ARCAPADA
If tomorrow was the end of the world, what would you do today?
------------------------------------------------
Ting tong!...Ting tong!...
Dengan malas Blake beranjak dari sofa depan televisi menuju pintu apartemen ketika didengar bel pintunya berbunyi. Blake merasa jengkel dengan tamu tak diundang ini, dia tidak merasa mempunyai janji dengan siapapun karena ingin menikmati akhir pekannya dengan santai dan bermalas-malasan di apartemen.
Dibukanya pintu depan dengan sedikit kasar, "Berhenti menekan bel pintuku, apa mau..." kalimatnya terputus dan tubuhnya mendadak kaku ketika melihat orang yang ada dibalik pintu.
"A..Adam..." lidahnya terasa kelu ketika mengucapkan nama itu, seluruh sendi menegang dan tangannya menggenggam erat gagang pintu, seakan tubuhnya akan jatuh bila tidak bertumpu dipintu.
"Hai Blake, kenapa lama sekali buka pintunya?" ucap Adam dengan ceria, seakan-akan dia hanya habis pergi keluar sebentar dan bukan sudah pergi meninggalkan Blake 3 tahun yang lalu.
Ya, kalian tidak salah dengar, laki-laki didepan pintu ini adalah mantan kekasih Blake yang pergi menghilang 3 tahun lalu dan hanya meninggalkan catatan untuk Blake kalau dia harus pergi karena ada seorang laki-laki yang membutuhkannya dan harus diurusnya.
Mereka berkenalan di masa awal kuliah, kebetulan Blake dan Adam sama- sama aktif di UKM seni musik dan karena merasa cocok, mereka langsung dekat. Kedekatan yang awalnya adalah teman, meningkat dengan cepat menjadi kekasih. Mereka serius dengan hubungan itu, bahkan setelah selesai kuliah mereka merencanakan akan menikah. Selama 2 tahun Blake dan Adam hidup bersama di apartemen Blake dengan bahagia hingga tiba-tiba Adam menghilang, hanya meninggalkan catatan kecil. Adam berhenti dari kuliah, no hp maupun sosial medianya semua tidak aktif, menghilang begitu saja ke tempat yang tidak terjangkau peradaban.
Ketika Adam menghilang, Blake mencarinya seperti orang gila, namun semua teman mereka juga tidak tahu kemana Adam pergi. Awalnya Blake merasa marah dengan kepergian Adam yang tanpa penjelasan langsung kepada Blake dan hanya meninggalkan secarik kertas, kemudian rasa marah berganti dengan rasa sedih dan bingung, Blake bertanya-tanya kepada dirinya sendiri apakah ini salahnya sampai Adam pergi, apakah Adam marah padanya? Dan lambat laun, semua pertanyaan itu terasa tidak penting lagi dan semua terasa hampa bagi Blake. Blake akhirnya harus bisa menerima kenyataan kalau Adam sudah pergi demi laki-laki lain. Blake menyelesaikan kuliahnya dengan dengan penuh perjuangan setelah bangkit dari keterpurukan sejak Adam menghilang.
"Ehem..Blake, kau tidak mempersilahkanku masuk?"
Suara Adam menyadarkannya dari kenangan masa lalu, "Mau apa kau datang kesini lagi Adam?" tanya Blake dingin dan tetap memasang muka datar, tubuhnya bersandar pada pintu untuk menopang agar tidak jatuh melorot karena lemas dan jemarinya menggenggam erat gagang pintu sampai tanpa disadari membuat buku jarinya memutih karena eratnya dia memcengkeram.
"Aku datang karena ingin bertemu denganmu" jawab Adam namun Blake mendengar ada setitik nada ragu dan gugup di suara Adam.
"Untuk apa? Dan kenapa baru sekarang?" tanya Blake lagi sambil memperhatikan Adam yang berdiri didepannya. Badan Adam tampak lebih kurus namun masih terlihat otot-otot di lengannya walau tertutup dengan kaos. Wajahnya yang memiliki tulang rahang keras persegi dengan tulang pipi menonjol, alis tebal dengan jambang yang tercukur rapi di sekitar rahangnya menambah kesan sexy dan dewasa, ditunjang bibir tipis merah yang terlihat menggoda dan lesung pipi di sebelah kiri yang akan muncul ketika dia tersenyum, membuat wajahnya terlihat maskulin namun juga feminim. Rambut coklatnya terpotong pendek dan rapi sangat sesuai untuk wajahnya.
