In Your Darkest Mind

... gadis itu terus berlari, tanpa tau kemana arah tujuannya. Dia bahkan tak menghiraukan darah pada kakinya yang terluka akibat menginjak bebatuan tajam dan akar pohon yang mencuat keluar. Yang dia tau hanyalah dia harus segera pergi dari sini, apapun caranya. Suara desisan makhluk itu terdengar semakin dekat, sesekali dia mengeluarkan suara raungan yang mengerikan, membuat gadis itu semakin merasa putus asa.

Sesuatu menjerat kakinya menyebabkan gadis itu jatuh terhempas ke tanah, dia menatap murka pada akar pohon besar yang merambat di atas tanah, yang bertanggung jawab membuat kakinya terperangkap sehingga dia kehilangan keseimbangan.

Sebuah bayangan besar menutupi tubuhnya, membuatnya membalikkan tubuhnya dan melihat kebelakang. Makhluk itu berada tepat diatasnya.

Dengan tubuh besar dipenuhi lendir menjijikkan, tiga pasang lengan yang berbentuk seperti tentakel berada di kedua sisi tubuhnya. Kepalanya tampak berbentuk lonjong dengan cekungan besar di atas kepala, tiga buah bola mata mendekorasi wajahnya, tapi satu mata yang berada ditengah memiliki ukuran paling besar. Tidak nampak hidung di wajah nya, hanya sesuatu seperti sekat di tengah wajahnya yang akan terbuka dan tertutup tiap kali dia bernapas. Gigi runcing dan tajam memenuhi mulutnya secara tak beraturan, terlihat lidah berwarna abu-abu menjulur keluar. Makhluk itu mulai mendesis layaknya ular d--

BRAKK !

Tanganku berhenti mengetik saat tiba-tiba seorang menghempas pintu kamar dengan keras. Menoleh kebelakang, aku melihat Vinny masuk dengan muka masam. Membuatku memutar bola mata.

Apa masalahnya, pikirku.

"Lu tau sesuatu yang disebut 'mengetuk'?" Aku bertanya dengan nada datar. Vinny mendengus kesal.

"To hell with that! sekarang lo jelasin apa maksud semua ini?" Vinny melempar majalah yang ada di tangannya ke arahku.

"Aww ... Vin lu tu apaan sih?" bentakku kesal saat majalah itu mengenai lenganku.

Aku memungutnya dari lantai. Melihat covernya membuat senyumku mengembang. Salah satu karyaku terpampang disitu dengan judul paling besar 'Beyond The Dark'.

"Lu segitu bangga jadi pencuri?" Tuduh Vinny membuatku berdecak.

"Vin, lu kalo sirik, ga usah bikin fitnah macem-macem! gua ga terima lo nuduh sembarangan gitu!"

Vinny mendengus.

"Lu pikir gua ga tau? Huh? Lu nyuri idenya si Fina dan menggunakannya untuk kepentingan lu sendiri!"

"Itu mulut dijaga! Gua bisa aja perkarain lu secara hukum karena udah nuduh tanpa bukti!" Aku menunjuk ke arah pintu tanpa mengalihkan pandangan dari Vinny. "Sekarang mendingan lu pergi dari sini sebelum gua kehabisan kesabaran!"

Vinny cuma menggelengkan kepalanya. Caranya menatapku membuat emosi semakin memuncak, matanya seolah memandang rendah padaku, seakan dia merasa lebih baik dariku.

"Semoga lu menikmati hidup lu, yang pasti ... kecurangan ga akan pernah menghasilkan kemenangan!" Vinny keluar, meninggalkan pintu kamarku dalam keadaan terbuka. Emosi, kulempar majalah itu sekuat tenaga, sebuah foto terjatuh saat majalah sial itu mengenainya, menyebabkan bingkai kacanya retak.

Kulihat layar laptop dengan kesal, mood untuk nulis sudah buyar gara-gara kedatangan Vinny tadi. Kumatikan laptop yang masih menyala lalu duduk dan menatap kosong kedepan.

Bagaimana kalau Vinny sampai buka mulut? semua bisa hancur, ini karya pertamaku yang cukup sukses, aku bahkan baru mendapat tawaran bagus dari salah satu penerbit besar. Aku bisa punya novel pertamaku bersanding dengan nama-nama besar lain.

Dan siapa tau, mungkin saja suatu saat karyaku ini akan menghiasi layar lebar per-film-an Indonesia. Tapi jika isu plagiarisme keluar, semua bakalan hancur.

Tapi ... memangnya apa yang bisa Vinny lakukan? dia bahkan tidak punya bukti. Lagipula, aku bukannya menjiplak mentah-mentah karya si Fina, cuma mengambil idenya saja dan kreativitasku lah yang mengembangkannya menjadi cerita sukses sekarang ini.

Kecurangan ga akan pernah menghasilkan kemenangan. kata-kata Vinny tiba-tiba terngiang di dalam pikiranku.

Ugh...!

Aku meraih tas selempang dan memutuskan keluar, udara segar mungkin akan memperbaiki suasana hatiku yang kacau.

---

Hutan belakang sekolah ini selalu menjadi tempat favoritku untuk menyendiri, tak jarang, aku bisa mendapat ide-ide yang berpotensi menjadi cerita bagus dari sini.

Aku duduk di atas sebuah pohon tumbang di dekat sungai kecil, sungai ini cukup jernih dan dipenuhi bebatuan, letaknya yang di tengah hutan, membuatnya jarang didatangi orang-orang, sehingga kealamiannya terjaga.

