Tsukishima x Roppi


Minna, Vote ʕ•ﻌ•ʔ ♡

Pov: Tsukishima.

'Aku, tidak pernah merasa setakut ini sebelumnya. '
.
.
.
.
.

Bahkan saat Ibu dan Ayah meninggal pun, aku tak pernah setakut ini
.
.
.
.
Karena aku tahu, bahwa mereka sudah bahagia disana.

***

Langkah itu sangat halus. Hampir tidak terdengar. Ringan bagai bulu, menyatu dengan dinginnya malam. Tapi itu menyakitkan.

Bagai tertelan.

Terlupakan.

Menghilang.

Tapi, juga indah.

***

"..." Kuperhatikan langkah mereka. Entah kemana tempat yang mereka tuju. Yang pasti, itu sangatlah penting. Kuyakin begitu. Buktinya, mereka tidak menjawab pertanyaanku dari tadi.

Kota ini tidaklah besar. Hanya beberapa gedung besar dan pertokoan. Tidak sulit untuk menemukan alamat seseorang. Tapi itu tidak berpengaruh padaku.

Kalian mengerti maksudku?

"Ano, aku mau tanya--"

"Aah, aku harus cepat-cepat, kau tanya orang lain saja. " Pria itu mempercepat langkahnya.

Tanganku mengambang di udara. Lagi? Tidak adakah yang bisa membantuku? Aku hanya butuh beberapa detik--menit mungkin, tapi itu tidak akan berpengaruh bukan?

"Bagaimana sekarang... " Aku berjalan lunglai. Syal putihku berkibar terkena angin malam. "Mungkin aku bisa mencari telpon umum dulu, lalu... "

"Apa kau butuh bantuan? Aku melihatmu berputar-putar di daerah ini terus-menerus. Kupikir ada baiknya aku menghampirimu. " Kata seoramg pria dewasa.

Mataku berbinar, akhirnya ada orang yang mau menolongku. "Ah, iya. Sebenarnya aku sedang tersesat. Baterai hp-ku mati dan aku terlalu ragu naik taksi, oleh karena itu... " Aku menyerahkan selembar catatan kecil dari sakuku. "Bisa tolong beritahu aku alamat ini? Aku tersesat. "

Pria itu memandangi kertas dengan cermat. Lalu memandangiku beberapa detik, lalu kembali ke kertas itu lagi.

"Apa kau orang baru di kota ini? " Tanyanya. Aku menggeleng pelan.

"Aku lahir disini... Tapi, untuk jalannya agak... "

"Baiklah, akan kuantar. Kau percaya padaku kan, dik? " Pria itu menyungging kan senyum. Manik merah darahnya mengkilap di bawah sinar rembulan.

"Tentu saja. Kakak sangat baik. " Aku tersenyum. Kami berjalan bersama menuju alamat yang ada di catatan.

***

"Oh ya, aku belum memperkenalkan diri. Namaku Izaya Orihara, mahasiswa. Kau? " Tanya pria yang mengantarku-Orihara-san, aku harus mengingatnya.

"Namaku Tsukishima Hewajima. Masih SMP kelas 3." Jawabku dengan suara pelan. Orihara-san tersenyum dan kami melanjutkan perjalanan tanpa mengatakan apapun lagi.

***

Aku merebahkan diriku ke tempat tidur. Rasanya hari ini aku lelah sekali. Aku menggulung diri dan memilih terlelap lebih cepat malam ini.

Setelah Orihara-san mengantarku pulang. Aku langsung disambut oleh celotehan dan teriakkan kakak laki-lakiku yang cerewet.
Kalau hanya bicara sih, aku tak masalah. Yang jadi masalah adalah kalau kakakku marah, semua benda di rumah akan melayang di udara. Untung saja ayah dan ibu telah mengasuransikan barang-barang yang biasa kakak lempar. Setidaknya kami tidak akan jadi miskin mendadak.

Saat ini aku hanya tinggal berdua dengan kakak. Ibu dan ayah sudah tenang dialam sana. Hidup kami cukup mapan. Kakak sudah bekerja dan mampu membiayai kebutuhan pangan dan sekolahku dengan baik. Ibu telah mempersiapkan segalanya. Ayah melakukan yang terbaik.

Mereka seperti tahu bahwa mereka akan pergi sangat cepat. Meninggalkan kami. Tapi tak masalah. Sekali lagi kukatakan, mereka sudah bahagia disana, oleh karena itu aku juga ikut bahagia karenanya.

(Kediaman Orihara)

Pria itu dengan santai menuju pintu depan. Dia adalah Izaya Orihara-san, baru pulang dari kampus. Semua seperti biasa hari ini, oh tidak juga, hari ini dia sudah menolongku bukan? Dia sedikit terkekeh mengingatnya.