"Akan aku jelaskan semua, jadi bolehkah aku masuk?"
Blake menatap mata hazel yang sedang menatapnya dengan lembut seperti dulu, sejenak Blake terdiam terpaku kemudian pelan-pelan menggeser tubuhnya dari ambang pintu untuk memberinya kesempatan Adam masuk kedalam apartemen.
"Terima kasih" kata Adam sambil berjalan masuk, membawa sebuah tas dipunggungnya.
Blake menutup kembali pintunya setelah Adam masuk kedalam dan ketika dia berbalik dari pintu, dia mendapati Adam yang berdiri terlalu dekat didepannya, terlalu dekat sampai Blake bisa mencium kembali aroma tubuh Adam yang khas, aroma coklat bercampur wine yang selalu membayangi Blake selama 3 tahun ini, benar-benar aroma yang memabukkan.
Mereka berdua saling terpaku, tidak ada yang bergerak, mata biru Blake terkunci dan tenggelam dalam warna hazel yang sangat didamba dan dirindukannya, yang selalu hadir dan menyiksa nya dalam mimpi. Kemuadian secara pelan dan perlahan, Blake menggerakkan kepalanya mendekati Adam. Bibir Blake bergerak menuju bibir Adam yang sedikit terbuka kemudian Blake menempelkan bibirnya disana. Kedua bibir hanya saling menempel tanpa ada pergerakan di keduanya. Itu merupakan ciuman yang terlembut dan termanis bagi Blake.
Untuk sesaat bibir Blake hanya diam diatas bibir Adam, dengan ragu-ragu dan berhati-hati, Blake mulai menggoda lembut bibir Adam dengan lidahnya. Tanpa sadar Blake mengerang pelan ketika Adam membuka mulutnya dan mulai bergabung dalam permainan lidah. Sentuhan pertama lidah Adam yang basah dengan lidah Blake terasa sangat nikmat, membuat Blake sedikit pusing. Ciuman meningkat menjadi semakin rakus ketika Adam menghisap lidah Blake ke dalam mulutnya. Blake mengerang dengan keras dan penuh nafsu...dia merasa semakin tidak cukup dan ingin lebih lagi.
Tanpa Blake sadari, lengan Adam sudah melingkar dengan manis dilehernya, membuat tubuh mereka tetap menempel erat tanpa menyisakan jarak diantara mereka. Sementara jari jemari Adam bermain dan tenggelam dalam rambut ikal di kepala Blake, lengan Blake merengkuh pinggang Adam dan menariknya dalam pelukannya.
Kedua laki-laki ini semakin larut dalam nafsu dan gairah yang kembali membakar mereka setelah 3 tahun berpisah. Sekarang giliran lidah Blake yang mendominasi, Blake menghisap dan bermain didalam mulut Adam.
Adam merasa seakan melayang terhadap kenikmatan yang dia rasakan, seluruh tubuhnya terasa sangat sensitif, seluruh syarafnya peka terhadap kehadiran Blake didepannya. Dengan penuh nafsu dia bergabung dengan Blake dalam duel erotis bibir, gigi dan lidah. Blake menghisap lidahnya dengan kuat membuat Adam mengerang dan merintih nikmat. Kalau bukan karena kebutuhan akan oksigen, mungkin mereka berdua tidak akan saling melepaskan tautan bibir mereka.
Keduanya secara rakus mengambil oksigen begitu bibir mereka terurai. Dengan nafas terengah-engah, mereka mencoba menetralkan kembali nafas mereka dan menenangkan detak jantung masing-masing yang hampir begitu cepat seakan hendak meledak.
Posisi berdiri mereka belum berubah, masing saling berpelukan, biru ketemu hazel, mata Blake turun ke bibir Adam yang membengkak akibat ciuman barusan.
"Errmm...Blake...itu tadi sangat..." ucap Adam dengan gugup dan pipi yang merona merah.
