Menghantui

By : Nadramahya

"MENGHANTUI"

**************************************

Bunyi alarm ponsel membangunkanku, aku bangun dengan sangat berat hati. "Andai saja hari ini hari libur," kataku berbicara sendiri, lalu bel apartement ku berbunyi.

"Iya sayang sebentar." Dengan percaya dirinya aku mengira itu kekasihku. Aku berjalan sambil mengikat tali kimono ku, lalu membuka pintu. Tidak ada siapapun pikirku, tapi aku jelas mendengar bel berbunyi. Dengan sedikit heran aku menutup pintu dan pergi ke kamarku.

Aku baru saja bersiap ingin mandi tapi bel sudah berbunyi lagi. Karena kesal aku tidak memperdulikannya, pasti Rian mengerjaiku pikirku. Ponsel ku berdering tapi aku tidak mengangkatnya, hingga selesai aku mandi Rian masih menelpon.

"Ya sayang," jawab ku manja.

"Buka pintunya." Aku tertawa dan langsung membuka pintu masih dengan memakai bathrobeku. Kulihat Rian kesal, rasakan pikirku.

"Kenapa lama sekali sih?"

"Siapa suruh kamu tadi ngerjain aku,"  kataku juga kesal.

"Aku? Kerjain kamu?" Wajah Rian bingung. "Kerjain apa?"

"Kamu tadi udah pencet bel, tapi saat aku buka kamu gak ada. Pasti kamu ngumpetkan "

"What ? Are you kidding me ?? Rian mulai lagi dengan bahasa bulenya. "Aku tidak pernah melakukannya."

Sekarang aku yang bingung, siapa coba kalau bukan Rian. Aku baru saja pindah ke apartemen ini dan ya ini adalah hadiah dari Rian untukku. Rian  dan Aku sudah menjalin hubungan lima tahun, dari mulai kami SMA sampai menjalani hubungan jarak jauh sudah Rian dan Aku rasakan, Rian kuliah di Sydney Australia dan diriku di Jakarta.

Rian tampan dengan darah campuran bule nya, dan nilai plusnya pria ini setia juga  dari keluarga kaya raya. Betapa bahagianya aku memiliki pasangan yang menurutku sempurna, sedangkan Aku hanya wanita biasa yang sudah menjadi yatim piatu karena kedua orang tuaku meninggal saat aku masih kecil. Dan sekarang aku bekerja diperusahaan keluarga Rian, bukan karena otakku yang cerdas. Tapi karena aku kekasih Rian, tentu saja. Aku tidak ingin munafik, akan hal itu.

"Sayang, aku bawakan sarapan buatan mama . Kamu mau makan sekarang?" lihat betapa Rian menyayangiku. Aku duduk dipangkuannya dan mencium pipinya. "Kamu makan saja, aku harus bersiap-siap," setelah itu aku bangkit, Rian tersenyum kepadaku dan berkata "I Love You Adila."

*******

Dila bersenandung sambil mengelap semua tubuhnya, setelah selesai berpakaian dia duduk dimeja rias dan menyisir rambut. Saat itulah dia melihat sosok yang begitu menakutkan.
Matanya besar dan seram, semua nya hitam dari rambut hingga tubuhnya. Dia menatap dari cermin, dan Dila terdiam.

"Aaaa..." Dia menutup mata karena takut dengan apa yang dilihatnya barusan.

"Sayang, sayang, hei. Whats wrong ?"

Dila memeluk pinggang Rian dan sangat takut. Dia tunjuk arah dimana dia melihat seseorang tadi.

"Ada apa?" tanyanya tidak mengerti.

"Aku... ak-u. Me-lihat se-se-orang ta-di."

Rian melihat lagi arah yang di tunjuk kekasihnya itu tapi tidak ada apa-apa.

"Tidak ada sayang, ya sudah aku temani." Dila melepaskan pelukannya melihat ke cermin dan mulai berdandan dengan perasaan yang ketakutan. Wajah mengerikan itu membayanginya, hingga  makan siang di kantin kantor ini pun dia masih memikirkan apa yang dilihatnya tadi pagi. Ponselnya berdering dan dia langsung mengangkat tanpa melihat siapa yang menelponnya.

"Dengan ibu Dila Prasetya?"

"Ya, saya sendiri. Ini dari siapa ?"

"Saya bagian pengelolaan Apartemen, Bu. Bisa Ibu kembali ke unit Ibu? Karena ada air yang keluar dari pintu unit Ibu. Mungkin ada keran yang belum dimatikan."

Dila langsung berdiri, dia merasa tidak menghidupkan keran apapun, mandi juga dengan shower tadi.