'Bagaimana seseorang bisa lupa alamatnya sendiri? ' Izaya membuka pintu. Seketika itu kekehannya berhenti.

"Roppi-chan... " Izaya mematung di pintu. Seperti biasanya juga. Darah berceceran di lantai. Lalu ia akan mengecek kamar adiknya sambil berlari.

"Roppi-chan! " Pintu kamar mandi dibuka dengan keras. Kosong. 'Dia' tidak ada dikamar mandi.

"Roppi! Roppi! Dimana kamu?! Jawab kakak! " Izaya, seperti biasa, akan panik jika tidak segera bertemu adiknya. Dia berlari ke dapur.

"Nii-chan... Selamat datang. " Gadis itu melambaikan tangan berlumuran darahnya sendiri kearah kakaknya. Senyum tersungging di bibir kecilnya. Tapi kegelapan menyelimuti manik  crimson-nya.

"Roppi-chan... Kakak mohon... Jangan begini... " Orihara-san terduduk lemas kelantai. Maniknya mengeluarkan air mata.

Selalu. Ini bukan hanya terjadi satu-dua kalinya. Ini, adalah keseharian mereka.

"Jangan bunuh diri lagi, kakak mohon... " Katanya pelan.

"Baik, aku tidak akan bunuh diri lagi. Aku sayang kakak. " Roppi memeluk tubuh kakaknya yang bergetar. Izaya menyunggingkan senyum kecut. Membalas pelukan adiknya.

Itu adalah dusta. Dan ini sudah biasa.

***

(Keesokan harinya)

"Kakak sudah memasakkan sarapan untukmu, cepat bangun dan makan. Lalu sekolahlah. " Kakak menata piring di meja.
"Baik... Hooooaaaammm~" Aku menguap lebar dan memakan sarapanku dengan setengah kesadaran.

"Kakak berangkat dulu. " Manik amber kakak mengkilap penuh semangat. Dia sangat siap dan bersemangat hari ini.

"Hati-hati di jalan. " Kataku melambai.

Oh ya, hari ini aku ada pembagian peran untuk acara drama kelas. Aku harus berangkat pagi untuk bisa dijemput mobil sekolah.

Tiiin! Tiiin!

"Mereka sudah datang! " Aku mengemasi buku dan berlari keluar. "Tunggu aku! " Teriakku pada pak supir.

"Tsukishima! Kau hampir tertinggal lagi! Kau tahu bukan, bahwa pak Somad sangat tidak sabaran, kemarin saja kau ditinggal!" Sembur salah satu teman sekelasku.

"Aku tidur lebih awal kemarin. Jadi kurasa aku tidak akan tertidur dikelas lagi. " Aku mengatur nafasku. Ini sangat menegangkan. Jika aku terlambat sedikit saja. Aku akan ditinggal mobil antar- jemput dan mau tidak mau mencari cara untuk ke sekolah.

Haha. Naik taksi?

Tidak. Itu lebih buruk lagi. Karena aku pernah diculik saat naik taksi. No-no, big no! Goncangan mobil karena jalanan tidak rata menyadarkanku kembali kekeyataan.

Aku melihat keluar jendela. Seperti biasa, banyak orang berlalu lalang di jalanan.
Satu pria tua, satunya lagi wanita muda, ada beberapa anak kecil dan hewan peliharaan dan majikannya. Namun, aku melihat sekelebatan lain diantara lautan manusia itu. 'Orihara-san? Apa dia mau kuliah ya?' Pikirku sambil mengikuti Pergerakannya dengan mataku. Mobil kami sedang berhenti karena lampu merah, dan Orihara-san tengah melihat-lihat kerumunan orang. Sama sepertiku tadi.

Kuhiraukan rasa penasaranku dan memilih membaca novel yang kubawa. Mobilpun kembali melaju.

Pov: Roppi

Kenangan malam itu masih sangat jelas diingatanku. Semua terasa begitu menyalahkanku. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa salahku? Kenapa aku harus yang menanggung semua ini?

Semua manusia itu... Menjijikkan.

Keringat menetes dari pelipisku. Nafasku terengah-engah. Cairan bening keluar dari mataku. 'Dingin... ' Aku memeluk diriku sendiri, melawan dinginnya suasana dipagi hari. Kakak... Sepertinya dia sudah berangkat kuliah. Rumah ini terasa sangat kosong tanpanya.

Aku benci kakak.... Tidak, aku menyukai kakak... Tidak... Mana yang benar? Kakak adalah makhluk yang di kenal sebagai manusia.... Aku benci manusia... Aku benci diriku sendiri...

"....lapar.... " Aku bangkit berdiri. Tubuhku kembali limbung ke kasur. Lemas... Mungkin karena kemarin, kata kakak aku kehilangan banyak darah. Huh? Memang apa pentingnya itu? Manusia punya banyak darah.