"Yeah...tadi sangat..." jawab Blake juga gugup dan kikuk. Perlahan Blake melepaskan pelukan lengannya dipinggang Adam dan mundur sedikit kebelakang untuk memberi jarak diantara mereka. "Oya, silahkan duduk disofa sana" lanjut Blake sambil mengusap tengkuknya dengan kikuk.
Adam kemudian berbalik dan melangkah menuju sofa didepan televisi. "Aku membawa anggur, apakah kau mau minum bersamaku?" tanya Adam setelah duduk di sofa. Dia mengeluarkan sebotol anggur dan memberikannya kepada Blake.
Blake menerima anggur dari Adam dan tanpa berkata apa-apa dia bergerak ke dapur untuk membuka botol anggur dan mengambil gelas. Ketika Blake didapur, Adam mengamati ruangan apartemen Blake. Tidak banyak yang berubah semenjak Adam meninggalkan apartemen ini, hanya sofa diruangan ini yang berubah. Dulu ada didepan televisi ini ada sofa panjang, mereka suka menonton televisi sambil berpelukan disofa itu namun sekarang berganti dengan sofa kecil dan kursi malas.
"Silahkan anggurnya" suara Blake menyadarkan Adam dari sesi melamunnya. Diletakkannya gelas anggur dan botol anggur dimeja depan Adam duduk kemudian Blake duduk di kursi malas disamping sofa yang diduduki Adam.
Keduanya meminum anggur dari gelas masing-masing dalam diam. Tidak ada yang memulai membuka pembicaraan, seakan masing-masing baru menata emosi yang sekarang terasa campur aduk didalam batin keduanya.
"So...bagaimana kabarmu sekarang Blake?" akhirnya Adam yang memecahkan kesunyian diantara mereka terlebih dahulu.
"Baik" jawab Blake pendek sambil tetap memandang kearah layar televisi namun baik Blake maupun Adam sama-sama tahu bahwa hal itu sia-sia karena itu hanya kepura-puraan mereka.
"Kau masih kuliah?"
"Aku sudah lulus, sekarang aku sudah bekerja"
"Wow..itu bagus sekali, bekerja dimana?"
"Perusahaan M"
"Bukankah itu perusahaan top ya, lalu kau dibagian apa?"
"Bagian marketing"
"Selamat ya atas pekerjan yang sesuai dengan keinginanmu"
"Terima kasih"
Kemudian keduanya kembali terdiam.
"Sudah selesai pertanyaanmu?" kali ini giliran Blake yang memecah kesunyian sambil menoleh kearah Adam dan memandangnya tajam.
Adam mengangguk dan membalas pandangan Blake.
"Kalau begitu sekarang silahkan keluar dan tinggalkan apartemenku" ucap Blake dengan dingin dan datar. Adam bukannya tidak memperkirakan hal ini tapi tetap saja terasa menyakitkan ketika dialami secara langsung.
Adam merasa perutnya sakit, seperti ditusuk sebilah pisau, keningnya mengernyit menahan sakit. "Kau tidak apa-apa?" tanya Blake ketika melihat ekspresi kesakitan di muka Adam, walau cuma setitik namun ada nada khawatir disana. Hal itu membuat Adam senang, itu artinya Blake masih peduli dengan dirinya.
"Aku tidak apa-apa"
"Sungguh?"
Gruuk...kriyuuk...suara perut Adam menyatakan gal yang berbeda, Adam tesipu malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Well...sebenarnya aku belum makan sejak kemarin malam, tampaknya perutku tidak setuju ketika diisi anggur dan bukan makanan" kata Adam dengan malu-malu.
"Kau mau kubuatkan spageti?"
"Kalau tidak merepotkanmu, sejak dulu spageti buatanmu adalah makanan favoritku"
"Nonton televisi dulu atau pilih film sesukamu sambil menunggu spageti nya siap" kata Blake sambil beranjak ke dapur.
Ketika Blake sedang asyik memasak di dapur terdengar suara Adam, "Blake, apakah aku boleh meminjam kamar mandimu?"
"Silahkan, kamar mandinya masih ditempat yang sama, tidak berubah"
Adam mengangguk kemudian melangkah menuju ke kamar mandi sambil membawa tasnya. Hal itu sedikit mengherankan bagi Blake, kenapa untuk ke kamar mandi saja Adam harus membawa tasnya?