"Baiklah, saya akan kesana segera." Dia pergi keruangannya mengambil tas dan berjalan keluar kantor. Dila menelpon Rian, tapi karena tidak diangkat dia mengirimkan pesan kalau  ijin keluar kantor.

Dia menaiki taksi ke gedung apartement, setelah lima belas menit diperjalanan  akhirnya dia sampai. Dia membayar taksi dan buru-buru menaiki lift.

Sesampainya didepan pintu apartemen sudah banyak pekerja yang menunggu , Dia segera menempelkan kartu dan password pintu terbuka, dan air sudah menggenang disemua lantai. Dila sangat terkejut dan masuk kedalam, untungnya tidak ada listrik yang hidup. Dia langsung mencari dari mana sumber air ini, dan ternyata air itu berasal dari keran bathtub yang ada didalam kamar.

"Aneh, aku tidak menghidupkan ataupun menyentuh keran itu." Dila bertanya didalam hatinya, saat dia berpaling ingin meminta tolong membersihkan apartemennya ini, dilihatnya seseorang melintas dengan sangat cepat, dia lalu menghilang begitu saja setelah senyum menyeramkan itu dia berikan.

Dila merasakan tubuhnya dingin, lalu dia tak tahu lagi apa yang terjadi semuanya menjadi gelap.

***

"Sayang, sayang," Dila mendengar panggilan Rian. Dia membuka mata dan melihat Rian disebelahnya, wajah Rian berubah menyeramkan dan dia mencekik Dila.

"Aaa... tolong." Lalu tubuhnya berguncang dia membuka mata dan melihat Rian menatapnya khawatir.

"Sayang, kau bermimpi?" perkataannya membuat Dila sadar, kalau dia tadi bermimpi.Dila memeluk Rian dan tidak ingin melepaskannya.

"Aku takut sangat takut. Wanita yang kulihat itu sangat menyeramkan, bagaimana dia bisa ada di apartemenku.

Atau apakah dia hantu?"

"Sayang, aku rasa ada hantu di apartemen itu. Aku melihatnya sudah dua kali hari ini, aku ingin pergi dari sana aku mau pindah aku tidak mau tinggal disana." Dila mengungkapkan semuanya tanpa memberi jeda agar Rian bisa mengomentari.

"Sayang, kamu hanya lelah mungkin. Aku sudah menyuruh orang tadi membereskan urusan apartement kamu. Jadi kamu istirahat dulu ya, aku akan menjaga kamu."

Dila baru sadar kalau dia sedang berada dirumah sakit.

Hari berlalu dan apartemen ini semakin membuat Dila tidak nyaman. Setiap malam dia mendengar derap langkah seseorang, tapi dia tidak berani untuk keluar kamar. Dan malam ini dia  merasakan sesuatu bergerak dibawah tempat tidurnya, dia mengambil ponsel dan menghidupkan lampu tidur. Mencoba berani Dila melihat kebawah kolong tempat tidur, awalnya tidak ada apa-apa disana tapi dia melihat wanita itu lagi. Kali ini dia menjambak Dila, hingga terjatuh dan pinggangnya terasa sangat sakit . Tapi secepat itu pula dia pergi, Dila bergetar karena takut . Dilihatnya ke kanan dan kiri tapi tidak ada siapa-siapa, dengan masih memakai piyama Dila berlari keluar kamar, dan membuka pintu tapi pintu itu tidak bisa dibuka. Lagi Dila  memaksa membuka gagang pintu tapi tidak bisa, dia merasa tubuhnya meremang saat suara berbisik ada dibelakangnya, tidak dia  tidak berani membalik tubuhnya.

"Akh..." Rambut Dila ditarik terus hingga dia sampai dibalkon belakang apartement, "Akh... Si-apa kau," suara tawa nyaring yang Dila dengar. Dia menghilang, Dila pun berlari kembali ke arah pintu dan dia coba menghubungi Rian, dia terkejut saat sebuah vas bunga terlempar disebelahnya, vas kaca itu pecah membuatnya  ngeri.

Dila membalik tubuhnya dan semua barang-barang seperti akan terlempar kearahnya. Sebuah keramik mengenai keningnya dan mengeluarkan darah, Dila tidak memperdulikannya dia hanya ingin secepatnya pergi dari sini.

"RIANN...," teriaknya takut saat wajah hantu itu tepat berada didepannya wajahnya hancur, dan mengerikan.

"Kau tidak akan memilikinya!"  Saat pintu berhasil terbuka dia berlari dan menaiki lift langsung menuju lobi, orang disana heran melihatnya yang masih menggunakan piyama. Beberapa security menanyainya tapi dia tak mau menjawab, dia hanya diam dan tak mau diobati. Dia ingin Rian, ya hanya Rian.

