perlahan dan dengan lembut.
Mike sudah selesai membersihkan dan mengobati luka Mia. Mike menatap mata gadis itu. “Beri aku waktu sepuluh hari lagi. Aku harus mempelajari banyak hal sebelum merencanakan kabur dari sini. Kamu mau ikut aku kan nanti?”
Mia kembali mengangguk tanpa suara, air matanya kembali mengalir dan Mike mengusapnya dengan lembut. “Tidurlah, kamu harus menjaga tubuh dan kekuatanmu sampai hari itu tiba.”
Mia merebahkan tubuhnya, Mike menyelimuti tubuh Mia lalu duduk di ranjangnya sendiri, tepat di sebelah ranjang Mia. Dia menatap Mia sambil menghela napas pelan. “Aku harus membawanya kabur, tapi bagaimana caranya.”
Hari telah terlewati, banyak yang telah di pelajari Mike. Dia mengingat jalan setiap mereka keluar, jalan yang mereka lalui, meski setiap waktu selalu berbeda.
Mike juga menghafal setiap kebiasaan penjaga, yang jumlahnya puluhan itu. “Tidak mungkin jika kabur saat di sini,” gumamnya pelan.
Perjalanan mereka terulang terus menerus. Mia terlalu sering berakhir di tangan pria gila, hingga Mike merasa semakin tertekan dengan dirinya sendiri. Dia harus cepat menyelesaikan semua ini. Dia ingin membawa Mia lari dari tempat ini. Dia mengingat dengan jelas, wajah gadis cantik penuh senyum yang dia temui tiga bulan yang lalu, wajah bahagia Mia. Mia penjaga perpustakaan, Mike pertama melihatnya hari itu dan itu membuat Mike terus ingin kembali. Dia menghabiskan waktu di perpustakaan hanya untuk menatap senyum Mia. Mia tidak mengingatnya, tapi senyum Mia sudah terpatri dengan jelas dalam kepalanya. Kini, Mike merindukan senyum itu.
Mia terlelap, dengan wajah lelah dan penuh kesedihan. Mike menundukkan kepala, dia menangis dalam hatinya. Menyaksikan gadisnya terluka dengan cara yang tidak manusiawi.
Mia membuka matanya pelan, dia menatap Mike yang tengah duduk menatapnya. Mia duduk dan meraih tangan Mike. Mia mencoba tersenyum menguatkan apa pun yang melintas di kepala Mike.
Mike membalas senyuman Mia. Mike menatap sekitar, lalu mendekat. “Bersiaplah, malam ini kita lakukan.”
Mia menganggukkan kepala. Mike menghela napas sambil mengeratkan genggaman tangan mereka. Hatinya berdoa, bahwa semua apa yang di rencanakannya akan berjala lancar dan membawa kebebasan untuk mereka.
Tak lama suara pintu terbuka mengejutkan mereka, Mike dan Mia melepas genggaman dan seketika berdiri sama dengan yang lainnya. Empat orang pria besar masuk dan membawa Mike dan Mia seperti biasanya. Mereka di bawa ke ruangan yang lebih bisa di sebut ruangan paling normal di sini, ruangan yang penuh manusia yang sedang di rias dan di persiapkan untuk di suguhkan pada pria hidung belang, ataupun wanita kaya yang mencari pelarian.
Semua berlangsung sebagaimana biasanya, Mike dan Mia selesai dengan tampilan menakjubkan sama seperti sebelumnya. Mereka turun dan memasuki mobil hitam yang setia membawa mereka menumu tempat paling menyakitkan bagi keduanya.
Sesaat Mike menatap Mia dan menganggukkan kepala pelan, mereka telah jauh dari lokasi markas. Yang bersama mereka hanya empat orang. Dua pria di bagian depan dan dua pria lagi di bagian belakang.
Mika telah menyembunyikan gunting di balik jasnya saat di ruangan make up tadi. Dengan cepat dia berbalik dan menusukkan benda itu ke leher kedua pria di belakangnya. Sedang Mia, dia mengumpulkan keberanian lalu melepas kedua sepatu High heelsnya dan memukulkan dengan sekuat tenaga pada dua pria di depannya. Mobil oleng dan teriakan kesakitan pria di belakang menghentikan laju mobil secara tiba-tiba.
Mike mampu mengontrol diri hingga tidak tersungkur karena penghentian mendadak ini. Mike menusukkan gunting itu ke leher masing-masing pria yang duduk di depan dengan cepat.
Sebuah tarikan kiat pada rambut Mia berasal dari salah satu pria di belakang, menimbulkan teriakan dari gadis itu. Mike berbalik lalu menusuk kembali dengan gerakan cepat. Dia turun dan menarik tubuh pria yang di belakang dengan cepat dan tanpa perlawanan. Mereka terkapas tidak berdaya sambil memegangi luka masing-masing.