Namun ditepisnya rasa curiga itu,mungkin Adam ingin sekalian mandi, begitu pikir Blake. Dilanjutkannya kegiatan memasaknya dan tanpa sadar dirinya bersenandung kecil, merasa senang bisa memasak kembali untuk Adam. Sekelebat pikiran itu membuat Blake terpaku dan marah, kenapa dia harus merasa senang karena bisa memasak kembali untuk laki-laki yang telah menghancurkan hatinya? Dikuburnya perasaan senang yang sempat muncul dan dia mencoba untuk menggantinya dengan rasa marah.
Ketika Blake sudah menyelesaikan spagetinya di lihatnya Adam masih belum kembali dari kamar mandi, karena khawatir Blake akhirnya melangkah menuju ke kamar mandi juga. Sebelum Blake sempat mengetuk pintu, terdengar seperti suara orang yang sedang muntah, Blake mendekatkan telinganya ke pintu untuk memastikan dia tidak salah dengar.
Tok...tok...Blake mengetuk pintu kamar mandi, "Adam, kau tidak apa-apa?"
"Ah, tidak apa-apa Blake, sebentar lagi aku keluar, kau tunggu saja di depan televisi" jawab Adam dari dalam.
Blake tidak beranjak dari depan pintu kamar mandi, dia ingin memastikan kalau Adam baik-baik saja. Tidak berapa lama Adam keluar dari kamar mandi, wajahnya terlihat pucat. Adam terlihat kaget ketika mendapati Blake yang masih menunggu di depan pintu.
"Hey...kau benar tidak apa-apa? Wajahmu terlihat pucat" tanya Blake dengan khawatir. Matanya menyelusuri wajah Adam.
"Tidak apa-apa, tidak usah khawatir"
Blake tahu betapa keras kepalanya Adam kadangkala, karena itu dia tidak memaksa lagi dan mencoba percaya perkataan Adam.
"Baiklah kalau begitu, spagetinya sudah siap, sebaiknya kita segera makan sebelum dingin"
Adam mengangguk dan kemudian keduanya berjalan menuju dapur dimana ada meja makan kecil dan dua kursi didepannya. Diatas meja sudah tersedia dua piring spageti dengan asap yang masih mengepul diatasnya dan dua gelas anggur. Segera Adam duduk didepan meja makan setelah dipersilahkan oleh Blake, sedangkan Blake mengambil tempat didepan Adam.
Keduanya mulai makan tanpa berbicara lagi namun setelah beberapa lama Blake memecah kebisuan diantara mereka. Walaupun dia menyakinkan dirinya sendiri kalau dia sudah tidak peduli pada Adam namun rasa ingin tahunya mengalahkan harga dirinya.
"Apakah kau kembali menetap di kota ini atau hanya singgah?"
Adam menghentikan makannya dan memandang Blake, "Aku belum tahu, tergantung keadaan" kemudian meneruskan kembali makannya.
"Ooh...apa yang kau lakukan selama ini?"
"Tidak ada yang spesial, hanya mengerjakan beberapa hal disana sini"
"Selama ini kau tinggal dimana?"
"Di daerah pedesaan di kota A"
"Kau bersembunyi dengan baik tampaknya" gumam Blake lirih namun masih bisa terdengar oleh Adam.
"Blake..." Adam mencoba memegang tangan Blake yang ada diatas meja namun dengan cepat Blake menarik tangannya, seketika itu Blaje melihat rasa terluka dan sedih dimata Adam.
"Ehem...sepertinya kau sudah selesai makan, kalau begitu urusanmu disini sudah selesai, silahkan keluar dari apartemenku" ujar Blake dingin yang sebenarnya untuk menutupi perasaan bersalahnya karena sudah menyakiti Adam. Blake takut semakin lama Adam disini, dia tidak akan bisa lagi mengontrol emosinya dan itu pasti akan menyakiti Adam, Blake tidak mau hal itu terjadi.
"Aku ingin menjelaskan semua sebelum aku pergi" ucap Adam dengan nada sedih.