Rian datang setelah setengah jam Dila menunggu. Rian memeluknya dan melihat luka dikeningnya. "Ayo ikut aku, kita obati ini dulu."  Dila mengangguk, Rian memeluknya, sambil berjalan setelah menyuruh security memeriksa unit apartemenku.

"Sayang, kau sekarang percaya bukan?" kata Dila mencoba mencari tahu. Dan Rian mengangguk.

"Aku menyuruh orang memeriksa CCTV  yang aku pasang diruang tamu untuk berjaga-jaga. Kamu pulanglah ke apartemen, aku akan mengurus masalah ini dulu."

Dila mengangguk lalu dia memeluk tubuh Rian, hingga tak terasa alam mimpi menghampiri nya. Rian menyuruh orang suruhannya untuk untuk menjaga Dila, sedangkan dia kembali ke apartemen  untuk memastikan kejadian aneh ini.

Setelah kembali ke sana, Rian langsung diperlihatkan oleh security CCTV yang ada di ruang tamu apartement itu, dan memang benar kejadian yang menimpa  Dilla itu adanya, tapi tidak terlihat siapa sosok yang melakukan itu semua.

"Pak, mungkin ada yang menghuni tempat ibu Dila selain ibu, ehm... Maksud saya makhluk lain." Rian melihat security yang berbicara kepadanya.

"Terimakasih sudah membantu saya." Rian menjabat tangan staf pengurus apartement dan juga security disana.

***

Rian menelpon seseorang untuk memeriksa pemilik apartement sebelumnya, mungkin Rian akan tahu jawaban dari mereka. Apa mereka juga pernah diganggu?

Dan malam ini Rian akan memastikan sendiri, dia berniat menginap malam ini dikamar Dila. Dia mengirimi Dila pesan untuk tidak menunggunya, karna dia berkata akan telat untuk pulang.

Kepala Rian penuh dengan pertanyaan-pertanyaan seputar Dila dan kejadian aneh belakangan ini, Rian mendengar sebuah suara pintu yang berderat, dengan perlahan dia bangun untuk melihat apa yang terjadi. Betapa terkejutnya Rian melihat, sosok menyeramkan di dekat pintu menatapnya dengan ujung mata yang sangat menyeramkan dengan sebuah senyum tipis seperti sengaja menunjukkan kepada Rian. Tapi Rian langsung bergerak cepat, dia menghampiri pintu itu tapi sosok itu sudah pergi. Rian berjalan mondar-mandir dan dia mengacak rambutnya, ada apa sebenarnya. Pasti ada sesuatu di apartement ini.

Rian kembali melangkah ke kamar Dilla, dia terus terjaga hingga matahari berganti dengan bulan tapi dia tidak lagi mengalami hal-hal menyeramkan sebelumnya.
Rian keluar dari kamar dan berniat membuat kopi, ponselnya berbunyi dan Rian langsung mengangkatnya.

"Halo, bagaimana? Apa yang dapatkan?"

"Maaf pak, pemilik apartemen ini sebelumnya sudah lama menghilang. Namanya Larasati, dan dia bekerja di perusahaan bapak." Rian langsung terkejut, apakah wanita yang dimaksud itu adalah...

"Dari mana kamu mendapat informasi ini?"

"Saya mendapatkannya dari _marketing_ yang menjual apartement ini kepada Bapak. Larasati menjualnya dan setelah dua hari dia tidak bisa dihubungi, keluarganya juga sudah saya cek dan benar mereka mengatakan Larasati pergi begitu saja tiga tahun yang lalu."

Rian terdiam. Dia menutup telpon tepat saat bel apartement. berbunyi. Rian berjalan untuk membuka pintu, dilihatnya Dilla sudah segar dan rapi dengan dress motif abstrak berwarna putih dan hitam, kekasihnya ini memang sangat cantik.

"Kau sudah baikan sayang ?" Dila mengangguk, dia langsung masuk dengan senyumnya.

"Kau sudah sarapan? Mau aku buatkan sesuatu?" Tanya Dila bersemangat, Rian menghampirinya dan memeluk Dila.

"Maaf membuatmu mengalami semua ini, aku akan mencari tahu tentang ini semua."

"Carilah semuanya pengecut!" Rian melepaskan pelukannya. Dia menatap Dila yang melihatnya aneh.

"Kau berkata apa tadi?"

"Aku tidak mengatakan apapun, mungkin kau lelah sayang. Istirahatlah, aku akan membuatkan sarapanmu." Rian mengecup kening Dilla dan berlalu masuk kedalam kamar Dilla, dia berusaha memejamkan matanya dan Dilla membuatkan sarapan untuk Rian.

