1.5
Aku masih memikirkan hal yang sama. Entah kenapa semenjak kepergian Smyth yang sudah terhitung genap sebulan ini masih setia mengisi kekosongan pikiranku.
Mataku menangkap jelas apa yang sedang terjadi di meja seberangku. Sepasang kekasih yang sedang bahagia. Mereka terlihat lucu. Bisa dibilang itu adalah masa keromantisan saat berpacaran. Aku rindu itu.
"Mbak, mau pesan apa? Ini menu yang ada di sini."
Seketika, suara lembut juga ramah dari waitress membuyarkan lamunanku. Aku mencoba terlihat tenang--takut jika waitress ini tahu apa yang sedari tadi aku lihat.
Aku menerima katalog menu dengan senyuman andalanku. Mata dan jariku sibuk bergerak kesana kemari memilih menu. Hingga akhirnya, tertunjuk ke satu makanan yang terlihat menggoda bagiku.
"Saya pesan Honey Ginger Salom satu terus minumnya Strawberry Milkshake."
"Ada lagi?" tanya waitress usai menulis menu yang aku pesan.
"Tidak, terima kasih."
"Baik. Satu Honey Ginger Salom dan Strawberry Milkshake satu. Ditunggu 15 menit ya. Terima kasih."
"Sama-sama," ucapku diikuti kepergian waitress.
Aku melihat sekeliling restoran. Meskipun sekarang hari minggu, restoran ini sangat ramai. Beruntung aku masih mendapatkan kursi di sini. Ini merupakan tempat favoritku. Di samping pelayanannya yang ramah, letaknya juga tak jauh dari rumahku.
"Hai, Bianca."
Aku melihat ke arah sumber suara. Perempuan dengan rambut berponi terlihat melambaikan tangannya dan berjalan menuju meja makanku.
"Eh, Ria." Aku sedikit kaget dengan kehadirannya. Bagaimana tidak, ia tak menanyakan posisiku di mana, tapi ia bisa tahu. "Lo, juga di sini?"
"Iya." jawabnya.
"Sama?"
"Pacar gue."
"Masa?" Aku sedikit ragu mengenai jawaban Ria yang menyatakan ia membawa pacarnya. "Gak percaya gue."
"Gue panggil ya."
Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban. Dari ekspresinya, ia tampak bersemangat.
"Smyth..."
Aku tersentak kaget setelah mendengar Ria menyebut nama 'Smyth'. Siapa Smyth yang diakui Ria sebagai pacarnya? Atau jangan-jangan itu dia. Aku menggeleng tegas. Mencoba untuk berpikir positif.
Tak lama, seorang cowok dengan sweater hitam melangkah mendekat. Aku membulatkan mata sempurna. Memang benar, dia Smyth, pacarku--yang katanya pergi ke Amerika. Tapi sekarang, dia ada di sini. Omong kosong!
Dadaku sesak kembali. Smyth kembali dengan berstatus 'pacar' dari sahabatku sendiri. Air mataku perlahan menetes.
Aku berdiri dengan spontan, "ini pacar lo?" tanyaku menujuk Smyth.
Ria tertawa. "Iya. Kenapa? Kaget."
"Lo...bener-bener jahat. Gue selama ini sudah menganggap lo sebagai saudara gue sendiri, Ria. Kita udah sahabatan sejak smp. Apa lo lupa dengan janji yang kita buat?" Aku menghentikan kalimatku. Mencoba mengatur napas dengan baik.
"Itu dulu! Sekarang gue udah gak butuh lo," kata Ria memandangku rendah. "Gue udah punya Smyth yang bisa ngertiin gue."
"Gue kurang ngertiin lo gimana, Ria? Lo lupa dengan apa yang semua gue lakukan ke lo. Dulu, gue rela melepas Arzan karena gue tahu lo suka sama dia. Sekarang apa? Lo malah berpaling ke cowok yang notabene pacar gue."
Aku menatap tajam Smyth yang sedari tadi diam--asyik menonton. "Kamu... kenapa jahat sama aku. Salah aku apa?" Aku memukul-mukul badan Smyth. Dia hanya terdiam.
"Jawab!"
"Kita putus."
Kalimat yang terlontar begitu saja dari mulut Smyth kian menambah rasa sakit di dadaku. Kubiarkan air mata ini membasahi sweaternya. Tangisku memecah memenuhi restoran.
Smyth mendorong tubuhku hingga aku menjauh darinya. Dia menatapku dengan geram.
"Putus ya putus! Gausah lebay. Mulai sekarang jangan pernah hubungi gue lagi. Lupakan semua kenangan yang pernah tercipta diantara gue maupun lo. Ngerti!" Smyth mengucapkannya dengan tegas. Ria juga ikut-ikutan mencacimaki bahkan meyebutku sebagai 'cewek murahan'.
Kepalaku terasa pusing dan berat. Kakiku sudah tidak bisa menopang badanku. Perlahan pandanganku kabur. Sampai akhirnya aku terjatuh di lantai begitu saja. Hanya kegelapan yang kulihat saat ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top