"Tidak perlu, tidak ada guna nya kamu memberikan penjelasan sekarang, semua sudah terlambat"
Adam tersentak kaget mendengar perkataan Blake, ya mungkin Blake sudah punya pengganti dirinya selama ini, hanya karena Blake sepertinya tinggal sendiri di apartemen ini bukan berarti dia tidak punya kekasih sekarang. Pikiran tersebut membuat Adam lemas dan sedih.
"Setidaknya ijinkan aku menjelaskan agar tidak ada masalah lagi diantara kita"
"Sudah kubilang tidak perlu, silahkan tinggalkan apartemen ini sekarang" Blake berkata dengan tegas dan tanpa emosi. Dia berdiri kemudian berjalan menuju pintu keluar dan membukanya, menunggu Adam dipintu keluar. Dengan lesu Adam membawa tasnya dan menuju ke pintu keluar.
Sesampainya dipintu keluar, Adam berhenti sejenak dan memandang Blake sambil berkata, "Maafkan aku, aku hanya ingin agar tidak ada penyesalan dan membuat kenangan yang indah untuk terakhir kalinya ditempat ini" kemudian Adam meneruskan langkahnya keluar dari Apartemen.
Begitu Adam keluar, Blake menutup pintu dan merosot kebawah, dia terduduk dilantai dengan tubuh bersandar di pintu. Sejenak dia mencoba menenangkan dirinya karena kalau Adam menatapnya seperti tadi dengan sedikit lebih lama, bisa dipastikan kalau Blake akan bersujud dan memohon-mohon agar Adam tetap tinggal tanpa peduli penjelasannya.
Setelah menenangkan detak jantungnya, Blake kembali teringat dengn kata-kata Adam sebelum dia keluar tadi. Menurutnya perkataan Adam terdengar ganjil di telinganya. Apa maksud Adam tadi? Tiba-tiba sebuah ingatan melintas di pikiran Blake.
"Kalau besok dunia berakhir, apa yang ingin kau lakukan hari ini?" tanya Adam tiba-tiba ketika kami berdua berbaring santai di tempat tidur sehabis bercinta tadi.
"Aku akan menggunakan semua sisa waktu yang ada untuk bercinta denganmu sampai dunia berakhir" jawabku malas dan mengantuk.
"Dasar mesum!" seru Adam sambil memukul pundakku.
"Hey itu bukan mesum melainkan suatu pesan untuk malaikat yang nanti menjemput kita kalau kita tidak boleh dipisahkan, walau didunia kematian sekalipun" elakku sok romantis padahal alasan sebenarnya memang karena aku suka bercinta dengan Adam, tubuhnya membuatku kecanduan.
Namun tampaknya jawabanku mampu membuat Adam senang, buktinya dia tersenyum dan memandangku penuh cinta. "Lalu kalau kamu sendiri, apa yang ingin kamu lakukan di hari terakhir itu?" tanyaku balik.
Adam nampak berfikir, kemudian menjawab "Aku ingin menghabiskan waktu dengan melakukan hal-hal menyenangkan bersama orang yang kucintai"
"Oya, seperti melakukan apa?" tanyaku mulai tertarik dengan percakapan ini.
"Erm...seperti minum anggur Henry Jayer Cros Parantoux"
"Eh?! Itu kan anggur mahal, bisa habis dong uangku buat beli anggur itu!" seruku geli.
"Kan besok dunia berakhir jadi buat apa kamu menyimpan uangmu lagi?" kata Adam dengan jengkel.
"Oya, aku lupa" kataku sambil tersenyum,"Lalu yang lainnya apa?"
"Lalu aku ingin makan makanan favoritku, yaitu spageti buatanmu"
"Nah, kalau itu aku akan membuatkan untukmu kapanpun kamu mau, dan setelah itu?"
"Nonton film ditempat tidur bersamamu sambil berpelukan sampai dunia berakhir" kata Adam sambil tersenyum dan memandangku.
"Rencana yang bagus, namun tidak perlu menunggu dunia berakhir untuk mewujudkannya, sekarang juga akan kukabulkan keinginanmu kecuali untuk bagian anggurnya mungkin harus menunggu sampai aku bekerja baru bisa kubelikan anggur itu" kataku sambil menarik tubuh Adam ke dalam pelukanku mulai menciumi seluruh wajahnya.