Sekali lagi kucoba bangkit, dan kali ini berhasil. Kulangkah kan kakiku menuju dapur, tempat biasa kakak menaruh makananku.

"Kali ini... Tampaknya telur mata sapi dan sosis... Kurasa kakak sudah berusaha keras membuatkan ini... Seharusnya biarkan saja. Aku tidak keberatan dengan masakan 'racun' buatan kakak... Contohnya yang seminggu yang lalu, kare hitam... Aku pingsan tiga hari. Lumayan, aku tidak perlu melihat manusia selama tiga hari itu. Seharusnya aku minta sarapan itu lagi saja... Sial. " Kutarik kursi untuk kududuki dan memulai sarapan dengan khikmat.

***

"Matahari sudah mulai terbenam... Sebaiknya kuakhiri seperti biasanya saja... Eng... Dimana kutaruh cutter-ku ya? " Kuobrak-abrik seluruh isi rumah. Nanti biar kak Izaya yang membereskan.

Di laci kamar— Tidak ada.

Dapur— Tidak ada juga.

Kamar kakak— Apalagi disana, semua serba tumpul. Otak kakak juga, mungkin aku juga?

"Dimana kakak sembunyikan kali ini? Aaargh... Masa harus beli sih? " Kulangkahkan kaki kecilku kembali ke kamar kakak. Biasanya dia menyimpan uang apabila sewaktu-waktu aku butuh. Nah, sekarang aku butuh.

"Ada... Sedikit sekali? Cukup kan ini? " Kupakai jaket favoritku dan menutup pintu rumah dan meninggalkan rumah.

"Sedikit dingin... Tapi yang begini yang aku suka. Manusia itu... Tidak tahan hawa dingin malam hari....Aku berangkat dulu, kakak. " Malam itu, aku tidak menyangka bahwa itu adalah malam yang spesial.

Apa arti spesial bagiku?

Itu artinya sangat spesial!

***

Pov: Izaya.

'Aaargh! Bisakah dosen ini bicaranya lebih cepat? Ini sudah malam tahu! Sadarlah sekitarmu!' Pikirku kacau.

Dosen itu berbicara dengan lambat. Tadi dia terlambat, dan dengan perasaan lapang dada dan tanggung jawab besar, dia mengajarkan seluruh materi yang telah dia jadwalkan sebelumnya hingga larut malam...

"Setengah delapan... Roppi-chan... " Kepalaku pusing memikirkan adikku satu-satunya itu. Dia punya kelainan... Dan itu adalah rasa bencinya terhadap manusia. Dan tentu saja dirinya sendiri... Kalau aku lebih terlambat dari ini... Bisa-bisa Roppi-chan sudah...

Brak!

"Tunggu! Ehm... Orihara Izaya! Pelajaran dari bapak belum selesai! " Orang tua itu membolak-balik buku absen sebelum memanggilku.

"DIAM! NYAWA ADIK PEREMPUANKU DALAM BAHAYA! " Semua orang tertegun dan diam. Tak ambil pusing, segera kularikan kakiku menuju rumah.
'Ini tidak akan lama Roppi-chan... Kakak mohon bertahanlah! ' Setetes kristal bening mengalir dari mataku.

***
Pov: Roppi.

Bulu itu indah. Tapi sekarang berhamburan di tanah. Pada awalnya menempel erat pada sang pemilik keindahan, kemudian, terdorong oleh keinginan untuk terbang sendiri... Ia pun jatuh. Menuju tanah, tidak diinginkan lagi. Menyakitkan.

"Kau! —" Pelukannya sangat hangat. Dia bercahaya. Sangat indah dan menyilaukan. Tidak seperti manusia lain, dingin dan kejam. Aku yakin! Dia adalah... Seorang malaikat.

"Tuan malaikat! "

"Eeeehh?? "

(Beberapa menit yang lalu)

Pov: Tsukishima.

Oh tidak.

Ini terjadi lagi.

Aku ketinggalan :')

"I-I-Ini kan karena tiba-tiba saja ada teman sekelasku yang nembak! Aku tidak ketiduran lagi! " Pikirku membela diri.

"Dan lagi... Kostum kelasnya belum kukembalikan... Sayapnya bikin jalanku susah... Haaah... Apa boleh buat, harus kubawa pulang dulu. Lagipula tidak bisa kutaruh tas, kupakai saja! " Aku berjalan menuju gerbang sekolah... Uhh, hari ini dingin sekali. Untung saja sayap malaikat ini hangat.

(Beberapa menit yang lalu (lagi))

"Kalian semua berkumpullah! Kita akan menentukan pemeran-pemeran dalam drama yang akan kita tampilkan satu bulan lagi! " Kata ketua kelasku memanggil seluruh anggota kelas.