Dilla datang kekamarnya dan membangunkan Rian yang sepertinya baru tertidur, Dilla mengecup pipi Rian lalu beralih kebibir Rian sentuhan-sentuhan sensual dia berikan diperut Rian dan juga Dilla sudah menduduki Rian, dia membalas semua perbuatan Dilla kepadanya nafsunya sudah naik dan desahan pun terdengar keluar dari mulut Rian saat Dilla mencium lehernya. Entah kenapa rasanya Rian begitu merindukan semua ini. Bibir manis milik Dila sepertinya sudah sangat lama sekali dia tidak merasaknnya.

Ponsel Rian berbunyi dan Dilla langsung turun dari atas Rian. "Angkatlah, aku akan mengambil sesuatu di dapur ." Rian mengangguk, dia memperhatikan Dila yang pergi dan mengangkat teleponnya.

Dilihatnya nama kekasihnya yang baru saja keluar kamar itu tertera di layar ponsel. Rian bingung dan suatu perasaan ganjal ada di benaknya.

"RIAN... Brengsek! Kenapa kamu tidak katakan jika kamu akan ditunangkan dengan wanita lain, hah?"

"Sayang, sayang kamu dimana ?"

"Kenapa? Kau ingin berdoa aku mati dijalan, Ha? Kau brengsek. Kenapa kau melakukan ini, apa kau menjalin hubungan dengannya?"

"Sayang, aku hanya mencintaimu dan aku sudah mengatakan kepada mama dan papa kalau aku hanya akan menikah denganmu."

"Tapi mamamu kesini dan menyuruhku pergi dari hidupmu. Kau tahu Rian Prasetya, jika sampai kau meninggalkanku aku akan membunuhmu, kau dengar."

"Aku bersumpah tidak akan meninggalkanmu, aku bisa gila jika berpisah denganmu Adilla Larasati Prasetya."

Mata Rian melebar hal seperti ini pernah terjadi sebelumnya didalam hidupnya, ponselnya terjatuh. Dia merasa ruangan itu berputar-putar, dengan berjalan perlahan Rian berusaha mencari keberadaan Dilla yang bersamanya tadi.

"Argh..." Rian meringis merasakan sakit dipergelangan tangannya.

"Sampai kapanpun aku akan tetap menghantuimu," sebuah pajangan foto melayang mengenai Rian. Ditengah kesakitan itu Rian memohon ampun kepada Adilla. Wanita yang begitu dia cintai.

"Aku bersumpah, aku tidak mencintai Dilla. Aku bahkan menganggap kamu adalah dia, apa kau tahu apa yang aku alami. Bunuh aku Dilla, silakan."

Tubuh Dilla melayang tinggi dia menatap Rian penuh kebencian, pria yang dicintainya ini menghancurkan semua impian dan hidupnya.

Dia Adilla Larasati. Wanita yang sangat dicintai Rian Prasetya, kekejaman ayah Rian membuat dia dan Rian terpisah, dan yang disayangkan Dilla adalah Rian tidak mencari dirinya yang disekap oleh ayahnya di apartemen ini. Apartement yang dibelikan Rian sendiri, mayatnya bahkan tidak Rian temukan.

Rian bertunangan dengan wanita yang bernama Dilla Rahma Prasetya, begitu baiknya keluarga Rian yang memberikan langsung nama keluarga mereka ke wanita itu. Wanita yang memiliki kesempurnaan, dan kedua orang tua yang terhormat.

Seminggu setelah pertunangan itu, Rian mengalami depresi berat. Dia begitu merasa bersalah kepada Dilla kekasihnya, dan setelah setahun lebih dirawat Rian kembali normal. Dia menganggap Dilla Rahma tunangannya sebagai kekasihnya yang telah mati dibunuh oleh orang suruhan ayahnya.

Jika saja waktu itu dia dengan cepat menyetujui pertunangan ini, pasti Dilla masih hidup meski mereka tidak bersama.

"Bunuh aku Dilla, bunuh. Aku tidak sanggup merasakan semua sakit ini."

Sebuah pisau melayang ke arah Rian dan menyayat lehernya, wajah Dilla yang menyeramkan dan menunjukan aura kebencian itu berubah perlahan.

Darah menetes dari leher Rian, napas Rian mulai terputus-putus. "Per-cayal-ah padaku Dil-la, ak-u han-ya men-cintai-mu." Rian menutup matanya, Dilla berubah dari wujudnya yang menyeramkan menjadi sosoknya yang dahulu . Dengan wajah pucat dan tanpa ekspresi Dilla duduk disebelah Rian kekasihnya, dia memeluk tubuh yang sudah tak bernyawa itu lagi memeluknya dengan sayang dan kerinduan.

"Jika kau berjanji maka itu harus ditepati bukan?"

**** End *****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top