Adam bergelung nyaman dalam pelukanku dan mengerang nikmat ketika ciumanku mulai menuntut dan semakin intens dimulutnya.
Ketika sekeping memori itu selesai diputar dikepala Blake, dia berdiri dengan tergesa-gesa. Setengah berlari dia mengambil botol anggur yang ada di meja makan tadi, Henry Jayer Cros Parantoux 1993. Blake semakin cemas ketika mengetahui anggur apa yang baru saja mereka minum kemudian dia berlari menuju kamar mandi. Dibuka nya pintu kamar mandi dan melihat sekeliling, tidak ada yang berubah namun matanya tertumbuk pada tempat sampah di kamar mandi, dia melihat seperti ada bungkus obat disana. Matanya memindai bungkus-bungkus obat itu, apakah Adam sakit sehingga harus meminum obat sedemikian banyak ini? Apakah itu sebabnya tadi dia nampak kesakitan dan pucat?
Kenyataan itu menghantam Blake, tanpa menunggu lebih lama lagi, Blake berlari keluar apartemennya, turun kebawah melalui tangga karena tidak sabar menunggu lift.
"Adam!!" teriak Blake ketika sudah diluar gedung apartemennya. Blake tidak peduli pada orang-orang yang memandangnya dengan heran.
"Apakah kau melihat seorang laki-laki berambut coklat keluar dari sini belum lama ini?" tanya Blake tergesa pada penjaga pintu apartemennya.
"Ya saya melihatnya, dia keluar dengan raut muka pucat dan sedih" jawab penjaga pintu itu.
"Kemana perginya laki-laki itu?" tanya Blake lagi.
"Dia menolak ketika hendak saya panggilkan taxi kemudian dia hanya berjalan kearah sana" jawab penjaga pintu sambil menunjuk arah jalan lurus.
"Terima kasih!" seru Blake sambil berlari ke jalan yang tadi ditunjuk. Namun masih belum dijumpai sosok Adam.
"Tenang Blake, ayo berfikir! Adam belum lama pergi pasti dia belum jauh" kata Blake pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba Blake teringat pada taman tak jauh dari apartemennya yang sering dikunjungi Adam ketika mereka masih bersama. Dengan penuh harapan Blake berlari menuju taman tersebut. Betapa leganya Blake ketika menjumpai sosok Adam yang duduk di ayunan dalam taman itu.
"Adam!" teriak Blake sambil berlari ke arah Adam.
Adam yang mendengar teriakan Blake mengangkat kepalanya dan terkejut melihat Blake berlari ke arahnya dengan tergesa-gesa.
"Blake...ada apa? Kenapa kamu berlari seperti itu?" tanya Adam heran sambil berdiri dari ayunan.
Begitu sudah ada didepan Adam, Blake langsung memeluk Adam dengan erat tanpa mempedulikan orang-orang di taman yang melihat mereka.
"Jangan pergi...jangan menghilang lagi, tinggallah disisiku" bisik Blake ditelinga Adam.
Mendengar kata-kata Blake, Adam merasa sangat bahagia, tanpa sadar airmatanya turun dan membasahi bahu Blake. Lengan Adam terulur merangkul leher Blake sambil membisikan kata 'Ya' berkali kali ketelinga Blake.
Setelah cukup lama, Blake melonggarkan pelukannya namun masih memerangkap Adam dengan kedua lengannya seakan menjaga Adam agar tidak menghilang lagi.
"Bagaimana dengan laki-laki yang harus kau jaga?" Blake bertanya dengan pelan walau dengan rasa perih namun dia harus tahu.
"Dia sudah meninggal dan dikuburkan dikota ini"
"Kau mencintainya?" Blake bertanya dengan nada cemburu yang sangat kental didalamnya.
"Tentu saja, walaupun beliau pamanku namun beliau sudah kuanggap sebagai ayahku sendiri karena beliau yang membesarkanku selama ini" jawab Adam dengan sedih karena mengingat pamannya yang sudah tiada.
"Tunggu dulu Adam, apa maksudmu ini?" tanya Blake bingung, bukankah Adam meninggalkannya demi cintanya pada laki-laki lain dan karena itu Adam sudah tidak mencintainya lagi sehingga rela pergi dari pelukannya?