"Baiklah anak-anak, kalian bisa memilih peran dalam drama dan kalau bisa pilih menurut keinginan kalian sendiri, agar bisa dilakukan sepenuh hati. " Shinra-sensei menjelaskan kepada seluruh anggota kelas.

"Sensei! " Seorang anak mengangkat tangan.

"Iya? Ada apa Kashima-chan? " Shinra-sensei tersenyum kepada Kashima. " Kita akan mempertunjukkan apa dalam drama?"

Shinra-sensei tertawa sejenak. "Maaf, aku lupa akan dramanya. Baiklah begini ceritanya... Ehem! Pada jaman dahulu kala, hiduplah seorang dullahan cantik—walau tanpa kepala, dullahan itu terlihat aura kecantikannya. Suatu hari saat berkendara dengan sepeda motornya, dullahan itu tidak sengaja melanggar batas dan menembus salah seorang pejalan kaki, tapi karena dia dullahan, tembuslah orang tersebut, mereka pun sama-sama tidak terluka. Tapi, seorang polisi yang melihat hal tersebut tidak terima. Dan hendak menilang dullahan cantik tersebut. Sebelum polisi memberikan surat ganti rugi, datanglah osananajimi dullahan tersebut. Dilarikannya dullahan cantik itu dengan sepeda motor dullahan itu sendiri, yang mengendarai juga adalah dullahan itu karena osananajiminya tidak bisa berkendara. Mereka pun saling terikat dan jatuh cinta. Rasa budi dan cinta dari dullahan cantik yang ia simpan sejak lama akhirnya tersampaikan pada sang osananajimi dan akhirnya mereka hidup bahagia bersama selamanya... The end~" Shinra-sensei selesai bercerita. Dan dimulailah acara lempar bunga–kertas sampah–ke sensei.

"Huuu! Itu mah ceritanya sensei sama istrinya sensei! "

"Aku gk mau main peran di cerita jelek kayak gitu! "

"Iya! Apalagi jadi Osananajiminya dullahan-yang-punya-aura-cantik itu! Alay!"

Shinra-sensei tertohok. "Ke-kenapa?! Kenapa kalian jahat ke senseeeeii!!! Huweee~kalian durhaka ke sensei! Kan sensei cuma mau curhat, habisnya tidak ada yang mau tahu kisah cinta sensei dengan istri sensei sihhh" Shinra-sensei berlari keluar dengan kucuran air mata.

Aula olahraga seketika hening. Teman-teman yang lain seolah ingin menahan air mata mereka saat menghadapi ketidakbecusan guru alay mereka. Mereka ingin menangis dan mengadu, tapi kepada siapa? Siapa yang bisa menolong mereka? Kasihan sekali bukan? (。•́︿•̀。)

"Ah! Bagaiman dengan yuyu kangkang! Ceritanya bertema modern banget kan?! Cocok buat anak gaul kayak kita-kita gak sih? " Usul salah satu temanku yang ehembodohehem.

"Modern kepalamu! Mending terong hijau dan terong ungu! Kita bisa pakai cewek-cewek bohay buat jadi terong hijau sama terong ungunya. Ini dari cerita terkenal di wattpad, menceritakan tentang gadis cantik bernama terong hijau yang selalu tersiksa oleh kakak tirinya terong ungu dan ibu tirinya, cabai-cabaian! Gimana? Baguskan? " Kata salah seorang murid dengan semangatnya.

"Cerita copyright apa-apaan tuh? Kenapa juga harus terong? Itu juga dari mana modernnya???!!! " Teriak ketua kelas. Kepalanya pusing tujuh keliling, bagaimana ceritanya dia bisa masuk ke kelas thidaq jelash inih?

"Kalau temanya jaman dahulu... Bagaimana kalau tujuh bidadari? " Usulku pada akhirnya.

Ketua kelas tertegun, segeralah ia meraih tanganku. "Bagus sekali, Hewajima-kun! Kaulah satu-satunya orang waras dari barisan tidak waras di kelas kita! Ya, benar sekali! Tujuh bidadari! Ide brilian! Siapa yang tidak setuju? Angkat tangan! " Ketua kelas berbicara dengan berapi-api.

Semua tidak keberatan. Semua memberi tepuk tangan untuk ideku.

"Baiklah, kira-kira peran apa yang cocok untuk Hewajima-kun ya? " Ketua kelas berpikir keras. Semua juga begitu.

"Kalau Jackha Tsarub itu terlalu tidak cocok... Dia kan menipu salah satu bidadari dan tidak cocok untuk Hewajima-kun yang hatinya seputih pemutih ibuku... Ehm... " Ketua kelas berpikir keras.

"Aku tidak masalah bekerja di balik panggung kok... "

"Diam-diam, aku ingin setidaknya teman seperwarasanku ini mendapat peran yang bagus... Aha! "

.
.
.
.