Berjalan mendekat, aku memutuskan untuk bersantai di tepi sungai dan mencelupkan kakiku ke dalamnya, airnya yang sejuk membuatku relax.

Aku menyandarkan tubuhku pada sebuah batu besar dan tanpa kusadari, aku pun tertidur.

---

Beeb ... Beeb ... Beeb

Suara alarm membangunkanku, sial, hari sudah gelap. Aku bergegas bangun dan naik keatas, kakiku terlihat pucat dan dipenuhi keriput akibat terendam berjam-jam. Aku tersentak saat Fina sedang duduk di pohon tumbang di tempatku duduk tadi. Matanya tertutup, sepasang earphone berada di telinganya, kepalanya sesekali mengangguk-angguk, seakan menikmati musik yang sedang di dengarnya.

Tiba-tiba matanya terbuka dan melihatku, senyumnya mengembang.

"Aku gak marah kok," tiba-tiba dia berkata, "hanya saja, aku harap kau berhati-hati."

Mataku mengernyit mendengar ucapannya, apa dia mengancam ku?

"Lu ngancem gua?" Bentakku. Dia terkekeh pelan, membuatku menjadi semakin emosi.

"Untuk apa? itu semua gak penting buatku." Senyumnya belum lagi hilang.

"Trus maksud lu apaan ngomong kayak gitu!" cecarku.

Dia mencabut earphone dari telinganya dan berdiri.

"Mungkin bagimu tulisan-tulisan itu hanya sekedar cerita fiksi, tapi bagiku, semua itu dunia yang nyata, dan aku selalu memberikan nyawa pada karakter-karakter yang ku ciptakan."

"Pffttt..." Aku hanya meninggalkannya. "Dasar orang aneh," gumamku, "pantas saja anak itu ga pernah punya teman."

Aku sudah berjalan beberapa saat, tapi belum juga aku keluar dari hutan ini, padahal seingatku hutan ini tidak terlalu besar, biasanya hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk keluar dari lokasi tadi.

Hari smakin gelap, cahaya bukan yang merambat dari celah-celah dedaunan pohon tinggi di sekitar, menjadi satu-satunya sumber cahaya. Aku mengeluarkan smartphonku untuk menyalakan senter. Sial, baterainya hanya tersisa dua belas persen, aku harus cepat keluar dari sini.

CRAKKK

Terdengar suara ranting yang terinjak di belakang, aku mengarahkan senter ke beberapa arah namun tak melihat siapapun.

"Siapa itu?" Tidak ada jawaban.

Merasa konyol, tawaku pun pecah.

"Bego ah, jadi parno gini gua gara-gara keseringan nulis horror."

CRAKK

Suara itu terdengar lagi, bersamaan dengan suara desisan. Langkahku terhenti, jantung berdegup kencang. Aku membalikkan badan saat suara itu semakin mendekat. Napasku tercekat oleh apa yang berada di sana.

Tepat di belakangku berdiri makhluk besar berwarna hijau dengan tubuh berlendir, tubuhnya dilengkapi tiga pasang lengan yang terlihat seperti tentakel, tiga matanya menatap tajam padaku. Dia mulai meraung dan bergerak cepat ke arahku, aku berteriak keras dan berlari secepat kakiku mampu.

Aku tidak memperlambat langkah saat sandal yang kugunakan terlepas, pun ketika rasa perih menyerang kedua kakiku akibat bebatuan tajam yang aku lewati.

Aku hanya memacu kaki lebih cepat, entah harus berlari kemana, yang ku tau aku harus menyelamatkan diri dari makhluk menyeramkan itu.

Tiba-tiba tubuhku jatuh terhempas, kakiku terjerat akar pohon besar yang merambat di atas tanah. Entah kenapa semua kejadian ini seolah begitu familiar. Memutar tubuhku ke belakang, aku hanya bisa menangis melihat makhluk itu sudah berada tepat di atas ku.

"Aaaaaaaaa...!!!" Aku berteriak dan terjatuh dari atas kursi.

Melihat sekeliling aku menyadari masih berada di kamar. Mataku terarah pada laptop yang masih menyala diatas meja.

Handphone-ku berbunyi dan terlihat sebuah pesan baru masuk dari WhatsApp. Vinny? Bukankah dia ...?

"Hey, kayaknya gua telat ngasi selamat ni, cieeeee yang calon author hebat." Begitu bunyi pesannya.

Apa-apaan ini? Jadi semua cuma mimpi?

"Fuck this shit!" Aku mematikan laptop dan bergegas ke kamar mandi, mandi mungkin bisa membuat pikiranku lebih tenang.
.
.
.
Setelah beberapa menit memanjakan diri dengan air hangat, aku pun mematikan shower dan melilitkan handuk pada tubuh basahku. Kuraih satu handuk lain dan mulai mengeringkan rambutku sambil berdiri di depan kaca.

TESS...

Aku terdiam saat sesuatu yang lengket jatuh tepat di hidungku, aku mengusapnya dengan tanganku dan melihatnya.

"Eww ...," ucapku jijik saat melihat lendir di jari-jariku. Saat lebih banyak lendir jatuh diatas kepalak, aku mendongak keatas dan merasa jantungku berhenti sesaat.

Di langit-langit kamar mandi ku, makhluk itu menempel menggunakan tentakel-tentakelnya. Kepalanya mengarah padaku dengan lidah panjangnya menjulur lancip kearah ku. Dia membuka mulutnya lebar membuat lendir-lendir menjijikkan itu jatuh menutupi wajahku.

Satu kalimat terngiang di benakku.

"Aku selalu memberikan nyawa pada karakter-karakter yang ku ciptakan."

TAMAT

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top