"Iya, waktu itu pamanku jatuh sakit parah dan sudah tidak mau lagi dirawat dirumah sakit karena beliau tidak punya siapa-siapa lagi maka aku pergi untuk merawatnya"
"Kenapa kau tidak mengatakan begitu kepadaku?!" kata Blake setengah berteriak ke Adam.
"Eh? Bukankah aku sudah menuliskan kalau aku harus pergi untuk mengurus orang sakit dicatatanku?"
"Kau cuma menuliskan kalau kau oergi untuk mengurus seorang laki-laki, kau pikir bagaimana perasaanku ketika membaca catatan mu itu?" geram Blake.
"Oh, ternyata aku tidak menulis secara lengkap ya, maaf waktu itu aku terburu-buru sehingga tidak sadar apa yang kutulis"
"Lalu kenapa hp mu tidak bisa dihubungi dan semua sosial mediamu tidak aktif?"
"Ketika aku sampai, keadaan paman memburuk jadi aku fokus pada kesembuhan paman walaupun pada akhirnya paman meninggal, lagipula disana susah sinyal jadi aku tidak pernah mengaktifkan hp ku maupun melihat sosial mediaku" terang Adam dengan tidak berdosa.
Semakin lama Blake mendengar penjelasan Adam, semakin dia merasa sangat konyol selama 3 tahun ini. Namun masih ada yang menganggu pikirannya, "Adam, apakah kamu sakit? Aku menemukan banyak bungkus obat di kamar mandiku dan wajahmu pucat"
"Ah, itu obat untuk asam lambungku, karena terlalu fokus mengurus paman sehingga aku seringkali lupa makan, sedangkan tadi pagi karena gugup aku lupa sarapan dan langsung minum anggur jadi tadi perutku terasa sakit" kata Adam sambil tersenyum malu.
Blake cuma bisa melotot tajam mendengar penjelasan Adam, di satu sisi dia senang karena dugaannya kalau Adam sakit itu keliru namun di sisi lain dia merasa sangat bodoh dan konyol.
Badan Blake merosot kebawah sampai posisi berjongkok karena lega mendengar jawaban Adam, diikuti oleh Adam yang juga mengambil posisi jongkok.
"Ermmm...Blake, boleh aku bertanya sesuatu?"
"Apa?"
"Kalau kita kembali, bagaimana dengan kekasihmu?"
"Kekasih apa?" tanya Blake benar-benar bingung sekarang.
"Jadi kau tidak punya kekasih lain selama aku pergi?"
"Apa kau serius?! Kau pikir aku punya waktu untuk mencari kekasih lain? waktuku sudah habis untuk mencarimu dan kuliah atau bekerja" kata Blake tajam.
"Jadi selama ini kau terus mencariku?" tanya Adam dengan nada senang dan menggoda.
Blake hanya memutar bola matanya dengan malas menanggapi kata-kata Adam, "Mulai sekarang kau akan kukurung di apartemen agar kau tidak bisa pergi kemana- mana lagi"
"Eh? Aku harus bekerja untuk hidup Blake" rengek Adam.
"Tidak perlu, cukup aku yang bekerja, hidupmu aku yang menanggung, kau tinggal saja di apartemen, kalau kau membantah terus akan ku rantai kakimu agar kau tidak bisa keluar" ancaman Blake terdengar tidak bercanda ditelinga Adam.
"Baik...baik, aku tidak akan bekerja dan tinggal diam di apartemen" kata Adam mengalah untuk sekarang, dia tidak merasa khawatir karena Adam punya banyak trik yang akan membuat Blake akhirnya nanti menyerah dan mengabulkan apapun permintaan Adam.
"Bagus, kalau begitu ayo sekarang kita pulang sebelum aku menyerangmu ditaman saat ini juga" desis Blake sambil meraih tangan Adam menariknya berdiri dan mulai berjalan keluar taman.
"Dasar mesum!" seru Adam namun sambil tertawa bahagia.
"I love you"
"I love you too"
Mereka berjalan kembali ke apartemen sambil bergandengan tangan erat, berjanji dalam hati masing-masing untuk tidak pernah melepaskan tangan ini lagi.
I don't need geography, you are my world.
----------------------------------------------
FIN
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top