Animal girl

By deviariadne

Ini adalah petualangan Harvey dan ayahnya entah sudah ke berapa kali. Dia tak masalah tentang hal itu. Namun, jika harus pergi bersama Maisy. Mantan yang menganggap dirinya masih berarti. Ingin rasanya Harvey kabur saja. Lebih baik di club,  berkuda, atau ke perkebunan hewan.

Sekarang pandangannya menelusuri Hutan Appalachian. Hutan ini menempati pegunungan Appalachian selatan dan membentang dari Virginia selatan melalui North Carolina, Georgia, dan Tennessee, hutan hujan Appalachian beriklim menerima lebih dari 60 inci hujan per tahun.

Mobil jeep yang mereka tumpangi terus menelusuri jalan yang dipenuhi pemandangan segar dan hijau yang indah. Maisy yang duduk di belakang tak henti mengusap pundak lebarnya. "Haish, bisakah kau berhenti menyentuhku. Please, itu sangat mengganggu." Pria tampan berambut merah dengan bola mata safir itu tampak kesal.

"Oh ayolah, Harvey O'Hara bukankah dulu kamu sangat menyukai belaianku?" Maisy tetap mencoba menggoda pria yang masih dicintainya itu.

Raymond O'Hara, ayah Harvey hanya tertawa. Pria yang masih tampan di usia senja itu terlihat tak peduli. Ya, Harvey sudah terbiasa. Ayahnya seorang ilmuwan yang sibuk. "Hai, son... Sebentar lagi kita akan sampai. Lihat di sana kita akan memulai penelitian."

Harvey tampak tak acuh. Tapi, dia masih memperhatikan sekilas. Sebuah daerah yang mulai terlihat masih asri dengan pepohonan rimbun. Suara hewan-hewan liar juga turut mengalun. Saat menoleh ke kanan, sekilas dia menangkap pergerakan makhluk lain. Seperti kera. Namun, tidak juga. Hanya sekelebat dia melihat wujud manusia setengah telanjang dan berambut panjang.

Mata safir dengan alis tebal itu terus memantau. Hingga Harvey harus menelan kekecewaan karena makhluk itu tak muncul lagi. Dan dua mobil jeep hitam besar itu terus berjalan. Pria itu juga pergi bersama dua sepupunya yang mengendarai mobil belakang. Garric dan Sandra.

.....................................

Jengah dengan Maisy. Pria itu pergi sendiri diam-diam sambil membawa senapan serta tas ranselnya. Pakaian yang dia kenakan adalah model tompi tebal dan topi lebar. Sebenarnya dia juga seorang medic veteriner (dokter hewan).

Harvey berjalan menyusuri hutan dengan air mengalir jernih di sungai panjang. Membuat pria itu tersenyum. Dia pun memotret tiap sudut keindahan. Baik bunga-bunga yang bermekaran dan musang yang sedang berlari bersama anaknya.

Tak lama dia menangkap kembali makhluk yang bersembunyi di balik pohon besar. Dengan cepat Harvey mengambil gambar. Makhluk itu terlihat terkejut dan berlari. Harvey menatap tajam dan menggeram. Lalu dia juga berlari untuk mengejarnya.

Sampai ke dalam hutan yang lebih lebat. Jalan terjal, rusak, dan menanjak dia lewati. "Sial, cepat juga larinya!" ucap Harvey terengah. Namun, dia sedikit menangkap pergerakan dan fisik makhluk itu. Mengenakan kain usang yang hanya menutup bagian intim tubuhnya di dada dan bawah.

Harvey tersenyum saat dia semakin dekat dan mampu melihat rambut panjang berwarna coklat terang itu. Setelah memperkirakan jarak dan kemungkinan besar dia bisa menangkap. Pria itu tersenyum lalu melompat jauh hingga bisa menarik tangan dan membekuk lehernya.

Mereka terjatuh berguling bersama di tanah luas. Posisi menjadi saling berhadapan. Saat itu Harvey melihat wajah cantik dan mata biru dari gadis yang berpenampilan usang itu.

"Aaaaa... " sang gadis langsung mendorong telak Harvey hingga pria itu jatuh ke samping. Menghentikan rasa terpana pria itu.