Dan begitulah ceritanya aku memakai sayap ini. Ketua kelas mengusulkan aku untuk menjadi raja bidadara di cerita itu. Memangnya ada ya? Terserahlah, yang penting mereka senang.

Baiklah, sekarang aku dimana ya?

Pov: Roppi.

Tutup?

Tutup?

Tutup?

Aaarrgh! Kenapa semua toko tutup? Apa-apaan manusia itu? Mereka tidak becus bekerja! Ini baru jam setengah delapan dan mereka sudah tutup!

"Ayolah Roppi... Pakai otakmu... Bagaimana cara lain untuk menghancurkan tubuh manusia ini?" Mataku pada jalan raya yang lumayan ramai. Mobil-mobil manusia bodoh itu saling berpacu entah dengan apa, manusia bodoh. Ah, bagaimana kalau dengan kecelakaan saja? Dengan begitu kakak Izaya tidak akan sempat untuk mencegahku untuk merusak tubuh manusia ini, dan jika aku beruntung, aku bisa mati!

Langkah kakiku dengan yakinnya menapak aspal yang dingin. Dengan yakin kuperhitungkan mobil yang akan langsung menabrakku tanpa bisa menghindariku.

Dua detik lagi...

'Bagaimana dengan kak Izaya? Bagaimana hidupnya setelah kepergianku?'

Satu detik...

'Dia akan bahagia kan? '

Mobil itu mendekat...

'Tidak... Tidak akan seperti itu! '

"AWAS!!! "

Tiiiiiiinnnnn....
.
.
.
.
.

Sakit...

Tapi aku tidak merasa aku telah mati. Lebih kearah berat. Sesuatu menindihku. Orang-orang berteriak. Memanggil-manggil kami berdua.

"Nak, kalian tidak apa-apa? "

"Bertahanlah! Kami telah memanggil ambulans! Gadis kecil ini mungkin terluka! "

'Ah, begitu rupanya. Niat ku dihentikan oleh orang yang menindihku ini ya? Sialan. '

Kulihat sosok 'hero'yang telah menyelamatkan nyawa manusiaku. Dia adalah anak aneh dengan kacamata, syal putih panjang dan apa itu? Sayap?

Lampu jalanan berkedap-kedip dengan terang dibelakangnya.

Bulu itu indah. Tapi sekarang berhamburan ke tanah. Pada awalnya menempel erat pada sang pemilik keindahan, kemudian, terdorong keinginan untuk terbang sendiri... Ia pun terjatuh. Menuju tanah, tidak diinginkan lagi. Menyakitkan.

"Kenapa kau berniat bunuh diri?" Tanya pemuda itu. Kacamatanya mengkilat oleh cahaya.

"Apa urusanmu?! " Teriakku geram.

"Tentu saja itu urusanku! " Balasnya berteriak.

"Kau—" Pelukannya hangat. Dia bercahaya. Sangat indah dan menyilaukan. Tidak seperti manusia, dingin dan kejam. Aku yakin! Dia adalah... malaikat!

"Tuan malaikat... " Kataku dengan mata berbinar. Malaikat bersyal itu menatapku bingung. Kemudian, datanglah tiga bintang dihadapanku.
Berputar-putar di atas kepalaku. Kemudian. Aku pingsan.

"Eeeehhh??? "

(Keesokan harinya)

Kubuka kelopak mataku pelan. Semua terasa berputar. Kupaksakan diri untuk bangun.

"Jangan bangun dulu, berbaringlah lagi. Akan kupanggilkan kakakmu dulu. " Malaikat yang kemarin... Jadi dia yang membawaku ke sini?

"Ja..ngan pergi. Tuan malaikat... Temani aku... Kumohon... " Malaikat itu menoleh kearahku. Tersenyum canggung dan kembali ke posisi duduknya disebelahku.

"Namaku Hewajima Tsukishima. Salam kenal, aku yang menyelamatkanmu. Dan kebetulan aku kenal dengan kakakmu." Katanya seraya menyodorkan tangan kearahku.

"Tuan malaikat... Mana sayapmu? " Tanyaku khawatir. Dia tidak terluka karena menyelamatkanku kan?

"Ah~ tenang saja. Itu hanya sayap pal—"
"Sayapmalaikatbisadisembunyikan, Roppi-chan, kau tidak tahu ya? Ha-ha-ha. Iya kan, tuan malaikat? " Kak Izaya menutup mulut tuan malaikat. Dia ternyata bisa berbicara secepat itu ya? Aku baru tahu.

"Orihara-san! Kenapa? " Tuan malaikat melepaskan bekapan kakak dan diakhiri dengan dia diseret keluar kamar.