Mike ke depan dan melakukan hal yang sama, salah satunya sedikit melawan Mike menikamkan dengan refleks saat perlawanan itu terjadi.
Mike masuk ke kursi kemudi setelah mengambil senjata juga dompet dari keempatnya. “Tutup pintunya.” Mia bergerak menutup pintu dengan cepat, lalu mobil menjauh dengan kecepatan tinggi.
Mia pindah duduk di depan dengan melewati sela di samping kursi kemudi, dia mengenakan sabuk pengaman lalu menggenggam talinya dengan erat.
Mike melirik Mia sesaat, lalu menambah kecepatan. Cepat atau lambat akan ada mobil yang mengejar mereka, Itu bisa di pastikan.
Mobil menjauh melewati hutan belantara hingga tiba di jalan raya. Pagi menyapa, Mia terlelap di kursinya dan jas Mike menjadi penghangat tubuhnya. Mike berhenti saat mereka sudah ada di pesisir pantai. Dia terdiam menatap matahari terbit, sangat indah.
Mia terbangun, dia menghela napas lalu ikut menikmati apa yang Mike nikmati.
“Lapar?” Mike menatap Mia.
Mia tersenyum, manis seperti saat dulu Mike jatuh cinta karenanya. Mia menganggukkan kepala.
Mike tersenyum, dia kembali menjalankan mobil. “Kita isi bahan bakar dulu, setelah itu makan, allu mencari kapal untuk pergi dari sini.”
Mereka menuju SPBU lalu mengisi bahan bakar, beberapa menit kemudian pengisian selesai. Mike berlari sebentar untuk membeli roti dan air mineral. Dia tidak ingin Mia kelaparan saat mencari tempat makan.
Mike kembali, memberikan roti dan air mineral itu pada Mia, lalu kembali menjalankan mobil.
Di belakang mobil mereka, ada dua mobil hitam yang sontak membuat mata Mike melebar. Dia menambah kecepatan hingga membuat Mia merasa ada yang aneh. Mia menoleh dan melihat ada dua mobil sedang mengejar mereka. Mia menatap Mike yang terlihat fokus pada jalan raya sesaat, Mia berharap semua akan baik-baik saja.
Mike mengeraskan rahangnya. Dia tidak boleh tertangkap, apa pun yang terjadi. Adegan kejar-kejaran pun terjadi.
Mobil di belakang mereka berhasil mendahului, saat itu mobil yang kini sudah di depan mereka sengaja menginjak rem dengan tiba-tiba. Mobil yang di kendarai Mia dan Mike banting ke kanan untuk menghindari benturan. Mereka mengarah pada tebing tinggi. Mobil berhenti dan Mike menatap Mia. “Mia, kamu percaya padaku?”
Mia balas tatapan mata Mike. Dia menganggukkan kepala. “Aku percaya padamu.”
Mike tersenyum, dia keluar mobil dan berputar membuka pintu mobil Mia. Mike mengulurkan tangannya pada Mia. Mia menyambut tangan itu dan saling menggenggam.
Mereka berlari masuk hutan dengan langkah panjang. Banyak orang yang mengejar mereka. Saat napas terengah-engah lelah. Langkah kaki mereka berakhir di ujung tebing. Mike berbalik dan menyembunyikan Mia di balik tubuhnya.
Semilir angin pantai memainkan rambut Mia, menambah rasa takut hingga membuat Mia mengeratkan genggamannya dan menatap melalui celah leher Mike.
Di depan Mike, ada lima pria dan satu wanita. Wanita itu tersenyum sinis. “Kalian mau ke mana?” ucapnya santai sambil terus berjalan mendekat. “Jika kalian ingin pergi dari tempatku, tinggal bilang saja. Tidak sulit.”
Mike terus mundur sambil menatap wanita itu dengan tajam.
“Jika kalian mengatakannya, aku akan pastikan kalian meninggalkan tempatku dengan aman.” Tangan wanita itu bergerak mengambil pistol dari salah satu anak buahnya. “Tapi, satu-satunya meninggalkan tempatku adalah mati.” Wanita itu mengarahkan pistol pada Mia dan Mike tanpa ragu.
Wanita itu tersenyum sinis. Mike seketika berbalik, dia memeluk Mia. Di saat yang bersamaan suara tembakan menjadi akhir dari pagi mereka. Mia dan Mike jatuh ke jurang, saling menatap dan saling melempar senyum untuk terakhir kalinya. Mereka berakhir pada tenggelamnya tubuh di lautan.
“Mungkin, memang begini caranya dia tak lagi terluka. Mungkin hanya begini caraku melindunginya. Dia, Mia. Wanita sederhana, pemilik senyum sederhana. Wanita yang mampu membuatku jatuh cinta dengan cara sederhana pula.”
♡♡ The End ♡♡
*Semua istilah, nama, tempat, hanya sebatas karangan. Tidak ada unsur kesengajaan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top