"Akhh, Fuck... " ucapan Harvey yang kesakitan terputus saat melihat si gadis hutan mendesis. Seolah berdialog dengan ular besar itu. Lalu si gadis melempar jauh ular itu.

Harvey mendesah dan tersenyum karena menyadari si gadis menolongnya dari serangan ular. Yang mungkin tadi dari atas pohon.

Merasa keadaan sudah tenang dan terlihat si gadis hutan tampak baik. Harvey perlahan mendekat. Ragu-ragu dia menyentuh pundak telanjang gadis itu. "Terima kasih, Nona."

Si gadis itu terkejut dan menjauh. Hingga tubuh belakangnya membentur pohon besar. Dia menatap takut dan mengeluarkan suara seperti anjing menangis. Harvey bisa melihat penampilan gadis itu yang kumuh, memakai kain usang hitam menutupi dada dan daerah intimnya pendek. Ditaksir usianya dua puluhan awal, mungkin lebih muda lima tahun darinya. Walau begitu aura kecantikan dan mata biru yang indah tak pudar.

"Hei, sssttt... Don't scare oke. Aku Harvey O'hara sedang libur bertugas dan datang ke sini untuk...." Harvey mencoba tersenyum ramah. Biasanya para wanita akan terpesona melihat senyumnya. Dan sepertinya tidak berlaku pada gadis ini. Dia semakin menunjukan sikap waspada dengan geraman suara hewan.

Harvey tak mungkin bercerita dia datang bersama ayah dan sepupunya. Nanti dia semakin takut. Jadi, pria bertubuh tinggi tegap berkulit coklat itu berpikir untuk dekat dengan si gadis. Entahlah, rasanya dia ingin dekat dengan gadis itu, seperti ada magnet yang menariknya ingin dekat dengan gadis itu.

Harvey tersenyum sumringah teringat sesuatu. Dia mengambil sesuatu di ranselnya lalu mengeluarkan sebuah kotak coklat. Si gadis mulai tertarik sambil memiringkan kepala. Si gadis mendekat, mengambil cepat kotak coklat itu lalu mengacak isinya. Saat memakan satu bungkus. Dia tersenyum lalu memeluk Harvey yang kaget nyaris jatuh.

................................

Selama satu minggu, Harvey rutin mengunjungi rumah pohon milik Rui. Ya, Rui adalah nama pemberian dari pria itu karena awal mengenal gadis itu tidak bisa bicara dan tak punya nama. Datang ke sini juga penuh perjuangan karena Maisy yang selalu menyusahkannya.

Sekarang mereka duduk di beranda luar rumah pohon itu. Pria itu mengajari Rui cara bicara dan membaca. "Ayo sebutkan, Har-vey... Har... Vey." Pria itu mengeja menunjuk tulisan besar di bukunya. Merasa tak ada suara pria itu menoleh. Lagi-lagi dia harus dibuat kesal. Karena Rui tak mau belajar dan justru berbicara dengan burung-burung, kera dan hewan lain di sekitarnya.

Awalnya Harvey pernah terpesona melihat Rui seperti itu. Bau dedaunan beda dengan gadis-gadis di California yang berbau parfum mahal dan make up. Bahkan saat dia membawa pakaian Sandra. Justru Rui malah merobeknya.

Melihat Rui yang semakin nakal dan sering berbicara pada hewan. Pria itu tak bisa menahan sabar. Harvey bangkit dari kursi kayu lalu berjalan tegas. "Rui! Kamu tidak bosan apa selalu seperti ini?! Kamu manusia bukan hewan!" Harvey berteriak dengan wajah menyeramkan. Rui langsung pias dan takut serta hewan-hewan itu juga pergi.

Rui menggeram lalu menepis tangan Harvey yang menggenggam. Gadis itu pun berlari pergi menaiki rumah pohonnya. Sejenak Harvey mendesah dan sedikit menyesal melihat rumah pohon itu.

...............................................

"Rui... Rui..." Harvey mencari ke sekeliling rumah pohon itu. Tapi tak menemukan gadis itu. "Rui, maaf." Harvey berucap lirih dan mengusap rambutnya kasar.

Harvey pernah masuk ke dalam rumah pohon itu. Tapi, ada suatu ruangan yang belum pernah dia masuki. Pria itu masuk ke dalam ruang yang menyerupai sebuah kamar.