(Di luar ruang rawat inap Roppi)

Pov: Tsukishima.

"Jangan pernah katakan jati dirimu di depan Roppi-chan, mengerti?! Pertahankan peranmu sebagai tuan malaikatnya! " Orihara-san berbisik keras ke telingaku.

"Kenapa? " Tanyaku penasaran.

"Ini semua karena dia sangat membenci manusia. Tapi, kemarin kau mengatakan bahwa dia memanggilmu tuan malaikat! Itu bagus, kalian bisa berteman! Kumohon, Tsukishima-kun, aku selalu khawatir apabila dia ingin bunuh diri! Aku bisa stress! Aku tidak bisa hidup damai kalau sampai terjadi apa-apa pada Roppi! Setidaknya, kupikir, dengan mempunyai teman, dia bisa menahan keinginannya untuk bunuh diri. " Jelas Orihara-san panjang lebar.

"A-Aku mengerti, Orihara-san. Aku akan menjaga Roppi-chan untukmu. Aku telah berhutang budi padamu lusa kemarin." Kataku yakin.

"Kenapa -chan? Adikku sangat berharga tahu! Jangan sembarangan!"

"Eeehh??? "

Pov: Izaya.

Aku mengintip dari balik sela-sela pintu kamar. Kulihat, Tsukishima-kun akan bertarung menghadapi pertanyaan Roppi-chan untuk lulus menjadi temannya. Bersemangatlah, anak muda!

"Ah... Sampai mana tadi? Oh ya, siapa namamu? Ah, maksudku, aku sudah tahu dari kakakmu, eh tapi, maksudku adalah aku ingin mendengarnya langsung dari mulut mu sendiri–eh, maksudku, aku ingin kau memperkenalkan diri... Yaaah, begitu. Hehe. " Tsukishima-kun bicara dengan terbata-bata.  Aku menepuk jidatku.

"Namaku Orihara Hachimenroppi. Tuan malaikat bisa memanggilku Roppi! " Roppi tersenyum walau matanya tetap suram. Yak! Tidak apa. Aw, manis sekali adikku ini! (ノ*>∀<)ノ♡♡♡♡

(Pengunjung lain menatap Izaya yang jingkrak-jingkrak dengan tatapan aneh)

"Ah, Roppi-chan. Senang bertemu denganmu.. Lalu.. Em.." Berjuanglah! Tsukishima-kun!

"Dimana rumah tuan malaikat?" Pertanyaan Roppi membuat Tsukishima pucat. Dia memberi kode untuk bantuan. Kujawab dengan bahasa isyarat bahwa ia bisa mengawur menjawabnya.

"Ah, aku tinggal di tempat yang jauh. Hehe. " Jawabnya berkeringat.

"Iya. Tapi dimana tepatnya? " Roppi mendesak. Tsukishima-kun semakin berkeringat.

"Di-Di negeri... Far-far away... Ya, disitu! "

Plak!

Aku menepuk jidatku dengan kencang. Bagaimana dari jawabanmu yang beda dari yang sebelumnya?

"Oooh!! Pasti itu tempat yang sangat indah bukan?! Aku jadi ingin kesana!"
Aku akui, adikku ini tidak pernah sekolah. Kalau bodoh maklum kan?! (。・ω・。)

"Iya, tapi maaf Roppi-chan, aku tidak bisa membawamu kesana ya. " Kata Tsukishima-kun (pura-pura) sedih.

"Padahal aku ingin sekali pergi kesana... " Roppi-chan terlihat sedih. Tsukishima-kun menahan air mata. "Pergi ketempat dimana tidak ada manusia adalah impianku. "

"Kenapa kamu sangat membenci manusia? Bukannya kamu sendiri adalah manusia, Roppi-chan? " Tsukishima-kun bertanya kepada Roppi-chan.

"Aku benci mereka. Aku benci diriku sendiri. Manusia adalah makhluk terbodoh dan terkejam. Tidak ada yang bisa memuaskan keinginan manusia. Malahan, mereka akan semakin meminta sesuatu yang lain. Manusia juga makhluk yang selalu merasa benar, bukan begitu? " Perkataan Roppi-chan membuat Tsukishima-kun tertegun. Ia tidak pernah berpikir seperti itu. Ia masih SMP, dan hal semacam itu tidak pernah terlintas di kepalanya.

"Setelah keluar dari sini... Ayo kita jalan-jalan! Akan kuajak Roppi-chan ketempat yang indah dan menyenangkan! " Tsukishima-kun memegang erat tangan Roppi-chan.

"I-Iya... " Roppi-chan hanya bisa mengangguk. Ia tersenyum simpul.

Setidaknya, semua berjalan lancar.

Pov: Roppi

Tuan malaikat itu menyilaukan. Dia tidak mudah kutebak, baik dan sedikit kikuk. Mungkin, jika bersamanya aku akan...