Di dalam sana terdapat mikroskop, denah penelitian dan meja yang berisi kertas-kertas. Pencahayaan dalam ruangan itu temaram. Namun, masih di dukung sinar mentari dari luar. Aroma kayu tercium.

Di atas meja ada sebuah pigura foto seorang pria tampan berambut coklat. Harvey menyipitkan matanya. Seolah mengenalnya. Lalu pandangannya beralih pada sebuah buku harian. Ketika dia membuka dan membaca. Pria itu membulatkan mata, nafasnya menderu cepat lalu menangis.

................

Harvey masih terus mencari Rui. Syukurlah dia bisa menemukan keberadaan gadis itu di sebuah tempat belakang pohon besar. "Rui, maafkan aku." Pria itu datang dan mendekat pada Rui yang duduk memeluk kakinya.

Rui mengangkat wajahnya lalu menghapus air matanya. Mungkin dia tak bisa berbahasa manusia dan berbicara. Namun, dia bisa merasakan. Rui tersenyum lirih, perlahan dia menghapus air mata Harvey. Entah siapa yang memulai. Mereka berciuman dan larut dalam gairah percintaan.

....................

Dua hari kemudian, Raymond O'Hara sudah tak bisa menahan kesabarannya lagi. Dari Maisy yang tanpa sengaja melihat putranya selalu mengunjungi gadis itu. Pria tua itu murka.

Sekarang mereka berdiri di hadapan Raymond O'Hara yang sedang mengacungkan senapan. Tepatnya pada gadis itu. "Menyingkirlah, nak. Aku akan menyingkirkan dia!"

Harvey tetap melindungi Rui yang tampak waspada di belakang punggung pria itu. "Ayah kau hanya seorang pengkhianat," ucap Harvey sambil tersenyum sinis.

Raymond terdiam, perkataan yang diucapkan putranya seolah menusuk. "Apa maksudmu?"

"Denis Morgan, sahabat terbaik ayah. Sahabat yang kau tusuk dari belakang." Harvey tampak geram. Dua sepupu tak bisa berkutik. Mereka terlalu takut pada ayahnya. Sedangkan Maisy sudah kembali ke kota. Wanita itu dijanjikan oleh Raymond untuk pernikahan dengan putranya.

"Kau! Sok tahu sekali." Raymond terkejut dengan pernyataan itu. Rahasia itu dia sembunyikan serapat-rapatnya. Dulu demi sebuah nobel penghargaan dia mencuri hasil ide dan penelitian sahabatnya. Setelah itu yang dia tahu, Denis Morgan menghilang bersama putrinya yang masih bayi, Bernadette Morgan.

Semua percis dengan yang diutarakan Harvey. "Gadis yang ada di belakangku ini adalah Bernadette Morgan, putri tunggal Denis Morgan!"

Raymond bagai tertimpa langit. Rasanya seperti aib itu tercoreng tepat di wajahnya. "Harvey, kamu tidak begitu tahu tentang ayah, nak," jawabnya masih berusaha tenang. Senapan yang dia pegang masih bertahan. Harvey juga tak semakin takut.

"Melalui buku harian ini aku tahu. Paman Denis pergi membawa putrinya ke hutan ini. Membesarkan dia bagai hewan dan berbicara seperti hewan. Karena... Hati manusia lebih kotor. Dan dia mengetahui itu dari sahabat yang dia percaya!"

Karena tak tahan Raymond menembak senapan itu ke arah Rui alias Bernadette. Namun, Harvey melindunginya. Sang ayah langsung menangis begitu juga dua sepupunya.

Rui gemetar dalam tangis. Dia memeluk Harvey yang setengah sadar.

"Har... Vey..." ucap lirih Rui.

Dalam sekarat Harvey tersenyum. "Akh.. Irnya kau bisa.. Bi... Cara."

Saat mata pria itu terpejam Rui berteriak bagai serigala kesakitan. "Harveeeeyyy!"

...........................

5 bulan kemudian

Seorang pria dengan pelan menggerakan jarinya di ruangan ICU rumah sakit. Sedangkan seorang gadis cantik mengelus perutnya yang sudah mulai terlihat membuncit. Gadis bergaun biru itu menatap matahari terbenam dari beranda rumah mungil
End


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top