"Roppi-chan, bawa barang-barangmu. Kakak akan membawa mobil dari tempat parkir. " Kakak memasukkan kebutuhanku selama di rumah sakit, dan meninggalkanku untuk membawa mobil.

"Haah... Kapan kira-kira tuan malaikat akan pergi bersamaku ya? Aku sudah tidak sabar. " Aku meningggalkan kamar.

Lorong itu, terasa menyebalkan.

Mereka tertawa, dan menangis. Ada yang berteriak, dan ada yang senyap. Ada yang putus asa, ada juga yang penuh harapan.

Itulah yang terjadi di rumah sakit. Aku membencinya. Tempat penuh manusia. "Menyebalkan. "

"Roppi-chan, kau lama sekali. Ayo, kakak harus bekerja hari ini. Hari ini kau akan bermain bersama Tsukishima-kun bukan?" Kakak memasang sabuk pengaman untukku.

"Benarkah? Kapan kakak bilang seperti itu? Aku mau. " Kakak hanya tersenyum padaku, lalu menjalankan mobil.

***

"Tsukishima-kun, maaf lama menunggu. Nah, kalian berdua hati-hati di jalan ya. " Kakak menyerahkanku pada tuan malaikat. Dia mengangguk senang. Hari ini pun ia tidak memakai sayapnya. Memang kenapa ya?

"Ayo, Roppi. Kita harus segera naik kereta." Tuan malaikat menggandeng tanganku. Wajahku memerah, tangannya hangat dan lebih besar dariku. Dia sangat tinggi, padahal kata kakak ia seumuran denganku. Memang dia berbeda.

"Kita mau ke mana, tuan malaikat? " Tanyaku padanya. Dia berbalik kearahku.

"Sky tree, dan tempat lainnya. Oh ya, bisakah kamu memanggilku dengan namaku? Aku agak... Ya.. Begitulah. Hehe. " Tuan malaikat tersipu.

"Hewajima... "

"Ah, kamu boleh memanggilku dengan nama kecilku kok! Seperti kakak mu."

"Ka-kalau begitu... Tsu-Tsukishima... " Tanpa sadar kami berdua memerah seperti udang rebus.

"N-Nah, mari jalan." Tsukishima menarik tanganku memasuki kereta.

***

Pada awalnya, kereta sangat senggang. Tapi menuju stasiun kedua, banyak orang berbondong-bondong masuk. Walau tidak sampai berdesakan, tetap saja ini...

"Menjijikan... " Kataku dengan suara kecil.

"Kamu mengatakan sesuatu, Roppi-chan? " Tsukishima memandangku.

"Tsuki...shima... Aku... Kepalaku... Banyak sekali orang disini... Ugh–mual... Keluarkan aku dari... Sini... " Kucengkram kemeja biru milik Tsukishima sampai kusut. Aku tidak tahan lagi.

Ini tidak seperti alergi. Apabila seseorang yang tidak menyukai kucing, ditempatkan di ruangan penuh kucing, ia akan kesal dan marah, bagai disodorkan setumpuk sampah paling menjijikan yang pernah dia lihat. Seperti itulah aku sekarang.

"Hei–Roppi-chan, bertahanlah! Ah, permisi, kami mau keluar, temanku sedang sakit. Roppi-chan! "

Lemas. Seluruh tubuhku rasanya tidak bertenaga. Sebelum mencapai lantai yang dingin, sepasang tangan hangat mengangkatku.

Tsukishima, kenapa jantungku seperti ini lagi? Berdebar-debar tanpa aku ketahui alasannya... Aku tidak nyaman, aku ingin tahu apa maksudnya.


"Kamu tidak apa-apa? Mau kubelikan minum? " Tsukishima menidurkanku di bangku panjang stasiun. Digunakannya tas sebagai bantal daruratku.

"Sesuatu yang manis, kalau boleh. " Cicitku pelan.

"Baiklah. " Tsukishima membelikan sekotak susu strawberry dan memberikannya untukku.

"Terimakasih. " Aku meraih posisi duduk. Masih lemas, tapi lebih baik.

"Maaf ya, memaksamu naik kereta. Sebaiknya kita pulang saja. Kita bisa pergi lain ka–"

"Sebenarnya, apa maksudmu untuk mengajakku keluar? " Tanyaku menyelanya.

"Ah, itu? Aku ingin mendengar pendapatmu tentang manusia. Katanya kau sangat membenci manusia, jadi, entah kenapa aku sedikit-ehem, penasaran." Tsukishima mengaruk tengkuknya.

"Orang itu. " Kutunjuk seorang berbaju rapi. "Dia pasti jarang bersama keluarganya. Dia pasti lebih memilih pekerjaan ketimbang keluarga. "

"Mungkin... Dia sedang bekerja keras agar mampu mencukupi kebutuhan keluarganya dan menghabiskan waktu untuk bekerja dan dapat selesai sebelum hari libur. Dengan begitu hari minggu tidak akan terganggu. " Jawabnya.

"... Wanita itu, seharusnya ia di rumah saja. Bukannya bekerja. " Kataku kesal.

"Mungkin dia single parent atau dia sedang mengejar impiannya. Kan semua orang berhak meraih impiannya." Jawabnya lagi.

"Kalau para perempuan itu? Seharusnya mereka belajar, bukannya bermain diluar! " sekelompok siswi SMA saling berbincang dan mengobrol seraya menunggu kereta.

"Belajar memang perlu, tapi komunikasi juga penting. Karena manusia makhluk sosial, butuh bantuan orang lain. Jika kamu hanya diam, siapa yang tahu kamu sedang butuh bantuan? Bersama-sama pergi kesuatu tempat bisa membuat orang lain dekat dan bersedia membantu apabila kita butuh bantuan. Setidaknya, itu yang aku tahu dari orang-orang disekitarku. " Jawabnya... Kenapa? Kenapa dia membela para manusia-manusia bodoh itu?

Rasa kagum dan debaran ini terus terjadi. Apa aku punya penyakit aneh? Kenapa aku hanya seperti ini pada Tsukishima?

"Tsukishima... Apa kau menyukai manusia? Kenapa kau membela mereka? " Mataku berkaca-kaca. Apabila ia memang menyukai manusia, apa pantas aku disampingnya?

Apabila aku berbeda darinya, apa dia tetap akan mengakuiku?

"Aku... Roppi-chan, sebenarnya... Aku berbohong padamu, aku ini... Manusia. Tapi kumohon Roppi-chan, jangan menyakiti dirimu sendiri. Tetaplah disampingku..."

"Huh? "

Sejak saat itu, aku tidak pernah mau bertemu Tsukishima.

***

Kriieeet.

Kriieet.

Talinya sudah kuat. Tangga itu berderit saat ku naiki. Badanku gemetar. Entah karena apa. Padahal, seharusnya aku sudah terbiasa.

"Seharusnya...kulakukan ini dari dulu. Sebelum bertemu Tsukishima, seharusnya aku mati saja... " Air mata meleleh sampai kepipiku. Begitu banyak.

Menyakitkan. Saat orang yang paling kau percaya malah mengkhianatimu. Saat dia memberi sebuah harapan, dan menjatuhkanmu...

"Kak Izaya. Kali ini aku tidak akan ragu. Tidak ada yang mampu menghentikanku saat ini. "

Satu anak tangga lagi.

Kakak sedang bekerja. Tsukishima masih sekolah, ada pementasan drama katanya. Tetanggaku bahkan tidak akan peduli tentang apa yang akan terjadi padaku. Sempurna.

Tapi...

"Kenapa aku sangat gemetar? Kenapa aku tidak bisa berhenti menangis? Kenapa aku ketakutan? Kenapa... Dipikiranku hanya ada Tsukishima?"

Nee, Tsukihima, tolong hentikan aku.

Peluk aku seperti saat di kereta.

Hibur aku dengan mengatakan hal-hal konyol.

Gengam tanganku, agar aku tidak tersesat.

Sekali lagi saja...

Aku ingin seperti itu lagi...

Denganmu.

"Huwaaa!!! " Aku berteriak kencang. Menangis dengan kencang. Ingin di dengar orang lain. Mengatakan kata 'tolong'. Aku ingin diselamatkan. Aku ingin bersama dengan kalian. Aku ingin... Bersama Tsukishima.

Brak!

Grep!

"ROPPI-CHAN!!!"

Sekali lagi, bulu indah itu jatuh kelantai. Dia hangat seperti biasanya. Air mataku mengalir lebih deras.

"Lama sekali... Huwaaa~aku sudah menunggumu. Aku meminta tolong, Tsukishima! Tetaplah disampingku... " Pelukanku erat. Tapi ia lebih erat lagi.

"Hahaha, kamu sudah melakukannya, tapi untuk kedepannya. Tolong katakan lebih jelas, apa kau membenci manusia dihadapanmu ini? Yang jelas,aku menyukaimu, Roppi-chan. Tetaplah disampingku. " Tsukishima mengecup pucuk kepalaku lembut.

"Aku...akan berusaha. Mohon bantuannya...kali ini dan untuk seterusnya, aku juga akan menyukaimu. "

The End~ ≧∇≦
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
(Cih, padahal sek bocil)

:v

Keempat pasangan alter Izaya dah selesai ~\(≧▽≦)/~ tapi minggu depan bakal ada chapter khusus.

Semoga ada yang liat *pundung.

Sampai bubye~






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top